Curug Maribaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bona Kartono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: dibawah → di bawah, dimana → di mana (2)
Baris 35:
Perjalanan dengan banyak tanjakan dan hamparan hijaunya kebun teh sudah mulai berkurang. Sekarang sudah mulai berganti dengan pemandangan pepohonan di kiri kanan jalan. Satu dua bangunan juga mulai terlihat. Ini pertanda sudah hampir mendekati Lembang. Saya mengurangi kecepatan mobil sambil memperhatikan kiri kanan untuk mencari jalan yang ke arah Tangkuban Parahu. Saya ternyata terlewat, karena jalan ke Tangkuban Parahu kalau dari arah Ciater tidak terlalu jelas terlihat. Papan penunjuk pun minim dan tertutup oleh spanduk-spanduk dan baliho entah untuk acara apa. Akhirnya diputuskan untuk ke Maribaya dulu lalu siangnya ke Tangkuban Parahu.
 
Sesampainya di Lembang, di pertigaan ada petunjuk jalan kalau ke Maribaya ambil jalan yang ke kiri. Tertulis jaraknya 4  km dari pertigaan Lembang. Saya mengikuti petunjuk arah itu. Jalanan ke kiri ini makin ke dalam makin menyempit. Disana-sini banyak jalan bergelombang. Sepintas disini seperti jalan lingkungan perumahan.
 
Setelah ketemu tempat wisata ala koboy, De Ranch, masih jalan lurus. Ikuti saja jalan yang makin lama makin menurun dan berkelok, tapi tetap bergelombang. Mobil saya yang kemarin sesekali bunyi kriyet, disini makin sering bunyinya akibat melewati jalan berbatu. Setelah melewati turunan yang agak curam, nanti di sebelah kanan ketemu dengan parkiran khusus bus. Saya masih terus. Sepertinya sudah hampir sampai di kawasan wisata Maribaya.
Baris 41:
Saat mau masuk ke loket pertama, karena agak padat saya diarahkan untuk ke loket kedua. Jaraknya masih beberapa ratus meter dari situ. Ketemu loket kedua dan membayar tiket masuk saya langsung menuju ke parkiran mobil dari pintu loket kedua ini. Walau sudah agak senior (baca: bapak-bapak) tapi petugas loketnya melayani dengan ramah.
 
Di parkiran ini tidak banyak mobil pribadi yang parkir. Hanya terlihat 1-2 saja. Saya sampai di lokasi sekitar jam 11 siang. Saya mulai mencari petunjuk dimanadi mana tempat-tempat yang menarik di sekitar sini. Ada semacam penunjuk ke arah curug Omas yang merupakan curug terbesar di kawasan Maribaya ini. Saya hampir selalu milihat foto curug Omas ini saat membaca informasi seputar Maribaya. Berarti memang curug ini terkenal. Sebenarnya di sini bukan hanya ada curug Omas, di dekat saya parkir ini ada juga beberapa curug, walau memang agak kecil. Jadi kurang menarik orang untuk melihatnya. Saya pun juga tidak melihat curug-curug ini. Saya ingin terlebih dahulu ke curug Omas.
 
Dari petunjuk dipasang di pohon, curug Omas berjarak sekitar 200 meter dari tempat saya parkir. Saya pun langsung menuju ke sana. Melewati jalan setapak dan agak sedikit menanjak. Saya berbarengan dengan pengunjung lain yang juga banyak mengarah dari dan ke arah curug Omas ini.
Baris 53:
Ada beberapa anak kecil dan ibu-ibu yang menawarkan untuk menyewa tikar. Saya belum berminat untuk duduk-duduk. Saya masih ingin melihat curug dari berbagai titik.
 
Dari beberapa tulisan blog ada yang menulis kalau warna air di curug Omas ini keruh, ada sampah dan bahkan berbau. Itu katanya kejadian beberapa tahun lalu. Tapi saat saya berkunjung untungnya tidak mengalami hal itu. Air sungai memang tidak terlalu bening, hanya kecoklatan. Tapi tidak ada bau yang tidak sedap karena kotornya air. Sampah pun saya lihat terlalu terlihat. Malah terlihat putih saat air terjun dari ketinggian dan menimpa air yang dibawahnyadi bawahnya. Ini menimbulkan butiran-butiran air yang lembut dan terbawa angin ke atas.
 
