Sunan Nata Alam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 60:
'''Sunan (Sultan) Soleman Sa'idallah I''' atau '''Sultan Tahmidillah II''' adalah putera tertua [[Sultan Tamjidillah I]]
Sultan Tahmidillah II memiliki sembilan orang, di antaranya tujuh orang dari permaisuri Putri Lawiyah, tiga laki-laki dan empat perempuan, yaitu <ref name="tutur candi">{{id}} Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986</ref>:
# Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah
# [[Ratu Anom Ismail]]
# Pangeran Nata
# Ratu Siti Aermas, menikah dengan Pangeran Abdullah bin Sultan Muhammadillah
# Ratu Kasuma
# Gusti Kanifah
# Gusti .....
 
Baris 75:
 
== Gelar-gelar lain ==
Siasat selanjutnya ialah Nata Alam mengangkat dirinya sebagai Sultan Kerajaan Banjar (1787 – 1801) dengan gelar-gelar :
# Panembahan Kaharuddin Halil-lillah <ref name="pegustian"/>
# Sultan Akamuddin Saidullah (mulai Oktober 1762)<ref name="pegustian"/>
# Abdullah/Amierilmu’minin Abdullah /Ami Ail Mu’minin Abdullah
# Susuhunan Nata Alam<ref name="pegustian"/>/Sunan Nata Alam<ref name="Bandjermasin">{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=PjkyMNXrWlIC&q=Sultan+Adam&dq=Bandjermasin+(Sultanate),+Surat-surat+perdjandjian+antara+Kesultanan+Bandjarmasin+dengan+pemerintahan2+V.O.C.:+Bataafse+Republik,+Ingge|title=Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860|author=Hindia- Belanda|publisher= Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat|year=1965}}</ref>
# Pengeran Wiranata<ref name="tamar">{{id}}Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Jilid 2, Bulan Bintang, 1965</ref>
# Pangeran Nata<ref name="kardiyat">{{id}}A. Kardiyat Wiharyanto; Sejarah Indonesia madya abad XVI-XIX, [[Universitas Sanata Dharma]], 2006</ref>/Pangeran Nata Dilaga<ref name="ahmad"/>
# Sultan Nata Nagara<ref>gelar ketika berumur 20 tahun</ref><ref name="Jacobs">{{en}}{{cite book|first=E. M.|last=Jacobs|coauthors=|url=http://books.google.co.id/books?id=M0EDRPTN7c0C&lpg=PA85&dq=Banjermasin%20Sultan%20Nata%20Nagara&pg=PA85#v=onepage&q=Banjermasin%20Sultan%20Nata%20Nagara&f=false|title=Merchant in Asia: the trade of the Dutch East India Company during the eighteenth century|publisher=CNWS Publications|year=2006|isbn=978-90-5789-109-0}}ISBN [http://books.google.co.id/books?id=M0EDRPTN7c0C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false 90-5789-109-3]</ref>
# Panembahan Batuah<ref name="tamar"/>
# Panembahan Ratu<ref name="gazali">{{id}} M. Gazali Usman, [[Kerajaan Banjar]]: [[Sejarah]] Perkembangan [[Politik]], [[Ekonomi]], [[Perdagangan]] dan Agama Islam, [[Banjarmasin]]: Lambung Mangkurat Press, [[1994]].</ref>
# Panembahan Batu<ref name="gazali"/>/Sultan Batu<ref name="J. Pijnappel Gzn"/>
Baris 94:
Sultan [[Muhammad Aliuddin Aminullah]] meninggalkan putera-putera yang berhak menggantikan kedudukan sebagai [[Sultan]] ketika dia wafat, yaitu Pangeran Abdullah, Pangeran Rahmat dan Pangeran Amir.<ref>{{id}} Abdul Qadir Djaelani, Perang sabil versus perang salib: umat Islam melawan penjajah Kristen Portugis dan Belanda, Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-Munawwarah, 1999
