Suku Bugis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 116:
== Sejarah ==
=== Awal mula ===
LETTOMI ERAN DI LANGI TALLANGMI LONDONGNA LURA
[[Bugis]] adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku [[Melayu Deutero]]. Masuk ke [[Nusantara]] setelah gelombang migrasi pertama dari daratan [[Asia]] tepatnya Yunan.
 
Kata "Bugis" berasal dari kata ''To Ugi'', yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, [[Kabupaten Wajo]] saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk [[La Galigo]] yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat [[Luwuk, Banggai|Luwuk]], Kaili, [[Gorontalo]] dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti [[Buton]].
(Patahlah tangga ke langit Tenggelamlah kerajaan Bambapuang di Lura).
 
Pada umumnya kerajaan di Sulawesi-Selatan mengenal istilah TOMANURUNG
 
di mana pada Lontara di Endekan Massenrempulu Tomanurung di Bambapuang yang
 
memerintah dan bersemayam di puncak Gunung Bambapuang dimana pada zaman itu/
 
zaman prasejarah gunung Bambapuang merupakan gunung tertinggi di Sulawesi
 
Selatan
 
 
Di atas Puncak Gunung Bambapuang oleh Dewata telah menurunkan 3 orang
 
Tomanurung yang utus kebumi dan berkembang menjadi keluarga besar.
 
 
Ketiga Tomanurung tersebut masing-masing Tomanurung Wellangdilangi,
 
Tomanurung Tomborilangi dan Tomanurung Embongbulan. (wanita)
 
 
Bahwa umur manusia pada zaman itu rata-rata dapat mencapai sampai seribu
 
tahun, maka ketiga Tomanurung tersebut setelah Dewasa mereka mempunyai rencana
 
untuk hidup mandiri.
 
 
Pada suatu Hari ketiganya meminta kepada dewata agar mereka dapat
 
meninggalkan Puncak gunung Bambapuang dan sekaligus meminta diberi bekal
 
kehidupan di dunia dan oleh dewata ditetapkan sebagai berikut :
 
 
1. Tomanurung Wellangdilangi tetap tinggal di puncak gunung Bambapuang dan
 
kepadanya diberikan bekal untuk hidup di dunia berupa makanan yang cepat basi
 
(padi). Tomanurung Wellangdilangi kawin dengan Maccirangka dan keluarga inilah
 
yang turun temurun dan merupakan turunan keluarga raja-raja dari Bugis Makassar
 
dan Mandar.
 
 
2. Tomanurung Tomborilangi diberi kesempatan boleh meninggalkan puncak Gunung
 
Bambapuang dan memilih menuju ke negeri Matarikallo/Tana Toraja disana kawin
 
Dengan Sondabilik yang telah menjadi keturunan raja-raja di Matarikkallo/Tana Toraja/
 
Puang Makale.
 
 
3. Tomanurung Embongbulan/wanita diberi kesempatan meninggalkan puncak gunung
 
Bambapuang dan memilih menyeberangi lautan dan menuju ke Kaluppini di sana
 
kawin dengan Pallipada dan inilah menjadi turunan Sawerigading dan raja-raja di
 
Luwuk (Palopo). Dijelaskan bahwa pada zaman tersebut di kaki gunung Bambapuang/
 
kampung mendatte adalah masih merupakan pantai yang berseberangan dengan
 
Kaluppini. Mengingat Tomanurung Embongbulan seorang Putri maka oleh Dewata
 
diberi bekal makanan yang tidak basi/Tabaro (terdapat di Luwu) dan diberi
 
pula bekal untuk pembelaan diri sebagai ahli ilmu sihir.
 
 
Adapun Tomanurung Wellangdilangi yang menetap dipuncak gunung Bambapuang
 
kawin dengan Maccirakkang anak-anak mereka dapat kawin-kawin bersaudara dan ini
 
berlagsung sampai generasi ketujuh.
 
 
Setelah generasi ke tujuh inilah mereka telah berkembang menjadi keluarga besar
 
maka oleh Dewata diberikan ketentuan sebgai berikut :
 
1. Tidak diperkenankan lagi kawin bersaudara tetapi boleh kawin dengan sepupu-
 
sepupu sekali.
 
2. Apabila terjadi pelanggaran tersebut maka akan terjadi musibah dan gunung
 
Bambapuang akan tumbang.
 
3. Kelak dimana puncak Bambapuang tumbang maka rakyat disana akan
 
tetap memegang Aluktojolo serta mereka menjadikan negeri kaya, ternyata puncak
 
gunung Bambapuang tumbang persis sampai di negeri Matarikallo/Tana Toraja
 
Dewata ini dikenal dengan SUMPAH. ENDEKAN TANA DIGALLA TANA
 
DIKABUSUNGGI artinya siapa saja rakyat dan apabila melanggar sumpah tersebut
 
maka ia akan takut,bingung dan gelisah di dalam menghadapi masa depan.
 
 
Alkisah pada generasi ketujuh ini terjadi percintaan antara seorang putri raja
 
Dileluwa dengan seorang putra raja Dimendatte/daerah pinggiran pantai pada waktu itu.
 
Percintaan mereka sangat erat sekali sehingga kasih sayang mereka ini dijabarkan
 
dalam syair rakyat pada waktu itu sebagai berikut :
 
=== Perkembangan ===