Yang juga menarik adalah curug ini dipasang jembatan di atasnya. Sehingga kita bisa melihat langsung air yang terjun deras ke bawah tepat dari atasnya. Sepertinya enak melintasi jembatan sambil melihat ke bawah air yang terjun dari ketinggian. Saya pun, seperti juga pengunjung yang lain ingin mencobanya. Baru melewati sedikit bagian jembatan saja sudah mulai deg-degan. Terpikir dengan kayu-kayunya yang selalu lembab takut sudah lapuk. Apalagi saat di sela-sela kayu itu melihat ke bawah, melihat air yang jatuh dengan derasnya makin membuat deg-degan. Saya tidak meneruskan melihat ke bawah dan langsung saja jalan pelan-pelan ke ujung jembatan. Apalagi jembatan terasa seperti bergoyang-goyang yang makin membuat deg-degan. Jembatan bergoyang-goyang karena di belakang saya sepertinya banyak yang berbarengan memasuki jembatan. Dan pantesan saja bergoyang, saat saya sampai di ujung dan membaca tulisan di besi jembatan, ternyata disarankan maksimal 5 orang saat melewati jembatan ini. Mestinya pengunjung mengikuti saran yang tertulis pada jembatan itu agar pengunjung lain merasa nyaman.
Baris 61:
Lalu kami naik ke atas lagi di posisi saat datang. Di sini juga ada lapangan rumput yang luas dan di tengahnya ada semacam monumen. Agak ke atas berderet warung-warung berbagai makanan dan minuman. Kadang-kadang terlihat juga monyet yang sedang mencari makan. Tapi sayangnya di sekitar lapangan ini tidak disediakan tempat duduk yang memadai. Jadinya tidak bisa sekedar melemaskan kaki yang sudah gempor sejak berjalan menuju ke sini dan berjalan-jalan disini. Kecuali mau menyewa tikar yang memang dari sejak datang tadi ditawarkan.
 
Saya mencoba lagi menyeberangi curug lewat jembatan yang di atas. Kali ini saya mencoba ke arah atas dimanadi mana terdapat papan penunjuk ke goa Belanda dan goa Jepang. Tapi sayangnya jaraknya jauh dari sini, sekitar 5  km. Jadinya saya tidak mencoba ke arah goa-goa itu. Cuma mencoba naik ke atas lagi sekedar lihat-lihat hutan. Jalanan ke atas sini lebih menanjak dibanding yang sebelumnya. Hingga membuat kaki makin terasa pegal. Di atas sini juga banyak rombongan yang sedang berjalan juga. Di kiri kanan jalan ini ada tulisan nama pada pohon yang tumbuh. Jadi bisa membuat pengunjung tahu nama pohon.
 
Karena sudah makin pegal kaki, kami pun akhirnya kembali lagi ke parkiran. Istirahat sebentar sambil makan tahu goreng panas dan bakwan yang dijual di dekat kami parkir. Waktu menunjukkan sekitar jam 1 siang. Dan sepertinya masih cukup waktu untuk lanjut ke Tangkuban Parahu.
Baris 68:
 
Fasilitas di Maribaya ini perlu diperbaiki, misalnya toilet yang seadanya. Kurangnya tempat untuk duduk-duduk dan berkumpul, yang ada sekarang cuma lapangan terbuka saja. Tempat-tempat makan dan minum yang menarik minat untuk membelinya. Mungkin perlu juga diadakan penginapan yang nyaman sehingga makin menarik pengunjung untuk ke Maribaya.
 
 
==Harga tiket Maribaya==
Baris 78 ⟶ 77:
Tiket masuk orang : Rp. 7.500
Asuransi : Rp. 1000
{{Templat:Air terjun di Indonesia}}
 
[[Kategori:Air terjun di Jawa Barat]]
[[Kategori:Wisata Bandung Barat]]