Soedharmono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-karir +karier); perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: dekrit → dekret using AWB
Baris 65:
 
=== Masa Orde Baru ===
Dalam zaman Orba, kariernya menanjak. Pada Oktober 1965, Soeharto diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat dan bergabung dengan KOTI sebagai Kepala Staf. Soeharto menjalin hubungan dengan Sudharmono pada saat masa-masa tegang dalam sejarah Indonesia. Dengan hal ini jelaslah bahwa Sudharmono mendapatkan kepercayaan Soeharto. Pada 11 Maret 1966, ketika Soeharto [[Supersemar|menerima Supersemar]] dari Soekarno, Sudharmonolah yang menyalin salinan surat yang akan didistribusikan kepada Perwira Militer lainnya. Keesokan harinya, pada tanggal 12 Maret tahun 1966, Sudharmono juga ikut untuk menulis dekritdekret pelarangan PKI.
 
Dengan naiknya Soeharto ke kekuasaan, KOTI dibubarkan tapi keterampilan administrasi Sudharmono dan kepercayaan dari Soeharto memastikan kedudukannya dalam pemerintahan Soeharto. Ketika Soeharto menjadi presiden pada tahun 1968, Sudharmono menjadi [[Sekretaris Kabinet]] serta [[Ketua Dewan Stabilitas Ekonomi]]. Pada tahun 1970, Sudharmono dipindahkan dari posisi Sekretaris Kabinet menjadi [[Sekretaris Negara]], posisi yang memungkinkan ia untuk membantu Soeharto. Selain menjadi Mensesneg, Sudharmono juga menggantikan menteri lain secara sementara ketika mereka tidak dapat melaksanakan tugasnya seperti menjadi Menteri Penerangan dan Menteri Dalam Negeri serta membantu untuk membuat pidato pertanggungjawaban Soeharto sebelum [[Sidang Umum]] MPR. Pada tahun 1980, posisi Sudharmono sebagai Sekretaris Negara menerima dorongan signifikan melalui Keputusan Presiden yang memberikan Sekretaris Negara kekuatan untuk mengawasi pembelian pemerintah melebihi 500 juta rupiah.
Baris 72:
Pada tahun 1980, Sudharmono telah membuktikan kesetiaannya kepada Soeharto dan juga menunjukkan bahwa ia tidak memiliki suatu ambisi. Pada Munas Golkar III (1983), dengan dukungan Soeharto, Sudharmono terpilih sebagai Ketua Golkar.
 
Sebagai Ketua, Sudharmono banyak melakukan inspeksi keliling cabang Golkar di daerah. Sudharmono juga menggerakan anggota Golkar untuk mendapatkan lebih banyak pemilih Golkar, hasilnya suara Golkar meningkat dari 64% menjadi 72% pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1987|Pemilu 1987]].
 
=== Sebagai Wakil Presiden ===
Baris 80:
Kemungkinan Sudharmono menjadi Wakil Presiden tidak disenangi banyak orang di [[ABRI]]. Meskipun Sudharmono sendiri seorang tentara dan telah mengakhiri kariernya dengan pangkat [[Letnan Jenderal]], ia telah menghabiskan sebagian besar kariernya di ''belakang meja'' bukannya memimpin pasukan. Hal ini membuat dirinya dipandang rendah oleh ABRI. Soeharto menyadari hal ini dan sebelum ABRI bisa melakukan apa saja, Panglima ABRI [[Benny Moerdani]] diganti dengan [[Try Sutrisno]]. Langkah ini menghalangi ABRI karena Moerdani lebih kuat saat tidak menyetujui presiden sementara Try akan lebih pasif.
 
Sudharmono sendiri dijagokan partai Golkar unsur sipil (jalur G) dan birokrat (jalur B). Sementara Jenderal TNI [[Try Sutrisno]] yang menjabat [[Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]] (Pangab), dijagokan oleh Partai Golkar unsur militer (jalur A) yang dimotori [[Menkopolkam]] LB [[Moerdani]]. Masing-masing kubu punya kepentingan dalam kancah politik nasional. Puncaknya adalah ketika Sudharmono dituduh terlibat [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Tuduhan itu ditepis dengan adanya penunjukan Sudharmono untuk menjabat sebagai Wakil Presiden oleh Soeharto<ref name="profil.merdeka.com">http://profil.merdeka.com/indonesia/s/sudharmono/</ref>.
 
Pada Sidang Umum MPR Maret 1988, kontroversi terus mewarnai nominasi Sudharmono sebagai Wakil Presiden. Ketua [[Partai Persatuan Pembangunan]], [[Jaelani Naro]] mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden. Kemudian [[Brigadir Jenderal]] [[Ibrahim Saleh]] menginterupsi sidang. Dia mengucapka pidato yang tidak jelas. Intinya, tidak setuju calon wakil presiden yang sudah diproses. Naro baru mundur pada detik-detik akhir pemilihan, setelah dilobi oleh Awaloedin Djamin.<ref>https://phoenixblood.wordpress.com/2007/06/25/moerdani-vs-sudharmono/</ref> Kemudian [[Sarwo Edhie Wibowo]], seorang jenderal yang telah membantu Soeharto mendapatkan kekuasaan di pertengahan 60-an mengundurkan diri dari MPR dan [[Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR) sebagai protes.
Baris 88:
==== Jabatan Wakil Presiden ====
[[Berkas:Sudharmono and Try Sutrisno.jpg|thumb|250px|Sudharmono dan Wapres terpilih Try Sutrisno pada Sidang Umum MPR 1993.]]
Sebagai Wakil Presiden, Sudharmono sangat aktif. Ia memulai kunjungan ke provinsi RI serta ke Departemen, Kantor Negara dan Lembaga Departemen Non Pemerintah, dan membentuk Tromol Pos 5000<ref>http:// name="profil.merdeka.com"/indonesia/s/sudharmono/</ref>, tempat di mana orang-orang dapat mengirim saran dan keluhan dan pemerintah mereka. Sudharmono yang merupakan spesialis dalam memberikan bantuan administratif, juga diberi tugas oleh Soeharto untuk mengawasi birokrasi pemerintah.
 
Namun ABRI tetap menunjukkan ketidaksenangan mereka pada pemilihan Sudharmono sebagai Wakil Presiden. Di Munas Golkar (Oktober 1988), ABRI membalas dendam mereka kepada Sudharmono ketika mereka menjaga pemilihan Wahono sebagai Ketua Golkar. Anggota ABRI juga bertanggung jawab untuk [[kampanye]] kotor yang menuduh Sudharmono sebagai seorang [[komunis]]. Akhirnya pada Maret 1993 untuk mencegah harus berurusan dengan Wakil Presiden, Try Sutrisno segera dicalonkan oleh ABRI sebagai Wakil Presiden tanpa menunggu Soeharto untuk membuat pilihannya.