Krisis finansial Asia 1997: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
Farras (bicara | kontrib)
Baris 40:
Menteri luar negeri dari 10 negara ASEAN yakin bahwa manipulasi mata uang direncankaan dengan sengaja untuk menggoyahkan ekonomi ASEAN. Mantan Perdana Menteri Malaysia, [[Mahathir Mohamad]], menuduh [[George Soros]] mengacaukan ekonomi Malaysia melalui "[[spekulasi mata uang]] besar-besaran". Soros [[George Soros#Spekulasi mata uang|mengaku membeli]] ringgit saat nilainya jatuh dan melakukan [[jual kosong]] pada tahun 1997.
 
Pada Pertemuan Menteri ASEAN ke-30 di [[Subang Jaya]], Malaysia, tanggal 25 Juli 1997, menteri luar negeri seluruh ASEAN mengeluarkan deklarasi bersama yang meminta penguatan kerja sama ASEAN untuk mempertahankan dan mengutamakan kepentingan ASEAN di bidang ekonomi.<ref>[http://www.asean.org/index.php/communities/asean-political-security-community/item/joint-comminuque-the-30th-asean-ministerial-meeting-amm-2 Joint Comminuque The 30th ASEAN Ministerial Meeting (AMM)] The Thirtieth ASEAN Ministerial Meeting was held in Subang Jaya, Malaysia from 24 to 25 July 1997.</ref> Pada hari yang sama, kepala bank sentral dari seluruh negara yang terdampak krisis bertemu di EMEAP (Executive Meeting of East Asia Pacific) di Shanghai. Mereka gagal menyepakati [[New Arrangement to Borrow]]. Satu tahun sebelumnya, menteri keuangan dari negara-negara yang sama menghadiri pertemuan menteri keuangan [[APEC]] ke-3 di [[Kyoto]], Jepang, tanggal 17 Maret 1996. Menurut deklarasi bersama tersebut, mereka tidak mampu menggandakan jumlah dana cadangan ]][[General AgreementAgreements to Borrow]] dan Emergency Finance Mechanism.
 
Krisis ini dapat dipandang sebagai kegagalan membangun kapastias untuk mencegah [[manipulasi mata uang]]. Hipotesis ini tidak banyak didukung oleh para ekonom. Mereka berpendapat bahwa tak satu investor pun yang mampu memengaruhi pasar dengan cara memanipulasi nilai mata uang. Selain itu, butuh perencanaan yang sangat besar untuk menarik investor dari Asia Tenggara agar bisa memanipulasi nilai mata uangnya.