Suku Bugis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
Baris 116:
== Sejarah ==
=== Awal mula ===
LETTOMI ERAN DI LANGI TALLANGMI LONDONGNA LURA
(Patahlah tangga ke langit Tenggelamlah kerajaan Bambapuang di Lura).
Pada umumnya kerajaan di Sulawesi-Selatan mengenal istilah TOMANURUNG
di mana pada Lontara di Endekan Massenrempulu Tomanurung di Bambapuang yang
memerintah dan bersemayam di puncak Gunung Bambapuang dimana pada zaman itu/
zaman prasejarah gunung Bambapuang merupakan gunung tertinggi di Sulawesi
Selatan
Di atas Puncak Gunung Bambapuang oleh Dewata telah menurunkan 3 orang
Tomanurung yang utus kebumi dan berkembang menjadi keluarga besar.
Ketiga Tomanurung tersebut masing-masing Tomanurung Wellangdilangi,
Tomanurung Tomborilangi dan Tomanurung Embongbulan. (wanita)
Bahwa umur manusia pada zaman itu rata-rata dapat mencapai sampai seribu
tahun, maka ketiga Tomanurung tersebut setelah Dewasa mereka mempunyai rencana
untuk hidup mandiri.
Pada suatu Hari ketiganya meminta kepada dewata agar mereka dapat
meninggalkan Puncak gunung Bambapuang dan sekaligus meminta diberi bekal
kehidupan di dunia dan oleh dewata ditetapkan sebagai berikut :
1. Tomanurung Wellangdilangi tetap tinggal di puncak gunung Bambapuang dan
kepadanya diberikan bekal untuk hidup di dunia berupa makanan yang cepat basi
(padi). Tomanurung Wellangdilangi kawin dengan Maccirangka dan keluarga inilah
yang turun temurun dan merupakan turunan keluarga raja-raja dari Bugis Makassar
dan Mandar.
2. Tomanurung Tomborilangi diberi kesempatan boleh meninggalkan puncak Gunung
Bambapuang dan memilih menuju ke negeri Matarikallo/Tana Toraja disana kawin
Dengan Sondabilik yang telah menjadi keturunan raja-raja di Matarikkallo/Tana Toraja/
Puang Makale.
3. Tomanurung Embongbulan/wanita diberi kesempatan meninggalkan puncak gunung
Bambapuang dan memilih menyeberangi lautan dan menuju ke Kaluppini di sana
kawin dengan Pallipada dan inilah menjadi turunan Sawerigading dan raja-raja di
Luwuk (Palopo). Dijelaskan bahwa pada zaman tersebut di kaki gunung Bambapuang/
kampung mendatte adalah masih merupakan pantai yang berseberangan dengan
Kaluppini. Mengingat Tomanurung Embongbulan seorang Putri maka oleh Dewata
diberi bekal makanan yang tidak basi/Tabaro (terdapat di Luwu) dan diberi
pula bekal untuk pembelaan diri sebagai ahli ilmu sihir.
Adapun Tomanurung Wellangdilangi yang menetap dipuncak gunung Bambapuang
kawin dengan Maccirakkang anak-anak mereka dapat kawin-kawin bersaudara dan ini
berlagsung sampai generasi ketujuh.
Setelah generasi ke tujuh inilah mereka telah berkembang menjadi keluarga besar
maka oleh Dewata diberikan ketentuan sebgai berikut :
1. Tidak diperkenankan lagi kawin bersaudara tetapi boleh kawin dengan sepupu-
sepupu sekali.
2. Apabila terjadi pelanggaran tersebut maka akan terjadi musibah dan gunung
Bambapuang akan tumbang.
3. Kelak dimana puncak Bambapuang tumbang maka rakyat disana akan
tetap memegang Aluktojolo serta mereka menjadikan negeri kaya, ternyata puncak
gunung Bambapuang tumbang persis sampai di negeri Matarikallo/Tana Toraja
Dewata ini dikenal dengan SUMPAH. ENDEKAN TANA DIGALLA TANA
DIKABUSUNGGI artinya siapa saja rakyat dan apabila melanggar sumpah tersebut
maka ia akan takut,bingung dan gelisah di dalam menghadapi masa depan.
Alkisah pada generasi ketujuh ini terjadi percintaan antara seorang putri raja
Dileluwa dengan seorang putra raja Dimendatte/daerah pinggiran pantai pada waktu itu.
Percintaan mereka sangat erat sekali sehingga kasih sayang mereka ini dijabarkan
dalam syair rakyat pada waktu itu sebagai berikut :
=== Perkembangan ===
|