Formasi falangs: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k menambahkan Kategori:Militer Yunani menggunakan HotCat
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 1:
{{Kegunaanlain|Phalanx}}
'''''Phalanx'' ''' (Yunani Kuno: φάλαγξ, Modern Yunani: φάλαγγα, phālanga) '''(phalanxes''' jamak atau '''Phalanx;''' Yunani Kuno dan Yunani Modern: φάλαγγες, phalanges) adalah formasi militer berbentuk kotak, biasanya seluruhnya terdiri dari infanteri bersenjata berat yang dipersenjatai [[Tombak|tombak,]], tombak panjang, sarissa , atau [[senjata]] serupa lainnya. Istilah ini terutama (dan pada awalnya) digunakan untuk menggambarkan penggunaan formasi ini dalam [[perang]] [[Yunani Kuno|Yunani Kuno,]], meskipun penulis Yunani kuno menggunakannya juga untuk menggambarkan formasi infanteri apapun, tanpa mempedulikan perlengkapannya, seperti halnya Arrianus dalam bukunya ''Array melawan Allans'' ketika ia merujuk kepada legiun-nya.<ref>Arrianus, Array against the Allans</ref> Dalam teks-teks Yunani, phalanx bisa saja dalam keadaan siap untuk berperang, sedang berbaris, atau berkemah, sehingga istilah ini menggambarkan pasukan infanteri atau kavaleri yang akan ditempatkan dalam barisan untuk pertempuran. Mereka menggunakan perisai untuk menangkis musuh agar tidak masuk ke barisan. Mereka berbaris maju sebagai satu kesatuan, dengan tujuan menghancurkan lawan. Kata phalanx berasal dari kosa kata Yunani ''phalanx'' , yang berarti jari.
 
Bila phalanx Sparta menggunakan tombak pendek yang lebih fleksibel, phalanx Macedonia yang dikomandoi Alexander menggunakan "sarisa" yang merupakan tombak lebih panjang dan lebih berat yang mengharuskan penggunaan dua tangan untuk memegangnya.
Baris 8:
Dalam catatan sejarah, banyak pasukan bersenjata-tombak bertempur dalam formasi mirip-phalanx. Kata phalanx sekarang digunakan dalam bahasa Inggris umum untuk menggambarkan ''"sekelompok orang yang berbaris, atau yang bergerak maju bersama dalam suatu barisan rapat";'' <ref>[[Oxford English Dictionary]]</ref> "a phalanx of police". cf <ref>[http://www.guardian.co.uk/world/2008/apr/07/olympicgames2008.china3 Arrests, fights, jeering: Olympic spirit flickers amid the chaos | Sport | The Guardian]</ref>
 
Artikel ini, berfokus pada penggunaan formasi militer phalanx pada zaman [[Yunani Kuno|Yunani Kuno,]], dunia Helenistik, dan negara-negara kuno lainnya yang sangat dipengaruhi oleh peradaban Yunani.
 
[[Berkas:Stele of Vultures detail 01a.jpg|right|thumb|280px|Formasi Phalanx Sumeria. Rincian dari kemenangan raja Eannatum dari Lagash atas Umma, yang disebut Stele of Vultures]]
Penggambaran awal formasi mirip-phalanx muncul dalam [[prasasti]] Sumeria dari [[Abad ke-25 SM|abad 25 SM.]] Di sini pasukan tampaknya dilengkapi dengan [[Tombak|tombak,]], helm, dan perisai besar yang menutupi seluruh tubuh. Infanteri Mesir Kuno diketahui telah menggunakan formasi serupa. Penggunaan pertama istilah ''phalanx'' ditemukan dalam karya [[Homerus|Homer]] "(φαλαγξ)", yang digunakan untuk menggambarkan hoplites yang bertempur dalam satu barisan tempur yang terorganisir. Homer menggunakan istilah phalanx untuk membedakan antara pertempuran menggunakan formasi dengan duel individu yang sering diceritakan dalam puisi-puisinya.<ref name="Phalanx and hoplites">[http://www.livius.org/pha-phd/phalanx/phalanx.html Phalanx dan hoplites]</ref>
 
