Hermeneutika: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Sejarah: minor cosmetic change
kesalahan penulisan eksegegis menjadi eksegesis
Baris 5:
Konsep ini terbawa pada tradisi beberapa [[agama]] ketika memasuki [[abad pertengahan]] (''[[medieval age]]'').<ref name="palmquist" /> Hermeneutika diartikan sebagai tindakan memahami pesan yang disampaikan [[Tuhan]] dalam kitab suci-Nya secara [[rasional]].<ref name="mulyono"/> Dalam tradisi K[[kristen|risten]], sejak abad 3 M , G[[gereja|ereja]] yang kental dengan tradisi [[paripatetik]] menggunakan konsep tawaran Aristoteles ini untuk menginterpretasikan A[[al-kitab|l-kitab]].<ref name="palmquist" /> Sedangkan dalam tradisi [[filsafat Islam]], ulama ''[[kalam]]'' menggunakan istilah [[Takwil]] sebagai ganti dari hermeneutika, untuk menjelaskan ayat-ayat ''[[Mutasyabbihat]]''.<ref name="corbyn">{{cite book|author= Corbyn,Henry|tittle=History of Islamic Philosophy|publisher=Kean Paul International|location=London and New York|year=1962}}hal. 1-5.</ref>
 
Ketika [[Eropa]] memasuki [[masa pencerahan]](''[rennaisance]''), dari akhir abad 18 M sampai awal 19 M, kajian-kajian hermeneutika yang dilakukan pada abad pertengahan dinilai tidak berbeda sama sekali dengan upaya para ahli [[Filologi Klasik]].<ref name="mulyono"/> Empat tingkatan interpretasi yang berkembang pada abad pertengahan, yaitu, [[literal eksegesis]],[[allegoris eksegesis]],[[Tropologikal eksegesis|tropologikal eksegegis]], dan [[eskatologis eksegesis]], direduksi menjadi Literal dan [[gramatikal eksegesis ]].{{fact}} Pemahaman ini diawali oleh seorang ahli Filologi bernama [[Ernesti]] pada tahun [[1761]], dan terus dikembangkan oleh [[Friederich August]] dan [[Friederich Ast]].<ref name="mulyono"/>
 
Hermeneutika kemudian keluar dari disiplin filologi bahkan melampaui maksud dari empat tingkatan interpretasi abad pertengahan ketika [[Schleiermacher]] menyatakan bahwa proses interpretasi jauh lebih umum dari sekadar mencari makna dari sebuah teks. Ia kemudian menjadikan hermeneutika sebuah disiplin filsafat yang baru.<ref name="mulyono"/><ref name="palmquist" /> Hal tersebut disetujui dan dikembangkan oleh [[Wilhelm Dilthey]] di ujung abad 19 M.<ref name="mulyono"/> Ia memadukan konsep [[sejarah]] dan filsafat serta menjauhi [[dogma]] [[metafisika]] untuk melahirkan pemahaman yang baru terhadap Hermeneutika.<ref name="mulyono" /> Ia kemudian memahami bahwa proses hermeneutika adalah sesuatu yang menyejarah, sehingga harus terus-menerus berproses di setiap [[generasi]].<ref name="mulyono">{{cite book|author=Mulyono, Edi. dkk|title=Belajar Hermeneutika|publisher= IRCiSod|Location=Yogyakarta|year=2012|id=ISBN 978-602-255-013-6}}hal 20-22, 34-35, 69-70, 155-156.</ref> Walaupun melahirkan pemahaman yang [[tumpang-tindih]], hubungan keilmuan yang [[dinamis]] akan sangat berperan untuk menyatukan kembali pemahaman dalam [[sudut pandang]] yang bersifat [[obyektif]].<ref name="poespoporodjo" />