</ref> Anak-anak yang berhak atas tahta ini satu persatu meninggal, Pangeran Abdullah meninggal karena diracun dan dicekik oleh Sultan Tahmidullah II<ref>{{id}} {{cite book|pages=41|url=http://books.google.co.id/books?id=NjBc79jjRx4C&lpg=PA41&dq=Sultan-moeda%20bandjarmasin&pg=PA41#v=onepage&q&f=false|title=Bulan jingga dalam kepala: novel|first=M. Fadjroel|last=Rachman|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2007|isbn=9792228764}}ISBN 9789792228762</ref>, kemudian disusul Pangeran Rahmad dibunuh atas perintah Sultan Tahmidullah II. Sekarang menunggu giliran Pangeran Amir menyadari atas kejadian terhadap saudara-saudaranya, karena itu sebelum terlambat dia meminta diizinkan meninggalkan Kesultanan Banjarmasin dengan alasan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sunan Nata Alam mengizinkan, karena berarti bahwa satu-satunya pewaris tahta sudah tidak berada di tempat lagi. Ternyata Pangeran Amir tidak berangkat menuju [[Mekkah]] untuk menunaikan [[ibadah]] [[haji]] tetapi dia singgah ke [[Kesultanan Pasir|Pasir]] ke tempat pamannya Arung Tarawe. Arung Tarawe menyanggupi memberi bantuan pada Pangeran Amir, untuk menyerang [[Martapura]], untuk merebut tahta dari Pangeran Nata Alam. Perjanjian ini yang menyebabkan peperangan dan sebagai peristiwa yang terburuk bagi Kesultanan Banjarmasin, sebab dalam peperangan perebutan tahta ini bangsa Belanda dan orang-orang [[Bugis]] ikut campur tangan. Dengan demikian peperangan ini melibatkan pertentangan antar suku, yaitu [[suku Banjar]] dan [[suku Bugis]], juga melibatkan orang Belanda sebagai bangsa yang haus daerah, untuk dijadikan tanah [[jajahan]]. Pada tahun [[1785]] Pangeran Amir dengan bantuan Arung Tarawe menyerang Martapura. Pasukannya dengan 3000 orang Bugis dengan kekuatan [[60]] buah perahu berangkat dari [[Pasir]] melalui [[Tanjung Silat]] mendarat di Tabanio, pelabuhan lada terbesar dari Kesultanan Banjarmasin. Di [[Tabanio]] pasukan [[Bugis]] melakukan pembunuhan terhadap rakyat yang tidak berdosa yang tidak mengerti persoalan dan tidak mengerti perebutan tahta, pemusnahan kebun lada, sumber potensial dari perdagangan Kesultanan Banjarmasin dan sumber penghasilan rakyat, menawan rakyat dan selanjutnya dijadikan [[budak]] oleh orang Bugis, hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan suku, suku Bugis dan suku Banjar. Hal ini pula menyebabkan hilangnya simpati rakyat Banjar terhadap Pangeran Amir, sehingga rakyat Banjar tidak ada yang membantu perjuangan Pangeran Amir, suatu siasat yang merugikan Pangeran Amir sendiri. Memang penyerangan Pangeran Amir ini, sebagai realisasi balas dendam akan kematian ayah dan saudara-saudaranya. Penyerangan Pangeran Amir ini menyebabkan Susuhunan Nata Alam membuat kontrak baru dengan [[VOC]] pada tahun [[1787]] untuk menjaga stabilitas kekuasaannya agar tetap berada di tangannya dan garis keturunannya. Hal-hal penting dari [[perjanjian]] itu ada 4 point :<ref name="Bandjermasin"/>
# Sultan menyerahkan daerah kekuasaannya atas [[Kesultanan Pasir|Pasir]], [[Poelau Laoet|Laut Pulo]], [[Tanah Laut|Tabanio]], [[Kabupaten Katingan|Mendawai]], [[Kabupaten Kotawaringin Timur|Sampit]], [[Kabupaten Seruyan|Pembuang]], [[Kerajaan Kotawaringin|Kotawaringin]] pada VOC.
# Kerajaan Banjar adalah [[vazal]] VOC dan Sultan cukup puas dengan ''uang tahunan''
# Pengangkatan [[Sultan Muda]] dan [[Mangkubumi]] harus mendapat persetujuan VOC.
# Kerajaan Banjar, hanyalah diperintah oleh keturunan Sultan Nata Alam.
Susuhunan Nata Alam menyadari bahwa atas serangan Pangeran Amir dengan pasukan Bugis tersebut, dan hanya [[VOC]] yang dapat menyelamatkannya, karena itulah tidak ada pilihan lain bagi Pangeran Nata, bahwa dia harus meminta bantuan VOC untuk mengusir pasukan Bugis tersebut. Pangeran Nata Alam mengatur siasat bahwa bagaimanapun juga Belanda harus dijadikan tameng untuk melindungi kedaulatannya, tetap terikat dengan Kesultanan Banjarmasin tetapi bukan sebagai penguasa.