Para sejarawan belum mencapai [[konsensus]] tentang hubungan antara formasi [[Yunani Kuno|Yunani]] ini dengan formasi-formasi pendahulunya. Prinsip-prinsip dinding perisai dan tombak-landak hampir dikenal secara universal di kalangan militer peradaban-peradaban besar sepanjang sejarah, jadi adanya kemiripan mungkin disebabkan karena [[Evolusi konvergen|konvergensi evolusi]] dan bukannya karena difusi.
 
Secara tradisional para sejarawan mencatat formasi hoplite phalanx Yunani kuno berawal pada abad ke 8 SM di [[Sparta|Sparta,]], tapi ini masih dalam revisi. Lebih mungkin bahwa formasi phalanx dirancang pada abad ke-7 SM setelah pengenalan aspis (perisai yang juga dikenal sebagai hoplon) oleh kota Argos, yang memungkinkan pembentukan formasi ini. Hal ini lebih lanjut dibuktikan oleh vas Chigi, yang dibuat 650 SM, menggambarkan hoplites bersenjata aspis, tombak dan panoply.<ref name="Phalanx and hoplites" />
 
Teori lain kelahiran peperangan phalanx Yunani berasal dari ide bahwa beberapa aspek dasar phalanx telah hadir lebih awal tetapi belum sepenuhnya dapat dikembangkan karena kurangnya teknologi yang tepat. Dua dari strategi dasar yang terlihat dalam peperangan sebelumnya meliputi prinsip kohesi dan penggunaan kelompok besar tentara. Ini menunjukkan bahwa phalanx Yunani merupakan titik kulminasi dan penyempurnaan ide yang perlahan-lahan telah dikembangkan bertahun-tahun sebelumnya. Seiring dengan semakin majunya teknologi persenjataan dan baju pelindung selama bertahun-tahun di negara-negara kota yang berbeda, formasi phalanx menjadi makin kompleks dan efektif.<ref>Victor Davis Hanson, Hoplites: The Classical Greek Battle Experience. 1991. p. 66-67</ref>
Baris 34:
Sebagai contoh, jika ''Othismos'' dianggap menggambarkan secara akurat pertandingan dorong, maka akan logis untuk menyatakan bahwa phalanx yang lebih dalam akan selalu memenangkan pertempuran, karena kekuatan fisik individu-individu tidak akan dapat mengimbangi bahkan satu baris tambahan di pihak musuh. Namun, ada banyak contoh phalanx yang dangkal dapat menahan lawan. Sebagai contoh, di Delium 424 sayap kiri tentara Athena, sebuah formasi delapan banjar, dapat menahan sebuah formasi Thebans yang berbanjar 25 dengan sukses.<ref>Lazenby, (2004) p.89</ref> Sulit dibayangkan dengan model pertandingan dorong bahwa delapan orang dapat menahan kekuatan dorong dua puluh lima lawan dalam hitungan detik, apalagi setengah waktu pertempuran.
 
Argumen-argumen semacam itu menyebabkan munculnya gelombang kontra-kritik terhadap teori pertandingan dorong. Adrian Goldsworthy, dalam artikelnya "The Othismos, Myths and Heresies: The nature of Hoplite Battle" berpendapat bahwa model adu dorong tidak sesuai dengan angka rata-rata korban perang hoplite, maupun realitas praktekpraktik dalam menggerakkan formasi besar prajurit dalam pertempuran.<ref>Goldsworthy (1997) pp.1-26 in academic journal "War in History"</ref> Perdebatan ini masih harus diselesaikan di antara para ahli.
 
