Sejarah Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Claralarisa (bicara | kontrib)
k Pemulihan sumber dan halaman.
k Mengembalikan suntingan oleh Claralarisa (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan pranala ke halaman disambiguasi
Baris 5:
{{utama|Nusantara pada periode prasejarah}}
[[Berkas:Sangiran 17-02.JPG|jmpl|jmpl|Replika tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali ditemukan di Sangiran]]
Secara geologi, wilayah [[Indonesia]] modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut [[Nusantara]]) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: [[Lempeng Eurasia]], [[Lempeng Indo-Australia]], dan [[Lempeng Pasifik]] (lihat artikel [[Geologi Indonesia]]). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya [[es]] setelah berakhirnya [[Zaman Es]] (Kala Pleistosen), sekitar 10.000 tahun yang lalu, zaman Kala Holosen dimulai berawal dari lenyapnya Benua Sunda akibat luapan air laut.<ref name='saewanbumi'>https://annirell.com/sejarah-pulau-sumatra-swarnabhumi-swarnadwipa/14/12/2022</ref>
 
Pada masa [[Pleistosen]], ketika masih terhubung dengan [[Asia]] Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil ''[[Homo erectus]]'' [[manusia Jawa]] dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (''[[Homo floresiensis]]'')<ref>Masih diperdebatkan, apakah termasuk ''H. erectus'' atau ''H. sapiens''</ref> di [[Liang Bua]], [[Flores]], membuka kemungkinan masih bertahannya ''H. erectus'' hingga masa [[Zaman Es]] terakhir.<ref>Swisher et al. 1996 (cit. Capelli et al. 2001. ''Am. J. Hum. Genet.'' 68:432-443) menyebutkan hingga 25.000 tahun yang lalu.</ref>
 
''[[Homo sapiens]]'' pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai [[Asia]] dari Asia Barat, dan pada sekitar 60.000 sampai 70.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.<ref>Roberts 1990.</ref> Mereka, yang [[fenotipe|berfenotipe]] kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli [[Melanesia]] (termasuk [[Papua]] sekarang) dan membawa kultur kapak lonjong ([[Paleolitikum]]). Gelombang pendatang [[bahasa Austronesia|berbahasa Austronesia]] dengan kultur [[Neolitikum]] datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui [[Formosa]] dan [[Filipina]] membawa kultur beliung persegi ([[kebudayaan Dongson]]). Proses migrasi ini merupakan bagian dari [[pendudukan Pasifik]]. Kedatangan gelombang penduduk berciri [[Mongoloid]] ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk [[Maluku]] serta [[Nusa Tenggara]]. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik [[pertanian]], termasuk bercocok tanam [[padi]] di [[sawah]] (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), [[peternakan|beternak]] [[kerbau]], pengolahan [[Zaman Perundagian|perunggu]] dan [[Zaman Perundagian|besi]], teknik [[tenun ikat]]., Praktikpraktik-praktik [[megalitikum]], serta pemujaan roh-roh ([[animisme]]) serta benda-benda keramat ([[dinamisme]]). Pada abad pertama 25000 SM sudah terbentuk permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil pertama zaman 2500 SM, Bukti fisik awal berada di lereng Bukit Bakar Batu Brak museum di Indonesia<ref name='saewanbumi'/> dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari [[India]] akibat hubungan perdagangan pada zaman 200 M.<ref name='saewanbumi'/>
 
''[[Homo sapiens]]'' pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai [[Asia]] dari Asia Barat, dan pada sekitar 60.000 sampai 70.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.<ref>Roberts 1990.</ref> Mereka, yang [[fenotipe|berfenotipe]] kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli [[Melanesia]] (termasuk [[Papua]] sekarang) dan membawa kultur kapak lonjong ([[Paleolitikum]]). Gelombang pendatang [[bahasa Austronesia|berbahasa Austronesia]] dengan kultur [[Neolitikum]] datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui [[Formosa]] dan [[Filipina]] membawa kultur beliung persegi ([[kebudayaan Dongson]]). Proses migrasi ini merupakan bagian dari [[pendudukan Pasifik]]. Kedatangan gelombang penduduk berciri [[Mongoloid]] ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk [[Maluku]] serta [[Nusa Tenggara]]. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik [[pertanian]], termasuk bercocok tanam [[padi]] di [[sawah]] (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), [[peternakan|beternak]] [[kerbau]], pengolahan [[Zaman Perundagian|perunggu]] dan [[Zaman Perundagian|besi]], teknik [[tenun ikat]]. Praktik-praktik [[megalitikum]], serta pemujaan roh-roh ([[animisme]]) serta benda-benda keramat ([[dinamisme]]). Pada abad pertama 25000 SM sudah terbentuk permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil pertama zaman 2500 SM, Bukti fisik awal berada di lereng Bukit Bakar Batu Brak museum di Indonesia<ref name='saewanbumi'/> dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari [[India]] akibat hubungan perdagangan pada zaman 200 M.<ref name='saewanbumi'/>
== Era Kerajaan-Kerajaan di Nusantara ==
 
