Lembaga Pemasyarakatan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
{{kegunaanlain|LP}}
[[Berkas:Logo_Lapas.png|thumb|right|Logo Lembaga Pemasyarakatan]]
'''Lembaga Pemasyarakatan''' (disingkat '''Lapas''') adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap [[narapidana]] dan [[anak didik pemasyarakatan]] di [[Indonesia]]. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah [[penjara]].
 
Lembaga Pemasyarakatan merupakan [[Unit Pelaksana Teknis]] di bawah [[Direktorat Jenderal Pemasyarakatan]] [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia|Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]] (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa [[narapidana]] (napi) atau [[Warga Binaan Pemasyarakatan]] (WBP) bisa juga yang statusnya masih [[tahanan]], maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh [[hakim]]. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut [[Petugas Pemasyarakatan]], atau dahulu lebih dikenal dengan istilah [[sipir]] penjara.
 
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman [[Sahardjo]] pada tahun [[1962]]. Ia menyatakan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun [[2005]], jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran [[narkoba]] di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya kelebihan kapasitas pada tingkat hunian Lapas.
 
== Kritik ==
Lembaga Pemasyarakatan mendapat kritik atas perlakuan terhadap para narapidana. Pada tahun [[2006]], hampir 10% di antaranya meninggal dalam lapas. Sebagian besar napi yang meninggal karena telah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah karena kurangnya perawatan, rendahnya [[gizi]] makanan, serta buruknya [[sanitasi]] dalam lingkungan penjara. Lapas juga disorot menghadapi persoalan beredarnya obat-obatan terlarang di kalangan napi dan tahanan, serta kelebihan penghuni.
 
Namun kebalikan dari hal tersebut di atas, pada awal tahun 2010 terkuak kasus narapidana bernama [[Artalyta Suryani]] yang menjalani masa hukumannya di Blok Anggrek [[Rutan Pondok Bambu]], [[Jakarta]] yang memiliki ruang [[karaoke]] pribadi dalam sel kurungannya berikut fasilitas [[pendingin udara]] (AC) dan dilengkapi [[kulkas]] beserta 1 set [[komputer]] jaringan guna memudahkan aktivitasnya mengontrol kegiatannya di luar rutan melalui [[internet]]<ref>[http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/15/hotel-arthalita-sudah-betul-itu/ Hotel Arthalita]</ref>