Setiap individu hoplite membawa perisai di lengan kiri, dimana perisainya tidak hanya melindungi dirinya sendiri tetapi juga prajurit di sebelah kirinya. Ini berarti bahwa prajurit paling kanan dalam formasi phalanx hanya setengah-terlindungi. Dalam pertempuran, formasi phalanx lawan akan mengeksploitasi kelemahan ini dengan mencoba menyerang sayap kanan musuhnya. Itu juga berarti bahwa, dalam pertempuran, suatu formasi phalanx itu akan cenderung bergeser ke kanan (karena prajurit hoplites akan berusaha untuk tetap berada di belakang perisai rekan mereka). Prajurit hoplites paling berpengalaman sering ditempatkan di sisi kanan phalanx, untuk menghindari masalah ini. Beberapa kelompok, seperti Sparta di Nemea, mencoba menggunakan fenomena ini untuk keuntungan mereka. Dalam kasus ini phalanx akan mengorbankan sisi kiri mereka, yang biasanya terdiri dari tentara sekutu, dalam upaya untuk mengepung musuh dari sayap. Namun tampaknya strategi ini jarang berhasil, karena jarang disinggung dalam literatur Yunani kuno.<ref>Victor Davis Hanson, Hoplites: The Classical Greek Battle Experience. 1991. p. 91-92</ref>
Baris 49:
Setiap hoplite membawa peralatan mereka sendiri. Senjata utama hoplite adalah [[tombak]] sekitar 2,4 meter panjangnya disebut ''dory.'' Meskipun dalam catatan sejarah panjangnya bervariasi, sekarang diyakini sepanjang tujuh sampai sembilan kaki(~ 2.1 - ~ 2.7m). Tombak dipegang satu tangan, dengan tangan yang lain memegang perisai hoplite. Ujung tombak itu biasanya bentuk daun melengkung, sedangkan bagian belakang tombak memiliki paku yang disebut ''sauroter'' ('pembunuh-kadal') yang digunakan untuk mendirikan tombak di tanah (dari situlah nama itu muncul). Paku tersebut juga dapat digunakan sebagai senjata sekunder jika ujung tombak utama patah. Patahnya ujung tombak adalah masalah yang umum dihadapi, terutama bagi tentara yang terlibat dalam bentrokan awal dengan musuh. Meskipun ujung tombak patah, Hoplites dapat dengan mudah beralih ke sauroter tanpa konsekuensi berarti.<ref name="Victor Davis Hanson 1991">Victor Davis Hanson, Hoplites: PThe Classical Greek Battle Experience. 1991.</ref> Baris paling belakang juga menggunakan sauroter untuk menghabisi lawan yang jatuh pada saat phalanx menggilas maju. Menjadi perdebatan di antara sejarawan apakah hoplite menggunakan tombak di bawah ketiak atau di atas pundak. Bila dipegang dibawah ketiak, tusukan tombak akan lebih lemah tetapi lebih terkontrol, dan sebaliknya bila di atas pundak. Agaknya kedua gerakan digunakan, tergantung pada situasi. Bila serangan diperlukan, tusukan dari atas pundak lebih mungkin menerobos pertahanan lawan. Tusukan ke atas lebih mudah diredam oleh baju-tempur karena letaknya yang lebih rendah. Namun, ketika bertahan, memegang tombak di bawah ketiak dapat meredam lebih banyak tekanan dan tombak pun dapat 'dijepit' di bawah bahu untuk mencapai stabilitas maksimum. Harus dikatakan pula bahwa tusukan dari bawah ketiak memungkinkan kombinasi lebih efektif dari ''aspis'' dan ''doru'' jika tembok perisai telah ditembus, sedangkan tusukan diatas pundak akan lebih efektif bila perisai harus bertautan dengan rekan prajurit dalam barisan-tempur. Hoplites di barisan yang berada di belakang baris terdepan hampir pasti akan memakai teknik atas pundak. Barisan-barisan di belakang memegang tombak dibawah ketiak, dan mengangkat ke atas perisai mereka dengan sudut yang makin besar makin ke belakang. Ini merupakan pertahanan efektif terhadap panah lawan, dan akan menangkisnya.
 
