Theravāda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa )
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di Abad +pada Abad, -di abad +pada abad, -Di abad +Pada abad, -Di Abad +Pada Abad)
Baris 231:
Perbedaan antara bhikkhu yang sudah ditahbiskan dengan orang awam—sama halnya dengan perbedaan antara praktik-praktik yang dianjurkan oleh Kanon Pali, dan unsur-unsur kisah keagamaan rakyat yang dianut oleh banyak bhikkhu—telah memotivasi beberapa ahli untuk mempertimbangkan Buddhisme Theravāda yang akan terdiri dari beberapa tradisi terpisah yang bertumpang-tindih meskipun masih berbeda. Paling mencolok, antropolog Melford Spiro dalam karyanya ''Buddhism and Society'' memisahkan Theravada Burma menjadi tiga kelompok: Buddhisme Apotropaik (berkenaan dengan memberikan perlindungan dari roh-roh jahat), Buddhisme Kammatik (berkenaan dengan membuat kebaikan untuk kelahiran pada masa depan), dan'' ''Buddhisme Nibbanik (berkenaan dengan mencapai pembebasan Nirwana, seperti yang digambarkan dalam Tipitaka). Ia menekankan bahwa ketiganya berakar kuat dalam Kanon Pali. Kategori-kategori ini tidak diterima oleh semua cendekiawan, dan biasanya dianggap non-eksklusif oleh mereka yang mempekerjakan para cendekiawan tersebut.
 
Peran orang awam secara tradisional terutama sekali berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang biasanya disebut melakukan kebaikan (yang jatuh di bawah kategori Buddhisme kammatik dalam perumusan Spiro). Kegiatan melakukan kebaikan tersebut termasuk menawarkan makanan dan kebutuhan dasar lainnya untuk para bhikkhu, membuat sumbangan untuk kuil-kuil dan biara-biara, membakar dupa atau menyalakan lilin di depan patung Sang Buddha, dan merapalkan mantra-mantra perlindungan atau melakukan kebaikan menurut Kanon Pali. Beberapa praktisi awam selalu memilih untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam urusan agama, tetapi masih mempertahankan status awam mereka. Laki-laki dan perempuan awam yang berdedikasi terkadang bertindak sebagai wali atau penjaga untuk kuil mereka, mengambil bagian dalam perencanaan keuangan dan pengelolaan kuil tersebut. Orang lain mungkin merelakan waktu yang signifikan dalam merawat kebutuhan duniawi para bhikkhu lokal (dengan memasak, bersih-bersih, memelihara fasilitas kuil, dll). Kegiatan awam secara tradisional tidak diperpanjang dengan pelajaran terhadap kitab suci Pali, maupun latihan meditasi, meskipun dipada abad ke-20 daerah ini telah menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat awam, khususnya di Thailand.
 
Sejumlah bhikkhu senior dalam Tradisi Hutan Thailand, termasuk [[Ajahn Buddhadasa]], [[Luang Ta Maha Bua]], Ajahn Plien Panyapatipo, Ajahn Pasanno, dan Ajahn Jayasaro, telah mulai mengajar retret meditasi di luar biara bagi siswa awam.