Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 36.83.126.117 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Kenrick95Bot
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 138:
 
== Periode IV (1965-1974) ==
Pada periode ini berlaku [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959; Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960; Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 jo Penetapan Presiden No. 7 tahun 1965. Menurut UU ini secara umum [[Indonesia]] hanya mengenal satu jenis [[Daerahdaerah otonom|daerah otonomi]]i. [[Daerah otonom]]i tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan [[daerah]].
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 189:
|-
| Tingkat I
| Daerah Tingkat I (Dati I)/Daerah Khusus Ibukota/Daerah Istimewa<ref>nomenklatur Daerah Khusus Ibukota dan Daerah Istimewa muncul dalam praktekpraktik penyelenggaraan pemerintahan untuk mengakomodasi kekhususan pemerintahan Ibukota Negara dan dua Daerah Istimewa yang tersisa. Dalam UU hanya ada nomenklatur Dati I</ref>
|-
| Tingkat II
Baris 340:
[[Gubernur]] sampai [[Asisten Residen]] untuk [[Jawa]] dan [[Controleur]] untuk luar [[Jawa]] adalah [[Belanda|berkebangsaan Belanda]] dan disebut ''Eurpese Bestuurambtenaren''. Sedangkan [[Bupati]] sampai [[Lurah]]/[[Kepala Desa]] untuk [[Jawa]] dan [[Demang]] sampai [[kepala desa]]/nama lain untuk luar [[Jawa]] [[Indonesia|berkebangsaan pribumi]] dan disebut ''Inlandse Bestuurambtenaren''.
 
Dengan adanya ''Decentralisatie Wet 1903'' (Stbl 1903 No. 329) [[Otonomi daerah|prinsip otonomi]] mulai diperkenalkan. Di beberapa daerah mulai dibentuk [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad]] (semacam [[DPRD]]). Perkembangan selanjutnya muncul ''Wet Op de Bestuurshervormings 1922'' (Stbl 1922 No. 216). Sebagai [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintahan Harian]] di tingkat [[Provinsi]] terdapat ''College van Gedeputeerden'' yang dipimpin oleh [[Gubernur]]. Di tingkat [[Kabupaten]] terdapat ''College van Gecomitteerden'' yang dipimpin oleh [[Bupati]] (''Regent''). Sedang di [[Kota|kotaprajakota]]praja terdapat ''College van Burgermeester en Wethouders'' yang dipimpin oleh [[Walikota]]).
 
=== Appendix II: Zaman Pendudukan Militer Jepang ===
Baris 356:
=== Appendix III: Konsep BPUPKI-PPKI ===
 
Konsep pemikiran mengenai [[pemerintahan daerah]] di dalam [[BPUPKI|Sidang BPUPKI]] berkembang secara dinamis. Beberapa ide yang muncul antara lain dari [[Mohammad Yamin|Muh. Yamin]], [[Soepomo|Supomo]], dan [[Mohammad Hatta|Hatta]]. Dari sidang-sidang dihasilkan beberapa hasil antara lain: [[Indonesia|Negara Indonesia]] akan berbentuk [[Republik]]<ref>Keputusan ini diambil dengan voting: 55 suara republik, 6 suara kerajaan, 2 suara lain-lain (imamat [teokrasi]), dan 1 suara abstain; jumlah 66 suara</ref>, [[Indonesia|Wilayah Negara]] akan meliputi [[Hindia-Belanda]] ditambah [[Semenanjung Malaya|Malaya]], [[Borneo Utara]], [[Papua Nugini|Papua (Inggris)]], [[Timor Portugis|Timor Portugis dan pulau sekelilingnya]]<ref>Keputusan ini diambil dengan voting: 39 suara bekas Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua (Inggris), Timor Portugis dan pulau sekelilingnya, 19 suara bekas Hindia Belanda tanpa tambahan, 6 suara bekas Hindia Belanda ditambah Malaya dikurangi Papua (Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]) (atau bekas Hindia Belanda dikurangi Papua {Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]} ), 1 suara lain-lain, 1 suara abstain; jumlah 66 suara</ref>, [[Indonesia|Negara Indonesia]] akan berbentuk Kesatuan<ref>Keputusan ini diambil dalam rapat panitia penyusun hukum dasar dengan voting: 17 suara unitarianisme, 2 suara federalism; jumlah 19 suara</ref>, <ref>mulai dari bagian ini sampai akhir kalimat adalah penjelasan dari Supomo selaku ketua tim perumus dari panitia hukum dasar</ref>[[Indonesia|Negara Indonesia]] akan dibagi menjadi [[Provinsi|daerah besar]] dan [[Kabupaten|daerah kecil]], Di [[Provinsi|daerah besar]] dan [[Kabupaten|kecil]] itu akan diadakan [[Dewan Perwakilan Daerah|dewan permusyawaratan daerah]], [[Daerah Istimewa|Zelfbestuur/Kooti]] akan berkedudukan sebagai [[Daerah Khusus|daerah otonom khusus]] bukan lagi sebagai [[negara]], Susunan asli pemerintahan [[zelfbestuurende landschappen]] dan [[Desa|volksgemeinschaften]] akan dihormati dan diperhatikan.
 
