Pengadilan Tinggi Agama Palu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k →‎Sejarah: ejaan, replaced: Propinsi → Provinsi (6)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Baris 27:
[[Peradilan Agama]] dalam bentuk yang kita kenal dewasa ini, sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan, bahkan sebelum itu, jika pada masa kejayaan kerajaan [[Islam]] di nusantara lembaga peradilan agama timbul bersama dengan perkembangan kelompok-kelompok masyarakat [[Islam]] dikala itu dan kemudian memperoleh bentuk yang nyata dalam tata kehidupan masyarakat pada kerajaan-kerajaan [[Islam]] di Nusantara, termasuk pula di daerah Sulawesi Tengah lembaga ke [[Qodhian]] sudah dikenal oleh masyarakat Islam, yang pejabatnya diangkat oleh Kepala Swapraja (Residen) dengan tugas mengatur/menerus dan menyelesaikan masalah-masalah menurut hukum islam, khususnya yang bertalian dengan pelaksanaan [[syariat Islam]] di bidang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk, serta penyelesaian sengketa kewarisan umat [[Islam]].
 
Keberadaan [[Peradilan Agama]] mengalami perkembangan pasang surut dan jika perkembangan tersebut dikaitkan dengan proses pertumbuhan dan keadaan Negara kita, maka kita akan mendapati proses perkembangan itu dimulai pada zaman Belanda yang memberi aturan secara formal. Walaupun pada awalnya hanya untuk daerah [[Jawa]] dan [[Madura]] saja, tapitetapi cukup memberikan landasan bagi terbentuknya lembaga peradilan agama pasal 134 ayat 1 I.S. berbunyi “Akan tetapi sekadar tidak diatur secara lain lagi dengan ordonansi, maka perkara hukum sipil sesama orang-orang Islam haruslah diperiksa oleh Hakim Agama, apabila hukum adat bagi mereka itu menghendakinya.
 
Pasal ini memberikan wewenang kepada Raad Agama untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara orang yang beragama Islam dengan hukum Islam. Ketentuan ini memungkinkan pula satu titik permulaan untuk menentukan dasar hukum peradilan agama.
Baris 37:
Khusus untuk Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Utara dan Tengah di Manado secara resmi terbentuk pada tanggal 1 Februari 1984 ditandai dengan pelantikan KH. Abd. Kadir Abraham sebagai Ketua yang pertama sekaligus serah terima wilayah hukum dari Ketua Pengadilan Tinggi Agama Ujung Pandang pada waktu itu KH. M. Saleh Thaha kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Utara/Tengah KH. Abd. Kadir Abraham. Dengan sepuluh Pengadilan Agama diwilayahnya sebagai peradilan tingkat pertama, termasuk pengadilan agama dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.
 
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasal 4 Nomor 7 Tahun 1989 yang menghendaki adanya lembaga peradilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) di setiap Ibu Kota Provinsi, Volume Perkara yang semakin meningkat, prosedur yang cepat, sederhana, biaya ringan, pengawasan dan pembinaan, peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja peradilan agama, pelayanan dan pembinaan kepegawaian serta memenuhi aspirasi masyarakat Sulawesi Tengah melalui Pemerintah Daerah telah mengajukan permohonan kepada Menteri Agama Republik Indonesia melalui surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah tanggal 6 Februari 1993 Nomor 061.i/0651/RO.BINSOS, yang mengusulkan pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tengah di Palu. maka lahirlah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1995 tanggal 27 April 1995, tentang pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tengah di Palu tapitetapi masih memerlukan aturan pelaksanaan lebih lanjut dalam rangka operasional. Untuk maksud tersebut, diterbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 434 tahun 1995 tanggal 12 September 1995 setelah mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan surat Nomor B-1024/i/1995, dalam Keputusan Menteri Agama tersebut ditetapkan kedudukan, tugas dan fungsi kesekretariatan Pengadilan Tinggi Agama Palu diatur sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 303 Tahun 1990 Bab II Pasal 13-14 dan pasal 15. sedangkan mengenai susunan organisasi dan tata kerja kesekretariatan Pengadilan Tinggi Agama di Palu diatur sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 303 Tahun 1990 Bab II Pasal 16 dan Pasal 17 bab III pasal 18 sampai dengan pasal 24.
 
Selain masalah kesekretariatan sebagaiman tersebut diatas, maka masalah kepaniteraan juga sudah diatur dalam Keputusan Mahkamah Agung RI tanggal 24 Februari 1992 Nomor KMA/004/SK/II/1992, tentang organisasi dan tata kerja kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, yang berlaku untuk semua.