Tionghoa Benteng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Poh An Tuy itu salah ejaan. Seharusnya Pao An Tui - lihat Donald E. Willmott, The National Status of the Chinese in Indonesia 1900-1958
Baris 11:
Warga Tionghoa Benteng sempat bersitegang dengan penduduk pribumi setelah Proklamasi Kemerdekaan. Pada 23 Juni 1946, rumah-rumah etnis Tionghoa di Tangerang diobrak-abrik. Penduduk yang didukung oleh kaum Republik menjarah rumah-rumah warga Tionghoa Benteng. Bahkan meja abu, yang merupakan bagian dari ritual penghormatan leluhur tionghoa, ikut dicuri.
 
Kemarahan penduduk pribumi dipicu seorang tentara NICA dari etnis Tionghoa menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Belanda. Rosihan Anwar dalam harian Merdeka 13 Juni 1946 menulis pada saat itu hubungan warga Tionghoa Benteng dan pribumi mengalami kemunduran paling ekstrem. Terlebih setelah Poh[[Pao An TuyTui]], kelompok pemuda Tionghoa Benteng pro-NICA, mengirim pasukan bersenjata dan mengungsikan masyarakat Tionghoa Benteng yang selamat ke Batavia.<ref>Donald E. Willmott, The National Status of the Chinese in Indonesia 1900-1958, Equinox Publishing (2009), pp. 38-39</ref> Namun akhirnya kerusuhan pro-kemerdekaan itu berhasil diredam oleh koalisi antara tentara PohPao An ThuyTui and tentara Kolonial Belanda.
 
Saat itu, semua etnis Tionghoa Benteng nyaris terusir, dan ketika kembali, mereka tidak lagi mendapatkan tanah mereka dalam keadaan utuh. Tanah-tanah para tuan tanah diserobot pribumi. Atau, mereka mendapati rumah-rumah, yang mereka tinggalkan telah rata dengan tanah. Kini mereka kembali terancam kehilangan rumah mereka karena ambisi pemerintah kota. Kampung itu terletak di DAS Ciliwung, dan memang melanggar peraturan daerah. Namun, mereka telah ada di situ sebelum peraturan daerah itu dibuat.
Baris 31:
Tangerang merupakan daerah terakhir yang dikuasai Belanda di pulau Jawa, daerah ini baru diserahkan kepada Republik pada tahun 50-an.
 
Pada tahun 1946, terjadi kerusuhan etnis di Tangerang, Pribumi menuduh Tionghoa berpihak ke Belanda. Terlebih setelah Poh[[Pao An TuyTui]], tentara Tionghoa Benteng pro-NICA, mengirim tentara dan mengungsikan masyarakat Tionghoa Benteng yang selamat ke Batavia. Etnis pribumi pendatang (kebanyakan Jawa dan Madura) beserta beberapa kelompok religius Sunda dan Betawi melakukan peyerangan terhadap orang Tionghoa Benteng karena dianggap terlalu loyal terhadap NICA, akhirnya kerusuhan ini berhasil diredam oleh tentara gabungan NICA dan PohPao An TuyTui yang membela orang Tionghoa Benteng.
 
Orang-orang Tionghoa Benteng merasa sangat kehilangan ketika Belanda meninggalkan Tangerang pada tahun 50-an dan menyerahkan kota itu kepada Republik, karena mereka kehilangan pelindung mereka, maka terjadilah penyerangan dan perampasan terhadap orang-orang Tionghoa Benteng, banyak di antara mereka yang dulunya kaya sekarang menjadi miskin karena harta leluhur mereka dirampas. Orang Tionghoa benteng hidup lebih sejahtera selama pada zaman kolonial belanda daripada setelah Tangerang masuk ke-dalam Republik Indonesia.
Di Belanda pun orang Tionghoa Benteng mudah ditemui di antara komunitas tionghoa disana, karena kebanyakan orang tionghoa yg ada di Belanda adalah orang Tionghoa Benteng yang melarikan diri setelah Tentara PohPao An TuyTui mengalami kekalahan melawan tentara republik.
 
== Masa kini ==