Dalam [[PPKI|sidang PPKI]] [[Soepomo|Supomo]] kembali menjelaskan susunan dan kedudukan daerah. [[Pemerintahan daerah]] akan disusun dalam undang-undang. Dalam [[pemerintahan daerah]] akan bersifat permusyawaratan dengan adanya [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Dewan Perwakilan Daerah]]. [[Zelfbestuurende Landschappen]] (Kooti, [[Kesultanan|Sultanaat]]) akan berkedudukan sebagai [[daerah istimewa]] (daerah yang mempunyai [[Daerah Istimewa|sifat istimewa]], mempunyai [[Monarki|susunan asli]]) bukan sebagai [[negara]] karena hanya ada [[Indonesia|satu negara]]. [[Daerah istimewa]] itu akan menjadi bagian dari [[Indonesia|Staat Indonesia]] dan akan dihormati [[Monarki|susunan asli pemerintahannya]]. ''Zelfstandige gemeenschappen'' atau ''Inheemsche Rechtsgemeenschappen'' seperti [[desa]], [[nagari]], [[marga]] dan sebagainya akan dihormati susunan aslinya. Suasana sidang pembahasan Pemerintahan Daerah di Indonesia berlangsung dengan hangat dan berkembang secara dinamis. Keputusan resmi [[PPKI]] dapat dilihat pada periode I di atas.
Baris 364:
[[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|Konstitusi Republik II]]<ref>Republik II adalah masa berlakunya konstitusi federal yang dikenal dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat, tepatnya 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950</ref> mengatur hubungan antara [[Negara Federal]] dengan [[Negara Bagian]]<ref>Aturan ini terdapat dalam Bab II Republik Indonesia Serikat dan Daerah-daerah Bagian</ref> dan menyerahkan pengaturan [[pemerintahan daerah]] pada masing-masing [[negara bagian]]<ref>misalnya pasal 47 yang berbunyi: "Peraturan-peraturan ketatanegaraan negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan-rakyat sendiri kepada pelbagai persekutuan-rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara kenegaraan dengan aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu secara demokrasi dalam daerah-daerah otonomi"</ref>. Hanya saja [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|konstitusi]] memerintahkan bahwa [[Monarki|daerah swapraja]] yang terdapat di dalam lingkungan [[negara bagian]] diatur dengan perjanjian politik (kontrak) antara negara bagian dengan [[Monarki|daerah swapraja]]<ref>Aturan ini berdasarkan pasal 65 yang berbunyi: "Mengatur kedudukan daerah-daerah Swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan kontrak yang diadakan antara daerah bagian dan daerah-daerah Swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa Swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah-daerah Swapraja yang sudah ada, dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang federal yang menyatakan, bahwa, kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah daerah-bagian bersangkutan."</ref>. Namun sampai [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|konstitusi Republik II]] berakhir masa berlakunya belum ada UU Federal yang mengatur mengenai [[Monarki|daerah Swapraja]].
 
Sesuai dengan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|konstitusi Federal]] yang menyerahkan pengaturan [[pemerintahan daerah]] pada masing-masing [[negara bagian]], maka [[Pemerintahan daerah]] di [[Indonesia|Negara Bagian Republik Indonesia (Yogyakarta)]] tetap diatur dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 22 Tahun 1948<ref>Lihat pada periode II di atas</ref>. Sedangkan [[Negara Indonesia Timur|Negara Bagian Negara Indonesia Timur]] diatur dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] NIT No. 44 Tahun 1950 yang mulai berlaku pada [[15 Juni]] [[1950]]. Dalam UU ini [[Negara Indonesia Timur|NIT]] dibagi dalam tiga tingkatan [[Daerahdaerah otonom|daerah otonomi]]i.
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}