Sri Tanjung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 6:
Asal mula atau siapakah pencipta kisah ini tidak diketahui, namun diduga kisah ini berasal dari [[Banyuwangi]], [[Jawa Timur]], karena terkait dengan [[legenda]] asal mula nama kota Banyuwangi. Kisah ini diperkirakan berasal dari zaman awal kerajaan [[Majapahit]] sekitar awal abad ke-13 Masehi. Pendapat ini didasarkan atas bukti arkeologi, bahwa selain dalam bentuk tembang, kisah Sri Tanjung juga diabadikan dalam bentuk bas-relief yang terukir di dinding [[Candi Panataran]], [[Gapura Bajang Ratu]], [[Candi Surawana]] dan [[Candi Jabung]].
 
== Cerita ==
Ceritanya adalah sebagai berikut.<ref>{{cite web |url=http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2002/8/10/bd2.htm |title=Candi Penataran, Tri Bhuwana Tungga Dewi dan Megawati |author= |date=10 August 2002 |work= |publisher=Bali Post |accessdate=6 May 2012}}</ref> Kisah diawali dengan menceritakan tentang seorang [[ksatria]] yang tampan dan gagah perkasa bernama Raden Sidapaksa yang merupakan keturunan keluarga [[Pandawa]]. Ia mengabdi kepada Raja Sulakrama yang berkuasa di Negeri Sindurejo. Sidapaksa diutus mencari obat oleh raja kepada kakeknya Bhagawan Tamba Petra yang bertapa di pegunungan. Di sana ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat ayu bernama Sri Tanjung. Sri Tanjung bukanlah gadis biasa, karena ibunya adalah [[bidadari]] yang turun ke bumi dan diperistri seorang manusia. Karena itulah Sri Tanjung memiliki paras yang luar biasa cantik jelita. Raden Sidapaksa jatuh hati dan menjalin cinta dengan Sri Tanjung yang kemudian dinikahinya. Setelah menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Kerajaan Sindurejo. Raja Sulakrama diam-diam terpesona dan tergila-gila akan kecantikan Sri Tanjung. Sang Raja menyimpan hasrat untuk merebut Sri Tanjung dari tangan suaminya, sehingga ia mencari siasat agar dapat memisahkan Sri Tanjung dari Sidapaksa.
 
Lantas Sidapaksa diutus oleh Raja Sulakrama pergi ke [[Swargaloka]] dengan membawa surat yang isinya ''"Pembawa surat ini akan menyerang Swargaloka"''. Atas bantuan Sri Tanjung yang menerima warisan selendang ajaib peninggalan ibunya dari ayahnya, Raden Sudamala, Sidapaksa dapat terbang ke Swargaloka. Setibanya di Swargaloka, Sidapaksa yang tidak mengetahui apa isi surat itu menyerahkan surat itu kepada para dewa. Akibatnya dia dihajar dan dipukuli oleh para dewa. Namun akhirnya, dengan menyebut leluhurnya adalah Pandawa, maka jelaslah kesalahpahaman itu. Raden Sidapaksa kemudian dibebaskan dan diberi berkah oleh para dewa.
 
Sementara itu di bumi, sepeninggal Sidapaksa, Sri Tanjung digoda oleh Raja Sulakrama. Sri Tanjung menolak, namun Sulakrama memaksa, memeluk Sri Tanjung, dan hendak memperkosanya. Mendadak datang Sidapaksa yang menyaksikan istrinya berpelukan dengan sang Raja. Raja Sulakrama yang jahat dan licik, malah balik memfitnah Sri Tanjung dengan menuduhnya sebagai wanita sundal penggoda yang mengajaknya untuk berbuat [[zina]]. Sidapaksa termakan hasutan sang Raja dan mengira istrinya telah berselingkuh, sehingga ia terbakar amarah dan kecemburuan. Sri Tanjung memohon kepada suaminya agar percaya bahwa ia tak berdosa dan selalu setia. Dengan penuh kesedihan Sri Tanjung bersumpah apabila dirinya sampai dibunuh, jika yang keluar bukan darah, melainkan air yang harum, maka itu merupakan bukti bahwa dia tak bersalah. Akhirnya dengan garang Sidapaksa yang sudah gelap mata menikam Sri Tanjung dengan [[keris]] hingga tewas. Maka keajaiban pun terjadi, benarlah persumpahan Sri Tanjung, dari luka tikaman yang mengalir bukan darah segar melainkan air yang beraroma wangi harum semerbak. Raden Sidapaksa menyadari kekeliruannya dan menyesali perbuatannya. Sementara sukma Sri Tanjung terbang ke Swargaloka dan bertemu Dewi [[Durga]]. Setelah mengetahui kisah ketidakadilan yang menimpa Sri Tanjung, Sri Tanjung dihidupkan kembali oleh Dewi Durga dan para dewa. Sri Tanjung pun dipersatukan kembali dengan suaminya. Para dewa memerintahkan Sidapaksa untuk menghukum kejahatan Raja Sulakrama. Ia pun membalas dendam dan berhasil membunuh Raja Sulakrama dalam suatu peperangan. Konon air yang harum mewangi itu menjadi asal mula nama tempat tersebut. Maka sampai sekarang ibukota kerajaan [[Blambangan]] dinamakan [[Banyuwangi]] yang bermakna "air yang wangi".