Sepanjang era hoplite standar baju tempur hoplites mengalami banyak siklus perubahan.<ref>Lihat Wees (2004) pp.156-178 untuk diskusi tentang bukti arkeologi untuk armor hoplite dan transformasi akhirnya nya</ref> Prajurit hoplite kuno biasanya mengenakan pelindung dada [[Perunggu|perunggu,]], [[helm]] perunggu dengan pelindung pipi, serta s pelindung kaki dan [[Baju zirah|pakaian tempur]] lainnya. Kemudian, pada periode klasik, pelindung dada mulai ditinggalkan, digantikan dengan campuran antara pelindung linen lembaran-lembaran kulit.<ref>Wees (2004) p.165</ref> Akhirnya bahkan pelindung kaki mulai ditinggalkan, meskipun berbagai baju tempur berat tetap ada, sebagaimana dibuktikan oleh [[Xenophon]] hingga akhir 401 SM.<ref>Xenophon, (1986) p.184</ref>
 
Perubahan tersebut mencerminkan penyeimbangan mobilitas dengan perlindungan, terutama karena kavaleri menjadi lebih menonjol dalam [[Perang Peloponnesos|Perang Peloponnesia]] <ref>Lihat Lazenby (2004) pp.149-153, sehubungan dengan kekurangan dari Cyracusian Kavaleri dan metode-kontra</ref> dan kebutuhan untuk memerangi pasukan ringan yang semakin banyak digunakan untuk menghadapi peran hoplites sebagai kekuatan utama dalam pertempuran.<ref>Lihat Xenophon (1986) pp.157-161 "The Greeks Suffer From Slings and Arrows", dan metode improvisasi untuk memecahkan masalah ini</ref> Namun baju tempur perunggu tetap ada dalam bentuk-bentuk tertentu sampai akhir era hoplite. Beberapa arkeolog menunjukkan bahwa baju perunggu tidak benar-benar memberikan perlindungan banyak dari tusukan langsung dibanding pelindung badan yang lebih lebar, dan mengatakan bahwa penggunaannya lebih kepada masalah status bagi mereka yang mampu membelinya.<ref>Wees (2004) p.189</ref> Teori tersebut mengingatkan kita bahwa kepraktisan dan preferensi budaya tidak selalu berhubungan.
Baris 90:
Mungkin contoh yang paling menonjol dari evolusi phalanx adalah taktik maju secara miring, yang menjadi terkenal dalam Pertempuran Leuctra. Di sana, jendral pasukan Thebes Epaminondas menipiskan sayap kanan dan bagian tengah phalanx-nya, serta memperdalam sayap kirinya menjadi sedalam 50 orang, sesuatu yang belum pernah dilakukan siapapun waktu itu. Dengan taktik ini, Epaminondas membalik kebiasaan dimana sayap kanan adalah yang terkuat. Hal ini memungkinkan pasukan Thebes untuk menyerang dengan kekuatan penuh pasukan elit Sparta di sayap kanan phalanx yang berlawanan. Sementara itu, pusat dan sisi kanan formasi Thebes maju secara diagonal, dari phalanx yang berlawanan, menjaga agar bagian-bagian lemah dari formasi agar tidak terlibat. Setelah sayap kanan Sparta telah dihancurkan oleh sayap kiri Theba, sisa dari barisan Sparta pun melarikan diri. Jadi, dengan melokalisir kekuatan serang hoplites, Epaminondas mampu mengalahkan musuh yang diperkirakan sebelumnya tak terkalahkan.
 
