Inversio uteri, inversi uterus, atau penyungsangan rahim adalah keadaan uterus pada posisi terbalik dengan fundus uteri (bagian atas dan terdalam rahim) masuk sebagian atau seluruhnya ke dalam rongga uterus, vagina, atau keluar dari vulva. Keadaan ini dapat terjadi secara mendadak atau perlahan. Hal ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta dengan manuver Credé (penekanan manual pada perut), tapi otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Jarang terjadi diluar persalinan.[5] Gejala yang ditimbulkan antara lain perdarahan pasca persalinan, nyeri perut, massa pada vagina hingga menimbulkan keadaan syok yang diawali dengan tekanan darah rendah.[1]

Inversio uteri
Inversio uteri berat
Informasi umum
SpesialisasiObstetrik
TipeDerajat satu, dua, tiga[1]
Faktor risikoPenarikan tali pusar atau pendorongan bagian atas rahim sebelum plasenta terlepas, atonia uteri, plasenta previa, gangguan jaringan ikat[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaPerdarahan pasca persalinan, nyeri perut, massa pada vagina, tekanan darah rendah[1]
DiagnosisTerlihat bagian dalam uterus di vagina[2]
Kondisi serupaMioma uteri, atonia uteri, gangguan perdarahan, retensi plasenta[1]
PerawatanResusitasi, reposisi uterus secara cepat[1]
PengobatanOksitosin, antibiotik[1]
Prognosis~15% risiko kematian[3]
PrevalensiSekitar 1 dari 6.000 persalinan[1][4]

Inversio uteri terjadi pada 1 dari 2.000 hingga 10.000 persalinan dengan rata-rata 1 dari 6.000 persalinan.[4] Kasus tertinggi terjadi di negara-negara berkembang.[1] Risiko kematian pada ibu pun mencapai 15%. Berbeda pada zaman dahulu, risiko kematian dapat mencapai 80%.[3] Kondisi demikian juga pernah dicatat oleh Hipocrates;.[1]

Faktor risiko terjadinya inversio uteri antara lain penarikan tali pusat atau penekanan bagian atas uterus (fundus uteri) sebelum plasenta terlepas.[1] Faktor risiko lain antara lain atonia uteri, plasenta previa, dan gangguan jaringan ikat. Penegakkan diagnosis dilakukan dengan melihat bagian dalam uterus terletak atau keluar di vagina.[2][6]

Penanganan yang dapat dilakukan antara lain resusitasi penderita seiring dengan tindakan pengembalian uterus seperti sediakala secapat mungkin. Pada saat tindakan manual tidak dapat dilakukan, maka tindakan bedah dapat dilakukan. Kemudian diberikan oksitosin dan antibiotik.[1]

Penyebab sunting

Penyebab utama inversio uteri belum sepenuhnya diketahui dengan baik dan dianggap memiliki hubungan dengan kelainan dari miometrium. Sebagian besar kondisi ini terjadi secara mendadak dan lebih sering karena prosedur tindakan persalinan. Kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.

Inversio uteri dapat terbagi dua menurut penyebabnya, yaitu inversio uteri nonobstetri dan inversio uteri purperalis. Inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma uteri submukosa yang terlahir, polip endometrium, dan sarkoma uteri. Pada kondisi tersebut, fundus uteri tertarik ke arah bawah disertai dengan kontraksi miometrium secara terus-menerus yang mencoba untuk mengeluarkan mioma karena dianggap sebagai benda asing. Namun, inversio uteri karena penyebab nonobstetri lebih jarang terjadi.[5] Sementara inversio uteri purperalis terjadi secara spontan dan lebih sering karena tindakan persalinan.

Gejala klinis sunting

Inversio uteri dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan pasca persalinan, nyeri perut, massa pada vagina hingga menimbulkan keadaan syok yang diawali dengan tekanan darah rendah.[1] Namun, tidak jarang tidak menampakkan gejala yang khas.[1][2]

Perdarahan pasca persalinan dapat terjadi sedikit ataupun perdarahan yang hebat. Pada kondisi inversio uteri mengalami prolaps dengan plasenta yang telah lepas, maka dapat menimbulkan perdarahan terus menerus karena uterus tidak mengalami kontraksi yang dapat menghentikan perdarahan.[1][2]

Syok dapat terjadi setelah mengalami perdarahan hebat. Selain itu, juga dapat terjadi karena nyeri hebat yang diakibatkan ligamentum yang terjepit oleh cincin serviks serta tarikan peritoneum.[1][2]

