Nambi: Perbedaan antara revisi

Perdana Menteri Majapahit
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Mpu Nambi''' adalah pemegang jabatan patih pertama dalam sejarah Majapahit. Ia gugur sebagai korban fitnah pada tahun 1316. Kisah kematiannya disinggung dalam kita...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 26 Januari 2008 09.39

Mpu Nambi adalah pemegang jabatan patih pertama dalam sejarah Majapahit. Ia gugur sebagai korban fitnah pada tahun 1316. Kisah kematiannya disinggung dalam kitab Nagarakretagama dan Pararaton, serta diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.

Pengangkatan Nambi sebagai patih Majapahit tahun 1293 ditentang Ranggalawe bupati Tuban karena dinilai kurang berjasa dalam perjuangan. Nambi disertai Sora dan Kebo Anabrang berangkat menumpas Ranggalawe tahun 1295. Ranggalawe tewas di tangan Kebo Anabrang, namun Kebo Anabrang kemudian mati dibunuh dari belakang oleh Sora yang merupakan paman Ranggalawe.

Tokoh yang menghasut Ranggalawe supaya memberontak adalah Mahapati. Pada tahun 1300 ia mengadu domba Nambi dengan Sora. Saat itu Sora baru saja dijatuhi hukuman buang karena pembunuhan Kebo Anabrang. Sora datang ke istana meminta hukuman mati dari pada hukuman buang. Mahapati menghasut Nambi dengan mengatakan kalau Sora datang untuk membuat onar karena tidak puas dengan keputusan raja. Maka ketika Sora dan teman-temannya datang, mereka langsung dikeroyok sampai mati oleh para prajurit Majapahit yang dipimpin Nambi.

Raden Wijaya meninggal tahun 1309. Ia digantikan putranya yang bernama Jayanagara sebagai raja kedua Majapahit.

Mahapati berambisi menjadi patih. Ia berhasil menyingkirkan Nambi pada tahun 1316. Jayanagara dengan Nambi sering diadu domba sehingga timbul ketegangan antara keduanya. Saat itu datang berita dari Lumajang bahwa ayah Nambi sakit keras. Mahapati menyarankan agar Nambi mengambil cuti. Nambi setuju. Ia pun pulang ke Lumajang menjenguk ayahnya.

Sesampai di Lumajang Nambi menjumpai ayahnya telah meninggal dunia. Mahapati datang melayat menyampaikan ucapan duka cita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota.

Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi menolak kembali ke ibu kota dan sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara termakan hasutan. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk menumpas Nambi.

Nambi tidak menduga kalau akan dikhianati Mahapati. Ia pun membangun benteng pertahanan di Gending dan Pejarakan. Namun keduanya dapat dihancurkan pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi pun tewas pula dalam peperangan itu.

Pararaton yang menyinggung singkat peristiwa di atas menyebutkan kalau Nambi adalah putra Aria Wiraraja. Namun dalam Kidung Ranggalawe dan Kidung Sorandaka disebutkan kalau Aria Wiraraja adalah ayah Ranggalawe. Kidung Sorandaka sendiri menyebutkan nama ayah Nambi adalah Pranaraja.

Menurut analisis Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Sejarah Nagarakretagama bahwa Pranaraja bukan nama orang, melainkan nama jabatan. Pada prasasti Kudadu tahun 1294 dan prasasti Penanggungan 1296 dijumpai jabatan rakryan pasangguhan pranaraja yang dipegang oleh Mpu Sina. Slamet Muljana menyimpulkan kalau Mpu Sina adalah ayah Mpu Nambi.

Adapun Aria Wiraraja adalah ayah Ranggalawe karena nama keduanya hanya dijumpai prasasti Kudadu. Hal ini membuktikan kalau setelah kematian Ranggalawe tahun 1295, Aria Wiraraja merasa kecewa dan mengundurkan diri dari daftar pejabat Majapahit. Ia kemudian mendapatkan setengah wilayah Majapahit sesuai janji Raden Wijaya semasa perjuangan. Sejak tahun 1295 Aria Wiraraja menjadi penguasa Majapahit Timur yang beribu kota di Lumajang.

Tidak diketahui apakah Aria Wiraraja masih hidup pada peristiwa 1316. Kemungkinan besar penggantinya mendukung pemberontakan Nambi dan ikut terbunuh di dalamnya, karena sejak saat itu wilayah Majapahit Timur kembali bersatu dengan Majapahit Barat yang beribu kota di Trowulan.