Orang Maluku di Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda +Hindia Belanda)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
[[Berkas:SFA001004357.jpg|thumb|right|180px|Kedatangan orang Maluku di [[Rotterdam]], [[Belanda]] (1951).]]
'''Orang Maluku di Belanda''' mencakup semua anggota [[kelompok etnik]] asal [[Kepulauan Maluku]] beserta keturunannya yang bermukim di dan menjadi warganegara [[Belanda]]. Mereka sesungguhnya tidaklah homogen berasal dari satu suku bangsa yang sama, tetapi semuanya memiliki akar keluarga yang bermukim di Kep. Maluku dan berpihak pada Belanda pada waktu terjadi perang pada masa [[Sejarah Indonesia (1945-1949)|awal Kemerdekaan Indonesia]] (1945-1949).
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Rietkerk Penning.jpg|right|150px|thumb|Medali peringatan kedatangan orang Ambon ke Belanda ("Medali Rietkerk"), bagi mantan tentara [[KNIL]] yang telah menjadi warganegara Belanda.]]
Menurut asal-usulnya, banyak orang Maluku yang bergabung sebagai anggota tentara Hindia Belanda ([[KNIL]]). Ketika Indonesia mengumumkan kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Belanda tidak mengakui dan mengklaim bahwa pemerintahan sipil Hindia Belanda ([[NICA]]) harus dipulihkan. Perselisihan ini memuncak pada dua "aksi polisional" yang dalam sejarah Indonesia dianggap sebagai [[Agresi Militer Belanda|agresi militer]]. Dalam kedua aksi ini, banyak orang-orang Maluku terlibat dalam peperangan di pihak Belanda.
 
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, [[27 Desember]] [[1949]], tentara Belanda harus angkat kaki dari Indonesia, termasuk Maluku. Namun, banyak orang Maluku pro-Belanda enggan meninggalkan tanah asal-usulnya. [[Chris Soumokil]], Jaksa Agung [[Negara Indonesia Timur]] (NIT), kemudian secara sepihak mengumumkan berdirinya [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) pada tanggal [[25 April]] [[1950]], sebagai reaksi atas bergabungnya NIT (yang mencakup pula Maluku) ke dalam Republik Indonesia pada pertengahan April. Indonesia memandang RMS sebagai pemberontakan dan menjalankan ofensif militer.
 
Menghadapi perkembangan ini, banyak orang Maluku pro-Belanda/RMS mengajukan permohonan mengungsi ke Belanda karena merasa terancam keselamatannya. Belanda menyanggupi dan sekitar 12.500 orang, anggota KNIL asal Maluku beserta keluarganya, diangkut ke Belanda untuk sementara waktu. Mereka inilah yang menjadi cikal-bakal keberadaan etnik Maluku di Belanda.
 
Karena perkembangan hubungan Belanda-Indonesia yang memanas pada paruh akhir 1950-an, orang-orang Maluku ini tidak dapat dipulangkan dan mereka harus bertahan hidup di Belanda tanpa tunjangan. Pada akhirnya, mereka banyak yang memilih menetap di Belanda, walaupun kemudian hubungan kedua negara membaik.
 
Pada tahun 1970-an terjadi pergolakan yang dilakukan oleh sebagian keturunan Maluku di Belanda yang menuntut janji pemerintah Belanda untuk memperhatikan aspirasi mereka, khususnya mengenai pengakuan sebagai warga negara atau membantu mengadakan wilayah sendiri bagi mereka di Maluku. Peledakan [[kereta api]] serta penyanderaan staf konsulat Indonesia di [[Den Haag]] adalah beberapa dari aksi yang dilakukan mereka. Tindak kekerasan ini kemudian dapat diredam setelah dilakukan negosiasi dan Belanda bersedia mendirikan [[Museum Maluku]] di [[Utrecht]].
Baris 22:
* [[Jeffrey Leiwakabessy]], pesepak bola
* [[Johannes Alvares Manusama]], pemimpin [[Republik Maluku Selatan|RMS]] di pengasingan
* [[Jos Luhukay]], pelatih sepak bola
* [[J.H. Manuhutu]], tokoh RMS
* [[Sharita Sopacua]], mantan Miss Universe Belanda