Tatalaksana sunting

 
Reposisi manual

Tatalaksana pertama adalah dengan mengatasi keadaan umum penderita sehingga tidak terjadi syok, bahkan kematian. Diagnosis yang cepat dapat meminimalisir risiko, karena semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit dalam pengembaliannya. Terapi terhadap perdarahan dan syok sebaiknya diberikan segera penggantian cairan tubuh menggunakan jarum infus ukuran besar. Dipertimbangkan untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia, persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Pengamatan tanda vital penderita dilakukan sesering mungkin, serta dilakukan pemasangan kateter untuk menilai urin penderita.[1][2]

Selanjutnya dilakukan tindakan reposisi, pengembalian posisi fundus uteri. Reposisi dapat dilakukan secara manual, maupun secara operatif. Ketika reposisi manual tidak dapat dilakukan, reposisi secara operatif dapat dilakukan. Ada beberapa teknik reposisi, seperti:[1]

  • Johnson
  • O'Sullivan
  • Huntington
  • Haulstain
  • Spinelli
  • Kustner

Reposisi dengan teknik Johnson dillakukan dengan memasukkan seluruh tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari lain berada pada cervical utero junction dan telapak tangan menampung fundus uteri. Lalu uterus didorong masuk ke dalam rongga panggul dan perut. Tangan operator tetap berada dalam rahim hingga timbul kontraksi uterus yang keras.[1]

Reposisi dengan teknik O’Sullivan menggunakan tekanan hidrostatis untuk mereposisi inversio uteri pueperalis. Dua liter cairan garam fisiologis di tempatkan pada tiang infus dengan ketinggian dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet ditempatkan pada forniks posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan mengalir cepat, dan tangan operator menutup jalan lahir untuk mencegah cairan keluar. Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Reposisi ini berlangsung dalam 5-10 menit.[1]

Reposisi operatif teknik Huntington dilakukan setelah tindakan laparatomi yang dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep Allis dipasang 2 cm di bawah cincin serviks pada kedua sisinya,kemudian ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula. Tarikan tersebut dapat dibantu dengan dorongan manual melalui jalan lahir untuk mempermudah prosedur.[1][6]

Reposisi operatif teknik Haulstain dilakukan dengan membuat insisi longitudinal (sayatan melintang) sepanjang dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan pada fundus. Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit kembali.[6]

Reposisi operatif teknik Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian plika kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi mediana dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium yang terbuka dan membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal.[1][6]

Reposisi operatif teknik Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis. Dengan cara membuka dinding posterior kavum Douglas. Dilakukan kolpotomi transversa transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6 sampai dinding posterior uterus. Insisi dibuat sepanjang garis putus-putus. Kemudian dengan menggunakan ibu jari uterus dibalikkan sepanjang sisi insisi. Setelah uterus dibalikkan, insisi yang telah terbuat diperbaiki kembali. Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan histerektomi pervaginam.[1][6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Bhalla, Rita; Wuntakal, Rekha; Odejinmi, Funlayo; Khan, Rehan U (January 2009). "Acute inversion of the uterus". The Obstetrician & Gynaecologist. 11 (1): 13–18. doi:10.1576/toag.11.1.13.27463. 
  2. ^ a b c d e f Mirza, FG; Gaddipati, S (April 2009). "Obstetric emergencies". Seminars in Perinatology. 33 (2): 97–103. doi:10.1053/j.semperi.2009.01.003. PMID 19324238. 
  3. ^ a b Gandhi, Alpesh; Malhotra, Narendra; Malhotra, Jaideep; Gupta, Nidhi; Bora, Neharika Malhotra (2016). Principles of Critical Care in Obstetrics (dalam bahasa Inggris). Springer. hlm. 335. ISBN 9788132226925. 
  4. ^ a b Andersen, H. Frank; Hopkins, Michael P. (2009). "Postpartum Hemorrhage". The Global Library of Women's Medicine. doi:10.3843/GLOWM.10138. 
  5. ^ a b Mehra, R; Siwatch, S; Arora, S; Kundu, R (12 December 2013). "Non-puerperal uterine inversion caused by malignant mixed mullerian sarcoma". BMJ Case Reports. 2013: bcr2013200578. doi:10.1136/bcr-2013-200578. PMC 3863018 . PMID 24334469. 
  6. ^ a b c d e Apuzzio, Joseph J.; Vintzileos, Anthony M.; Berghella, Vincenzo; Alvarez-Perez, Jesus R. (2017). Operative Obstetrics, 4E (dalam bahasa Inggris). CRC Press. hlm. PT822. ISBN 9781498720588.