 
Baris 118:
''wakil Kompeni Kristopel Hopman menyerahkan kepada aku Sultan Soleman Sa’idullah dari pihak mana kompeni Wilanduwi seperti barang yang diberi pinjam yang baka tiada boleh mati agar aku dan aku ampunya zuriat yang mutachirin seperti anakndaku Pangeran Ratu Sultan Soleman dan cucundaku Sultan Adam duduk memerintahkan dan menyelenggarakan kerajaan beserta rakyat…''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Kemenangan diplomasi lainnya adalah bahwa Kesultanan Banjar sebagai kerajaan pinjaman yang kedudukannya setengah jajahan (daerah protektorat), tetapi persetujuan itu menghasilkan keputusan bahwa Kesultanan Banjar menempati kedudukan sebagai kerajaan yang kedudukannya setarap dengan [[Kompeni Belanda]], sebagai kerajaan merdeka. Kedudukan sebagaimana sebuah kerajaan merdeka itu dalam hal penghormatan terhadap wakil Kerajaan Banjar yang akan menghadap [[Gubernur Jenderal]] di [[Batavia]] dengan penghormatan sambutan tembakan meriam, sebagaimana sambutan terhadap negara lainnya. Begitu pula sambutan yang sama diberikan apabila wakil kompeni Belanda yang akan menghadap [[Sultan]] di [[Bumi Kencana]] Kerajaan Banjar. Persetujuan tentang persamaan kedudukan itu terhadap pada pasal 31 :<br />
''Pasal tiga puluh asa. Adapun sebagaimana akan dihormati dengan menembak kepada Paduka Seri Sultan ampunya surat-surat yang dibawa datang di Banjar kepada pitor besar atau di Batavia kepada Paduka Gurnadur Jenderal dan Raden van India maka begitu juga surat-surat yang datang dari Batavia oleh Paduka Gurnadur Jenderal dan Raden van India atau yang dibawa dari pitor besar yang dinegeri Banjar kepada Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan itu hendaklah diberi hormat begitu juga sebagaimana harus dan patut yakni surat-surat yang dari oleh Gurnadur Jenderal dan Raden van India serta dari oleh Yang Maha Mulia paduka Seri Sultan akan dihormati dengan tembak lima belas kali dan surat dari pitor besar dengan tembak tujuh kali adanya…''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Baris 151:
Kompeni Belanda akhirnya tahun [[1797]] mengirim komisaris [[Francois van Boekholtz]] ke Banjarmasin dan membuat kontrak tahun [[1797]] yang sangat memalukan VOC. Akhirnya VOC meninggalkan Banjarmasin. [[Komisaris]] [[Francois van Boekholtz]] mengadakan pembicaraan dengan [[Sultan]], [[Sultan Adam]] dan [[Wazir]] [[Tuan Raden Dipati Anum Ismail]] bertempat di [[istana Bumi Kencana]], [[Martapura]] mengenai masalah yang menyangkut kontrak yang dibuat tahun [[1787]].
 
Kedatangan Boekholtz ini menemui Sultan dan pembesar istana kerajaan karena sebelumnya terdapat beberapa issu yang negatif terhadap perjanjian tahun [[1787]] khususnya pihak Kesultanan Banjar terdapat sikap mengabaikan semua isi perjanjian dan sikap untuk membatalkan semua perjanjian itu. Selama [[sepuluh]] tahun perjanjian itu ternyata Kompeni Belanda tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Kegagalan perjanjian itu menurut penilaian Komisaris [[Francois van Boekholtz]] terdapat pada dua masalah pokok ialah :
# Kegagalan terhadap monopoli perdagangan lada yang sebelumnya diharapkan mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi Kompeni Belanda, dan yang kedua.
# Sikap Sultan yang tidak tulus membalas budi Kompeni Belanda yang telah membantu Kesultanan Banjar untuk menghancurkan serbuan Pangeran Amir dengan pasukan Bugis-Paser.