=== Sejarah awal ===
{{lihat pula|Sejarah Nusantara}}
Para cendekiawan [[India]] telah menulis tentang [[Dwipantara]] atau kerajaan [[Hindu]] [[Jawa Dwipa]] di Pulau [[Jawa]] dan keprcayaan terhadap tuhan yang maha esa, animisme di [[Sumatra]] danatau Swarna Dwipa sekitar [[200 SM]]. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya empat kerajaan bercorak [[Hinduisme]] pada abad ke-1 dan [[abad ke-5]], yaitu Kerajaan Salakanagara yang berdiri di [[Jawa Barat]] sekitar tahun 130 M atau abad ke-1 sementara Kerajaan Kandis Bukit Bakar (Humatang Sulang) di Sumatra dan kerajaan kerajaan pada abad ke-4 sampai abad ke-5 mulai muncul seperti [[Kerajaan Tarumanagara]] yang menguasai [[Jawa Barat]] dan [[Kerajaan Kutai]] di pesisir [[Sungai Mahakam]], [[Kalimantan]]. Pada tahun 425 ajaran [[Buddhisme]] telah mencapai wilayah tersebut.
 
[[Nusantara]] telah mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua kekaisaran besar, yaitu [[Sriwijaya]] di [[Sumatra]] pada [[abad ke-7]] tahun 650 M hingga [[abad ke-1314|14]] dan [[Majapahit]] Hindu-Buddhadi [[Jawa]] pada [[abad ke-13]] tahun 1222 sampai tahun 1288 pada [[abad ke-16|16]] M Erupsi Gunung Sinabung di Dataran Tinggi Karo, pada tahun 1507 M Aceh menjadi kesultanan Islam ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang seringkali menjadi vassal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan dan perdagangan (seperti di [[Maluku]]). Hal tersebut telah terjadi sebelum [[Eropa Barat]] mengalami masa [[Abad Renaisans|Renaisans]] pada [[abad ke-16]].<ref name='saewanbumi'/>
 
[[Nusantara]] telah mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua kekaisaran besar, yaitu [[Sriwijaya]] di [[Sumatra]] pada [[abad ke-7]] tahun 650 M hingga [[abad ke-13]] dan [[Majapahit]] Hindu-Buddha [[Jawa]] pada [[abad ke-13]] tahun 1222 sampai tahun 1288 pada [[abad ke-16|16]] M Erupsi Gunung Sinabung di Dataran Tinggi Karo, pada tahun 1507 M Aceh menjadi kesultanan Islam ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang seringkali menjadi vassal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan dan perdagangan (seperti di [[Maluku]]). Hal tersebut telah terjadi sebelum [[Eropa Barat]] mengalami masa [[Abad Renaisans|Renaisans]] pada [[abad ke-16]].<ref name='saewanbumi'/>
<gallery mode="packed" widths="170" heights="170">
Unknown Indonesian Burial Mask, Javanese, 5th century CE or earlier.jpg|Topeng kubur dari Indonesia, sebelum abad ke-5.
Baris 25 ⟶ 28:
{{utama|Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha}}
[[Berkas:Prasasti tugu.jpg|jmpl|200px|Prasasti Tugu peninggalan Raja [[Purnawarman]]]]
Pada [[abad ke-4]] hingga [[abad ke-7]] di wilayah [[Jawa Barat]] terdapat kerajaan bercorak Hindu-Buddha, yaitu [[Tarumanegara|Kerajaan Tarumanagara]] yang dilanjutkan dengan [[Kerajaan Sunda]] sampai [[abad ke-16]]. Pada [[abad ke-7]] hingga [[abad ke-1314]], kerajaan Buddha [[Sriwijaya]] berkembang pesat menguasaidi AsianTenggaraSumatra. Penjelajah Tiongkok, [[I-Tsing]], mengunjungi ibu kota Sriwijaya Hindu-Buddha, [[Palembang]], sekitar tahun 670-an. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh [[Jawa Barat]] dan [[Semenanjung Melayu]].<ref name='saewanbumi'/>KedatuanKerajaan Sriwijaya Hindu juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan [[Hindu]] di [[Jawa Timur]], yaitu [[Majapahit]]. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, [[Gajah Mada]] berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam [[budaya Jawa|kebudayaan Jawa]], seperti yang terlihat dalam [[wiracarita]] [[Ramayana]].
 
