Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Serangan Kapal Inggris: minor cosmetic change
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda +Hindia Belanda); perubahan kosmetika
Baris 35:
'''Kesultanan Kutai''' atau lebih lengkap disebut '''Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura (Martapura)''' merupakan [[kesultanan]] bercorak [[Islam]] yang berdiri pada tahun [[1300]] oleh [[Aji Batara Agung Dewa Sakti]] di [[Kutai Lama]] dan berakhir pada [[1960]]. Kemudian pada tahun [[2001]] kembali eksis di [[Kalimantan Timur]] setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah [[Kabupaten Kutai Kartanegara]] sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat [[Suku Kutai|Kutai]] Kedaton.
 
Dihidupkannya kembali [[Kesultanan Kutai]] ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota [[Aji Muhammad Salehuddin II|Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat]] menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelar ''Sultan Aji Muhammad Salehuddin II'' pada tanggal [[22 September]] [[2001]].
 
== Sejarah ==
Baris 50:
Tahun 1747, VOC Belanda mengakui Pangeran Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar padahal yang sebenarnya dia hanyalah mangkubumi. Pada [[1765]], VOC Belanda berjanji membantu [[Sultan]] [[Tamjidullah I dari Banjar|Tamjidullah I]] yang pro VOC Belanda untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri di antaranya Kutai berdasarkan [[perjanjian]] [[20 Oktober]] [[1756]].<ref name="Bandjermasin">{{id}} Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965</ref>, karena VOC bermaksud menyatukan daerah-daerah di Kalimantan sebagai daerah pengaruh VOC. Padahal Kutai di bawah pengaruh [[La Maddukelleng]] (raja [[Wajo]]) yang anti VOC. Pangeran Amir, pewaris mahkota Kesultanan Banjar yang sah dibantu pamannya - Arung Turawe (kelompok anti VOC) berusaha merebut tahta tetapi mengalami kegagalan.
 
Pada [[13 Agustus]] [[1787]], Sultan Banjar [[Sunan Nata Alam]] membuat perjanjian dengan VOC yang menjadikan Kesultanan Banjar sebagai daerah protektorat VOC sedangkan daerah-daerah lainnya di Kalimantan yang dahulu kala pada abad ke-17 pernah menjadi vazal Banjarmasin diserahkan secara sepihak sebagai properti VOC Belanda. Tahun 1778 Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) telah diperoleh VOC dari [[Sultan Banten]]. Pada 9 September 1809 VOC meninggalkan Banjarmasin (kota Tatas) dan menyerahkan benteng [[Antasan Besar, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin|Tatas]] dan benteng [[Tabanio, Takisung, Tanah Laut|Tabanio]] kepada Sultan Banjar yang ditukar dengan intan 26 karat. Kemudian wilayah Hindia- Belanda diserahkan kepada Inggris karena Belanda kalah dalam peperangan, Alexander Hare menjadi wakil Inggris di Banjarmasin sejak 1812. Tanggal 1 Januari 1817 Inggris menyerahkan kembali wilayah Hindia Belanda termasuk Banjarmasin dan daerah-daerahnya kepada Belanda dan kemudian Belanda memperbaharui perjanjian dengan Sultan Banjar<ref name="Bandjermasin" />. Negeri Kutai diserahkan sebagai daerah pendudukan [[Hindia Belanda]] dalam [[Kontrak Persetujuan Karang Intan I]] pada [[1 Januari]] [[1817]] antara Sultan [[Sulaiman dari Banjar]] dengan Hindia Belanda diwakili [[Residen Aernout van Boekholzt]].<ref>{{id icon}}{{cite book|url = http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&hl=id&pg=PA273#v=onepage&q=balangan&f=true|fisrt = Marwati Djoened|last = Poesponegoro|coauthors = Nugroho Notosusanto|location = Indonesia|title = Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|publisher = PT Balai Pustaka|year = 1992|isbn = 979-407-410-1}}ISBN 9789794074107978-979-407-410-7</ref> Perjanjian berikutnya pada tahun [[1823]], negeri Kutai diserahkan menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam [[Kontrak Persetujuan Karang Intan II]] pada [[13 September]] [[1823]] antara Sultan [[Sulaiman dari Banjar]] dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias<ref name="Bandjermasin" />.
 
Secara hukum Kutai dianggap negara bagian di dalam negara Banjar. Negeri Kutai ditegaskan kembali termasuk daerah-daerah pendudukan Hindia Belanda di Kalimantan menurut Perjanjian [[Adam dari Banjar|Sultan Adam al-Watsiq Billah]] dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal [[4 Mei]] [[1826]]<ref name="Bandjermasin" />.