Wangsa Sailendra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
Baris 20:
Teori Nusantara mengajukan kepulauan Nusantara; terutama pulau Sumatera atau Jawa; sebagai tanah air wangsa ini. Teori ini mengajukan bahwa wangsa Śailendra mungkin berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau mungkin wangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh kuat dari Sriwijaya.
 
Menurut beberapa sejarawan, keluarga Śailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi dengan menyerang kerajaan [[Tarumanagara]] dan ''Ho-ling'' di Jawa.<ref name="end">{{cite book |last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|date=2006|location=Singapore|url= |doi= |pages=pages 171|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref>. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atas [[Prasasti Kota Kapur]] yang mencanangkan ekspansi atas Bhumi Jawa yang tidak mau berbhakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta Selendra pada [[prasasti Sojomerto]]. Gelar ini ditemukan juga pada [[prasasti Kedukan Bukit]] pada nama ''Dapunta Hiyaŋ''. [[Prasasti Sojomerto]] dan [[prasasti Kedukan Bukit]] merupakan prasasti yang berbahasa [[Melayu Kuna]].
 
Teori Nusantara juga dikemukakan oleh [[Poerbatjaraka]]. Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atas [[Carita Parahiyangan]] kemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan nama [[prasasti Sojomerto]] itu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santanū), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampūla) (da pū nta selendra namah santanū nāma nda bapa nda bhadrawati nāma nda aya nda sampūla nāma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan Śailendra yang berkuasa di Mdaŋ.
Baris 51:
 
== Runtuhnya Wangsa Sailendra ==
Berapa sejarawan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarawan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa. Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah.{{fact}} Untuk memantapkan posisinya di Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani, dengan anak Garung, [[Rakai Pikatan]] yang waktu itu menjadi pangeran wangsa Sanjaya.<ref name="end"/> Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang [[Balaputradewa]], yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani. Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke ''Suwarnadwipa'' yang merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan [[Banten Girang]].<ref name="end">{{cite book |last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|date=2006|location=Singapore|url= |doi= |pages=pages 171|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref> Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs [[Gunung Pulasari]], Banten Girang.
 
Sementara itu, sejarawan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavamça dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di [[Dataran Kedu]], dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga. Hal ini sesuai dengan penafsiran [[Slamet Muljana]] yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India). Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.