=== Kerajaan & Kesultanan Islam ===
{{utama|Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam}}
[[Kesultanan]] sebagai sebuah pemerintahan oleh [[khalifah|penguasa Muslim]] hadir di Indonesia sekitar [[abad ke-12]] dan membangun [[peradaban|tamadun]]. Namun, sebenarnya [[Islam]] sudah masuk ke [[Indonesia]] sebelum pada [[abad ke-7]] adlah kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui [[Selat Malaka]] dan wilayah-wilayah pesisir yang menghubungkan [[Dinasti Tang]] di [[Tiongkok]]. Kedatuan, [[Sriwijaya]] di maritim [[Asia Tenggara]], menjalin hubungan diplomatik dengan Kekhalifahandan [[Bani Umayyah]] di [[Asia Barat]] Arab Saudi sejak [[abad ke-7]].<ref name='saewanbumi'/><ref>Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9; Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan, hal. 92-93; A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh, 1993, cet. 3, al-Ma'arif, hal. 7; Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam oleh Dr. Uka Tjandrasasmita, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal 9-27. Dalam beberapa literatur lain disebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke 9. Ada juga yang menyebutkan abad ke 13. Namun, sebenarnya Islam masuk ke Indonesia abad 7M, lalu berkembang menjadi institusi politik sejak abad 9M, dan pada abad 13M kekuatan politik Islam menjadi amat kuat.</ref>
 
Menurut sumber-sumber [[Berita Tiongkok|Cina]] zaman Dinasti Tang, menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang [[Bangsa Arab|Arab]] menjadi pemimpin permukiman Arab [[Muslim]] di pesisir pantai bagian selatan [[Sumatra]]. [[Islam]] pun memberikan pengaruh kepada institusi integritaspolitik yang ada. Hal ini tampak pada tahun 100 [[Hijriah|H]] (718 M) suku kedatuan[[Raja]] [[Sriwijaya]] kayangan[[Jambi]] yang bernama [[Srindrawarman]] mengirim surat kepada [[Khalifah]] [[Umar bin Abdul Aziz]] dari [[Kekhalifahan Umayyah]] meminta dikirimkan [[mubalig]] yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, harimau yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu buntu, wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan [[Allah]] SWT dan Nabi Muhammad SAW utusan Alla SWT serta berpedoman dengan AL-QUR'AN. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang takbegitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan.<ref name='saewanbumi'/> Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya Mujahitseseorang yang dapat mengajarkan [[Islam]] kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula beragama Animisme dan [[Hindu]], menjadi [[mualaf|masuk Islam]]. Sriwijaya KayanganJambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi diserang oleh Sriwijaya [[Palembang]] yang masih menganut [[Buddha]].<ref>Musyrifah name='saewanbumi'Sunanto, op cit. hal 6.</ref>
 
[[Islam]] terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama [[Kesultanan Peureulak]] didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah [[Kesultanan Ternate]]. Islam masuk ke kerajaan di [[Kepulauan Maluku]] ini tahun [[1440]].
Menurut sumber-sumber [[Berita Tiongkok|Cina]] zaman Dinasti Tang, menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang [[Bangsa Arab|Arab]] menjadi pemimpin permukiman Arab [[Muslim]] di pesisir pantai bagian selatan [[Sumatra]]. [[Islam]] pun memberikan pengaruh kepada institusi integritas yang ada. Hal ini tampak pada tahun 100 [[Hijriah|H]] (718 M) suku kedatuan [[Sriwijaya]] kayangan yang bernama [[Srindrawarman]] mengirim surat kepada [[Khalifah]] [[Umar bin Abdul Aziz]] dari [[Kekhalifahan Umayyah]] meminta dikirimkan [[mubalig]] yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, harimau yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu buntu, wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan [[Allah]] SWT dan Nabi Muhammad SAW utusan Alla SWT serta berpedoman dengan AL-QUR'AN. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang takbegitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan.<ref name='saewanbumi'/> Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya Mujahit yang dapat mengajarkan [[Islam]] kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula beragama Animisme dan [[Hindu]], menjadi [[mualaf|masuk Islam]]. Sriwijaya Kayangan pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'.<ref name='saewanbumi'/>
 