Philip II dari Makedonia menghabiskan beberapa tahun di Thebes sebagai sandera, dan mempelajari inovasi Epaminondas. Setelah kembali ke tanah airnya, ia membentuk satu kekuatan infanteri revolusioner baru, yang akan mengubah wajah dunia Yunani. Pasukan phalangites Phillip adalah tentara profesional pertama yang ada di Yunani Kuno selain dari Sparta. Mereka bersenjatakan tombak yang lebih panjang dan dilatih lebih menyeluruh tentang taktik dan manuver yang lebih canggih dan kompleks. Lebih penting lagi, phalanx Phillip merupakan bagian dari kekuatan gabungan multi-disiplin yang mencakup berbagai jenis tentara pelontar batu (skirmishers) dan [[Kavaleri|kavaleri,]], terutama kavaleri Companion yang terkenal itu. Phalanx Macedonia sekarang digunakan untuk mengunci bagian tengah barisan musuh, sementara kavaleri dan infanteri ringan menyerang bagian sayap formasi lawan. Supremasi tentara Philip atas tentara yang lebih statis yang digelar oleh negara-kota Yunani ditunjukkan pada Pertempuran Chaeronea, di mana Philip II menghancurkan kekuatan phalanx gabungan Athena dan Thebes.
 
== Kelemahan ==
Baris 106:
Setelah mencapai puncaknya dalam perang penaklukan [[Aleksander Agung|Alexander Agung,]] pemakaian phalanx sebagai formasi militer mulai berkurang secara perlahan, sejalan dengan makin turunnya pamor negara-negara penerus Macedonia itu sendiri. Taktik senjata gabungan yang digunakan oleh Alexander dan ayahnya secara bertahap digantikan dengan kembali ke taktik sederhana serangan frontal phalanx hoplite.
 
Turunnya pamor para ''diadochi'' dan phalanx terkait erat dengan naiknya pamor Romawi dan [[Legiun Romawi|legiun Romawi,]], dari abad ke-3 SM. Sebelum pembentukan [[Republik Romawi|Republik Romawi,]], bangsa Romawi pada awalnya memakai juga sistem phalanx,<ref>Lendon, JE, ''Soldiers &amp; Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity,'' Yale University Press (2005), ISBN 0-300-11979-8, 9780300119794, hal 182: phalanx itu dikenal oleh Roma pada masa-masa pra-Republik, dimana prajurit terbaik dipersenjatai seperti hoplite.</ref> namun secara bertahap mengembangkan taktik yang lebih fleksibel yang menghasilkan [[legiun Romawi]] yang terdiri dari tiga baris pada zaman pertengahan Republik Romawi. Formasi phalanx terus digunakan oleh bangsa Romawi sebagai taktik untuk baris ketiga militernya atau pasukan cadangan veteran ''triarii'' yang bersenjatakan hastae atau tombak.<ref>Lendon, JE, ''Soldiers &amp; Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity,'' Yale University Press (2005), ISBN 0-300-11979-8, 9780300119794, hal 182-183</ref> Romawi akhirnya menaklukkan sebagian besar negara-negara penerus Macedonia, dan berbagai negara-kota serta liga Yunani. Wilayah-wilayah ini digabungkan kedalam Republik Romawi, dan karena negara-negara Yunani sudah tidak ada, begitu juga tentara yang menggunakan formasi phalanx tradisional. Karena itu, pasukan yang direkrut dari daerah tersebut oleh Romawi akan dilengkapi dan bertempur dengan formasi model Romawi.
 
Namun, phalanx sama sekali tidak menghilang sebagai taktik militer. Ada beberapa pertanyaan mengenai apakah phalanx itu benar-benar menjadi usang pada akhir sejarahnya. Dalam beberapa pertempuran besar antara tentara Romawi dan phalanxes Helenistik, Pydna (168 SM), Cynoscephalae (197 SM) dan Magnesia (190 SM), phalanx bertempur cukup baik melawan tentara Romawi, pada awalnya memukul mundur infanteri Romawi. Namun, di Cynoscephalae dan Magnesia, kegagalan mempertahankan kedua sayap dari Phalanx menyebabkan kekalahan, sementara di Pydna, hilangnya kerapatan barisan Phalanx ketika mengejar tentara Romawi yang mundur memungkinkan Roma untuk menembus formasi, di mana keterampilan tarung jarak dekat Romawi terbukti menentukan.