Sejarah Indonesia (1965–1966): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes, replaced: personil → personel (5), hirarki → hierarki, jendral → jenderal
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: dekrit → dekret using AWB
Baris 99:
Sementara itu, Soeharto dan sekutunya terus membersihkan lembaga-lembaga negara dari loyalis Soekarno. Kesatuan pengawal istana, [[Resimen Tjakrabirawa]] dibubarkan, dan setelah demonstrasi mahasiswa selanjutnya di depan gedung legislatif pada tanggal [[2 Mei]], pimpinan [[Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong]] (DPR-GR) digantikan dan anggota legislatif yang Soekarnois dan pro-komunis diskors dari DPR-GR dan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]] (MPRS), badan pembuatan hukum tertinggi. Pengganti mereka yang Pro-Soeharto kemudian diangkat.<ref name="RICKLEFS"/><ref name="HUGHES"/>
 
Sebuah sidang MPRS dijadwalkan untuk dibuka [[12 Mei]], tapi akhirnya dimulai pada tanggal [[20 Juni]] dan berlanjut sampai dengan [[5 Juli]]. Salah satu tindakan pertamanya adalah menunjuk Jenderal [[Abdul Haris Nasution|Nasution]] sebagai ketua. Sidang ini kemudian mulai membongkar aparatur negara yang telah dibangun Soekarno di sekitar dirinya. Sidang ini mengeluarkan beberapa keputusan, salah satunya adalah ratifikasi [[Supersemar]], sehingga pencabutannya hampir mustahil. Sidang ini juga meratifikasi pelarangan PKI dan ajaran ideologi [[Marxisme]], menginstruksikan Soeharto untuk membentuk kabinet baru, memanggil Soekarno untuk memberikan penjelasan atas situasi ekonomi dan politik di Indonesia dan menanggalkannya dari gelar "presiden seumur hidup". Sidang ini juga mengeluarkan sebuah dekritdekret yang menyatakan bahwa jika presiden (Soekarno) tidak mampu melaksanakan tugasnya, pemegang Supersemar akan menjabat sebagai presiden.<ref name="HUGHES"/><ref name="SEKNEG_2"/>
 
Kabinet baru yang diumumkan oleh Soekarno pada tanggal [[20 Juni]], dipimpin oleh presidium lima orang yang dipimpin oleh Soeharto, dan termasuk Adam Malik dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pengumuman ini kembali mencakup pemberhentian para loyalis Soekarno lebih lanjut.