[[Kerajaan Islam di Indonesia|Kesultanan Islam]] kemudian semakin menyebarkan berbagai ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan AnimismeHindu dan Hindu-Buddha sebagai kepercayaan utama pada akhir [[abad ke-16]] di [[Jawa]] dan [[Sumatra]]. TerkecualiHanya [[Bali]] yang tetap mempertahankan mayoritas [[Hindu]]-Buddha. Di kepulauan-kepulauan di Timur, rohaniawan-rohaniawan [[Kristen]] dan [[Islam]] diketahui sudah aktif pada [[abad ke-16]] dan [[abad ke-17|17]], dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua [[agama]] di kepulauan-kepulauan tersebut.<ref name='saewanbumi'/>
Sayang, pada abad ke-13 Sriwijaya kayangan diserang oleh Sriwijaya Hindu-Buddha [[Palembang]] yang masih menganut Animisme dan [[Buddha]], palembang berhasil dipukul mundur dan tidak pernah kembali, sejak penaklukan Sriwijaya berganti ′lafal.<ref>Musyrifah Sunanto, op cit. hal 6.</ref><ref name='saewanbumi'/>[[Islam]] terus mengokoh menjadi institusi integritas yang mengemban Islam, bak Kesultanan Kepaksian Sekala Brak≥.<ref name='saewanbumi'/>
 
Penyebaran Islam abad ke-16 dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar [[Nusantara]]; hal ini, karena para penyebar [[dakwah]] atau [[mubalig]] merupakan utusan dari negara-negara Muslim yang datang dan dari luar maritim Asian Tenggara ([[Indonesia]]),<ref name='saewanbumi'/> maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para [[mubalig]] ini bekerja melalui cara [[berdagang]], para mubalig inipun menyebarkan Islam kepada para [[pedagang]] dari [[pribumi-Indonesia|penduduk pribumi]] daerah-daerah tersebut, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaanlah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: [[Kesultanan Demak]], [[Kerajaan Djipang]], [[Kerajaan Samudera Pasai]], [[Kesultanan Banten]] yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara [[Eropa]], [[Kesultanan Mataram]], [[Kerajaan Iha|Kesultanan Iha]], [[Kesultanan Gowa]], [[Kesultanan Gorontalo]], [[Kesultanan Ternate]], dan [[Kesultanan Tidore]] di [[Maluku]].<ref name='saewanbumi'/>
[[Kerajaan Islam di Indonesia|Kesultanan Islam]] kemudian semakin menyebarkan berbagai ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Animisme dan Hindu-Buddha sebagai kepercayaan utama pada akhir [[abad ke-16]] di [[Jawa]] dan [[Sumatra]]. Terkecuali [[Bali]] yang tetap mempertahankan mayoritas [[Hindu]]-Buddha. Di kepulauan-kepulauan di Timur, rohaniawan-rohaniawan [[Kristen]] dan [[Islam]] diketahui sudah aktif pada [[abad ke-16]] dan [[abad ke-17|17]], dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua [[agama]] di kepulauan-kepulauan tersebut.<ref name='saewanbumi'/>
 
Penyebaran Islam abad ke-16 dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar [[Nusantara]]; hal ini, karena para penyebar [[dakwah]] atau [[mubalig]] merupakan utusan Muslim yang datang dan dari luar maritim Asian Tenggara ([[Indonesia]]),<ref name='saewanbumi'/> maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para [[mubalig]] ini bekerja melalui cara [[berdagang]], para mubalig inipun menyebarkan Islam kepada para [[pedagang]] dari [[pribumi-Indonesia|penduduk pribumi]] daerah-daerah tersebut, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaanlah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: [[Kesultanan Demak]], [[Kerajaan Djipang]], [[Kerajaan Samudera Pasai]], [[Kesultanan Banten]] yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara [[Eropa]], [[Kesultanan Mataram]], [[Kerajaan Iha|Kesultanan Iha]], [[Kesultanan Gowa]], [[Kesultanan Gorontalo]], [[Kesultanan Ternate]], dan [[Kesultanan Tidore]] di [[Maluku]].<ref name='saewanbumi'/>
== Era kolonial ==