Badan usaha milik negara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 58:
* Pegawainya berstatus [[pegawai]] swasta
 
Dalam menjalankan kegiatannya, BUMN selalu melakukan RUPS sebagai wadah pertemuan petinggi perusahaan untuk membahas berbagai langkah-langkah yang akan dilakukan perusahaan kedepannya. RUPS mempertemukan posisi penting dalam perseroan seperti, Direksi dan Komisaris. RUPS juga memungkinkan terjadinya pergantian komisaris dan direksi. Komisaris adalah posisi jabatan yang berfungsi untuk melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap para direksi yang menjabat dalam perseroan tersebut dan melaporkan hasil evaluasinya dalam RUPS. Sementara itu, direksi adalah posisi jabatan yang berfungsi untuk mengeksekusi kegiatan usaha perseroan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 
Berkembangnya perseroan BUMN dalam menjalankan usahanya untuk tetap hadir di pasar, ditambah lagi dengan makin meningkatnya persaingan yang makin sengit, membuat keterbukaan menjadi reputasi yang merefleksikan tolak ukur usaha perseroan. Akhirnya perseroan mulai memutuskan untuk melakukan IPO atau sering disebut sebagai Penawaran Saham Perdana Publik (PSPP) untuk mendorong perseroan mengelola kegiatan usahanya secara transparan, akuntabel dan kredibel dengan tata kelola yang layak dengan melepas sebagian kepemilikan perseroan kepada publik lewat bursa saham. Perseroan yang telah melakukan PSPP adalah perusahaan yang secara finansial dan tata kelola siap dan mampu untuk mengelola dan mengusahakan kegiatan didalam perseroan secara efektif, efisien dan kompetitif.
 
Secara hukum, ketentuan perseroan untuk melepas sebagian kepemilikan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, terdapat beberapa pengecualian bagi beberapa perseroan yang struktur kepemilikannya tidak bisa diubah, seperti:
Baris 75:
* Mempunyai kekayaan sendiri dan bergerak di perusahaan swasta. Artinya, perusahaan umum (PERUM) bebas membuat kontrak kerja dengan semua pihak.
* Dikelola dengan modal pemerintah yang terpisah dari kekayaan negara.
* Pekerjanya adalah pegawai perusahaan swasta.
* Memupuk keuntungan untuk mengisi kas negara.
* [[Modal]]nya dapat berupa [[saham]] atau [[obligasi]] bagi perusahaan yang ''go public''
Baris 89:
=== Isu terkait BUMN di Indonesia ===
{{pemastian}}
Sejak pendiriannya di Indonesia, BUMN juga kerap menjadi sasaran isu dari berbagai pihak. Dari KKN, dalih kesejahteraan dan nasionalisme hingga benteng kapitalisme. Isu mulai menerpa BUMN secara signifikan pada jaman orde baru, BUMN kerap menjadi sasaran "sapi perah", bagi oknum birokrat dan pejabat partai. Otomatis, direksi BUMN yang menjabat tentu tidak bisa bekerja dengan tenang dengan banyaknya kepentingan yang ingin memanfaatkan keadaan tersebut. Bagaimana tidak, mereka bekerja dibawah tekanan yang sangat tinggi, dimana mereka sekali tidak menuruti permintaan sang oknum, dari diturunkan jabatan hingga, penghilangan anggota keluarga menjadi taruhan. Hal ini terbukti benarnya, ketika Direktur Utama [[Garuda Indonesia]], [[Wiweko Soepono]] yang dikenal sebagai tokoh yang sangat otoriter, namun reformis dengan membawa garuda sebagai maskapai yang paling berpengaruh di belahan bumi selatan dan menciptakan sistem pesawat berkokpit dua pilot, malah diberhentikan dengan tidak hormat hanya karena tidak mau menerima proposal usaha dari salah satu pejabat tinggi negara.
 
Tidak hanya berhenti disitu saja, turunnya performa ekonomi Indonesia pada masa reformasi mendorong Pemerintah untuk mengharuskan BUMN melakukan program restrukturisasi secara besar-besaran, salah satunya adalah privatisasi. Akhirnya, muncul isu nasionalisme dan kesejahteraan yang menjadi alasan kuat dibalik penolakkan masyarakat terkait privatisasi. Kebanyakan, para pendukung dari pendapat ini membenarkan pernyataan bahwa setiap objek usaha yang dikerjakan dan diperdagangkan dalam kegiatan usaha BUMN merupakan milik negara yang secara tidak langsung dimiliki rakyat. Namun, tanpa disadari oleh para pendukung itu sendiri, isu ini justru dijadikan tameng dan beking terselubung bagi para oknum pejabat tinggi negara dan pengusaha yang menolak privatisasi demi melindungi keuntungannya, sekaligus sebagai ajang pembodohan untuk masyarakat untuk mempercayai isu tersebut dengan dibumbui isu-isu yang tidak rasional, berlogika dan berdata, bahkan menjatuhkan BUMN itu sendiri. Otomatis, hal seperti inilah yang justru perlu diperhatikan oleh masyarakat, yaitu bukan siapa yang menguasai,bukan siapa yang mendapat untung, tetapi siapa yang memanfaatkan keadaan tersebut.