Kitab kuning: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa , - di Masa + pada Masa ) |
||
Baris 5:
Kebanyakan naskah para ulama pasca ''Khulafaa al-Rasyidin'' ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al-Qur'an pada umumnya. Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al-Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman. Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut. Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.
Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab Kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup. Ketika penerangan masih terbatas
[[Clifford Geertz]] seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul "Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa" (judul aslinya ''The Religion of Java'')<ref>Geertz, Clifford. ''[http://web.archive.org/web/20110821084102/http://koleksikemalaatmojo.blogspot.com/2008/09/abangan-santri-priyayi-dalam-masyarakat.html Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa] (The Religion of Java''), Pent. Aswab Mahasin, Pustaka Jaya, Cet. Ketiga, 1989. ISBN 977-419-068-3. Diakses 7 Oktober 2010</ref> memuat sekelumit ceria tentang kitab kuning. Ada pula buku karangan peneliti Belanda [[Martin van Bruinessen]] yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat",<ref>Bruinessen, Martin van. ''[http://catalog.hathitrust.org/Record/002965329 Kitab kuning, pesantren dan tarekat : tradisi-tradisi Islam di Indonesia], Mizan, Cet. 1, Bandung, 1995. ISBN 979-433-061-2. Diakses 7 Oktober 2010</ref> yang membahas sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.
|