Gabungan Serikat Buruh Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arief pernando (bicara | kontrib)
Arief pernando (bicara | kontrib)
Baris 3:
 
==Sejarah Pendirian==
Paska proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, belum ada organisasi buruh Islam. Kendati buruh Islam adalah mayoritas, sebagian besar kaum buruh, ternyata dikuasai oleh [[SOBSI]] (Sarekat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) sebuah sayap buruh [[PKI]] (Partai Komunis Indonesia). Dalam kacamata [[Masyumi]], SOBSI hanya memperalat kaum buruh sebagai alat politik semata tapi tidak berupaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Akhirnya pada konferensi Masyumi tahun 1947, muncul diskusi mengenai pengaruh ajaran Islam dalam gerakan perburuhan di Indonesia<ref>Hendri F. Isnaeni, Serikat Buruh Islam Indonesia, Memilih Seteru Antara Komunis atau Majikan</ref>. Ketika itu mulai menguat aspirasi untuk menggorganisir buruh Islam dalam satu serikat buruh yang berjuang dalam panji-panji Islam.
 
Gagasan ini dituangkan dalam rapat persiapan di Yogyakarta pada 10 Juni 1947<ref>GASBIINDO Soko Guru Revolusi Indonesia</ref>. Harun Al Rasyid ditunjuk sebagai pimpinan sementara. Dalam pelaksanaanya, Harun Al Rasyid turut didukung oleh tokoh-tokoh Masyumi lainnya, seperti Mohammad Daljono dan [[Sukiman Wiryosandjoyo]]. Akhirnya, pada 27 November 1947 di kota Solo, Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII) resmi berdiri<ref>GASBIINDO Soko Guru Revolusi Indonesia</ref> dan menjadi anggota khusus Masyumi. Dalam Muktamar I SBII tersebut Mohammad Daljono diamanahi sebagai ketua umumnya<ref>Puji Suwasono, Skripsi Sarekat Buruh Islam Indonesia 1947-1960, Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2002</ref>. Kehadiran SBII memicu munculnya serikat buruh Islam lainnya seperti Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) milikberafilisasi dengan [[Nahdlatul Ulama]] dan Gabungan Organisasi Buruh Serikat Islam Indonesia (GOBSI) dariberafilisasi dengan Partai Syarikat Islam Indonesia ([[PSII]]).
 
==Menjadi GASBIINDO==