Abdoel Moeis Hassan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 34:
Kemudian ia berjuang melalui jalur pergerakan diplomasi dalam wadah partai politik lokal bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan koalisi organisasi bernama Front Nasional. Tahun 1946 ia mendirikan INI cabang Samarinda.<ref>Hassan, A. Moeis. 1994. p. 221</ref> Tahun 1947 ia ditunjuk INI menjadi ketua Front Nasional. Kedua organisasi yang bermarkas di Gedung Nasional Samarinda tersebut menyatakan sikap mendukung Negara Republik Indonesia dan menentang pendudukan Belanda di Indonesia.<ref>Hassan, A. Moeis. 1994. p. 222</ref> Sikap ini bertolak belakang dengan empat kesultanan yang ada di Keresidenan Kalimantan Timur, yang lebih memilih bergabung dalam Pemerintah Federasi Kalimantan Timur bentukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. H.J. Van Mook.<ref>Tim Penyusun. 1992. p. 114</ref>
 
Setelah Kalimantan Timur resmi bergabung dengan [[Republik Indonesia Serikat]] pada 27 Desember 1945 kemudian bergabung dengan Republik Indonesia pada 10 April 1950, Abdoel Moeis Hassan sebagai pengurusKetua Partai Nasional Indonesia (PNI) Kalimantan Timur gencar mempropagandakan gagasan penghapusan swapraja (kesultanan) karena menurutnya sistem feodalisme tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang demokratis.<ref>Hassan, A. Moeis. 1994. p. 226</ref> Ide ini terwujud dengan disahkannya UU No. 27 tahun 1959 yang menghapuskan status Daerah Istimewa bagi Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau, dan Kesultanan Bulungan.<ref>Tim Penyusun. 1992. p. 134</ref>
 
Ia juga termasuk tokoh yang memperjuangkan pembentukan Provinsi [[Kalimantan Timur]] yang dimekarkan dari [[Provinsi Kalimantan]]. Pada tahun 1954 ia menjadi Ketua Kongres Rakyat Kalimantan Timur yang menuntut status provinsi bagi Kalimantan Timur yang masih berstatus keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribukota di Banjarmasin. Perjuangannya berhasil dengan terbitnya UU No. 25 tahun 1956 yang membagi Kalimantan menjadi tiga provinsi, di antaranya Provinsi Kalimantan Timur.<ref>Hassan, A. Moeis. 1994. p. 229</ref>