Indische Sociaal Democratische Vereeniging

Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV; bahasa Indonesia: Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia) adalah organisasi politik berhaluan Marxisme-Leninisme pertama yang berdiri di Hindia Belanda. Organisasi ini didirikan di Surabaya pada 9 Mei 1914 oleh Henk Sneevliet dan tokoh sosialis lainnya. ISDV menjadi cikal bakal berdirinya Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920.[1]

Indische Sociaal-Democratische Vereeniging
Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia
Ketua umumHenk Sneevliet
PendiriHenk Sneevliet (Ketua)
Adolf Baars
C. Hartogh
H.W. Dekker
Bernard Cooster
Dibentuk09 Mei 1914 (1914-05-09)
Dibubarkan23 Mei 1920
Diteruskan olehPKI
Kantor pusatSurabaya
Semarang
Surat kabarHet Vrije Woord
Sayap BuruhPorojitno
PKBT
Sayap PribumiSama Rata Hindia Bergerak
IdeologiSosialisme
Marxisme-Leninisme
Komunisme
Antikapitalisme
Afiliasi internasionalSDAP
WarnaMerah

Pendirian

sunting
 
Henk Sneevliet

Henk Sneevliet adalah salah satu tokoh sosialis Belanda yang datang ke Hindia Belanda pada tahun 1913. Di Hindia, ia bergabung dengan organisasi buruh kereta api VSTP. Pada awal tahun 1914, Sneevliet mengunjungi Surabaya, yang saat itu sudah menjadi tempat perkumpulan tokoh-tokoh sosialis, seperti L.D.J Reeser, yang 11 tahun sebelumnya telah mendirikan organisasi sosialis bernama Kontributie Vereeniging. Tokoh sosialis lain seperti Bernard Cooster dan Coos Hartogh juga telah aktif di Surabaya.

Dimasa itu, terjadi perbedaan pendapat diantara kalangan sosialis, mengenai perlunya mendirikan organisasi sosialis tersendiri di Hindia Belanda, atau belum saatnya. Akhirnya golongan yang dipimpin Sneevliet memutuskan untuk mendirikan organisasi sosialis-Marxis pertama di Hindia Belanda. Pada 9 Mei 1914, bersama 60 tokoh Sosial-Demokrat lainnya Sneevliet mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging yang dideklarasikan di Matrozenbond Club (serikat buruh pelaut) di Marinegebouw, Surabaya.[2]

Organisasi ini adalah organisasi pertama yang berpengaruh besar dan secara terang menyatakan diri sebagai organisasi Marxis. Sneevliet dan tokoh ISDV pun segera membangun hubungan dengan organisasi-organisasi yang ada di Hindia saat itu.

Hubungan dengan Insulinde

sunting

Salah satu strategi ISDV untuk mengumpulkan pendukung dari berbagai kalangan adalah berkerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada saat itu.

Organisasi pertama yang berkerjasama dengan ISDV adalah Insulinde. Organisasi ini sendiri dikelola oleh tokoh2 berdarah Indo-Belanda, yang dahulu dirintis oleh Karel Zaalberg, salah satu tokoh sosialis awal. Kerjasama dimulai sekitar Juni 1914, hanya sebulan setelah pendirian ISDV. Kerjasama ISDV-Insulinde ini terwujud dalam pemilihan anggota dewan kota Surabaya.

Sayang kerjasama ini kemudian tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, dikarenakan kedua pihak memiliki tujuan organisasi yang berbeda, yang mana ISDV bertujuan menyuarakan hak-hak buruh dan internasionalisme, sementara Insulinde bertujuan meningkatkan pengaruh kelompok Indo-Belanda di Hindia.

Pemilihan Gemeenteraad Surabaya

sunting

Pada Juni 1914, Stadgemeente Surabaya mengadakan pemilihan untuk anggota dewan baru yang akan mengisi kursi dewan. Untuk pertama kalinya ISDV terjun ke dunia politik praktis. ISDV berkoalisi dengan Insulinde untuk mengisi kursi dewan kota. Koalisi ISDV-Insulinde membuahkan dua gagasan kampanye utama, yaitu:

1. Sociale Gemeente-politiek

Koalisi ISDV-Insulinde menyuarakan hak kursi untuk golongan "pribumi maju", yang dimana golongan pribumi dipilih berdasarkan keahliannya dalam urusan dewan kota, bukan dari penunjukan berdasarkan kekerabatan atau gelar ningrat. Gagasan ini menyerukan pemilihan dewan kota yang demokratis dan benar-benar mewakili seluruh pemilih yang terdiri dari mayoritas pribumi terpelajar dan kelompok menengah.

2. Gemeenteraad Grondpolitiek

Koalisi ISDV-Insulinde meminta pemerintah untuk tidak menjual tanah kotapraja di wilayah Gubeng Utara untuk dibangun depo Jawatan Kereta Api. Namun lebih baik tanah tersebut digunakan untuk membangun kompleks perumahan yang layak bagi siapapun di Surabaya. Hal tersebut dianggap lebih memiliki urgensi, dikarenakan Surabaya sebagai kota industrialis memiliki jumlah buruh yang cukup banyak, dan tidak semua buruh tersebut memiliki kehidupan yang layak.

Dalam koalisi ini, Coos Hartogh, selaku pimpinan ISDV Surabaya ditunjuk menjadi kandidat Dewan Kota. Koalisi ISDV-Insulunde membentuk Fraksi Sosialis di dewan kota. Fraksi Sosialis bersaing dengan kelompok politik lain seperti:

Kiesvereeniging Soerabaja (Perkumpulan Pemilih Surabaya)

Christelijk-Etisch Partij (Partai Etis Kristen)

Indischen Vrijzinig Bond (Perhimpunan Liberal Hindia)

Hasil Pemilihan

Hasil pemilihan anggota memberikan kemenangan kepada koalisi ISDV-Insulinde. Coos Hartogh diangkat menjadi anggota Gemeenteraad Surabaya dan membentuk fraksi sosialis di dalam dewan kota. Walaupun fraksi sosialis masih menjadi bagian kecil didalam dewan, ini menunjukan bahwa ISDV yang baru berusia satu bulan dengan berkoalisi dengan Insulinde dapat menjadi fraksi politik yang layak diperhitungkan[3]

Het Vrije Woord

sunting
 
Het Vrije Woord terbitan 16 November 1918

ISDV memiliki media cetak yang bernama Het Vrije Woord. Nama koran ini sendiri berarti "Ekspresi Bebas" yang melambangkan liberalisme dan kebebasan bersuara saat itu. Adolf Baars cukup aktif dalam kepengurusan Het Vrije Woord. Surat kabar ini berhaluan sosialis, dan mulai diedarkan pada tahun 1915 hingga 1922. Surat kabar ini bersaing dengan Oetoesan Hindia yang merupakan media cetak milik perusahaan NV Setia Oesaha. Perusahaan ini dikelola oleh tokoh-tokoh Sarekat Islam.[4]

Hubungan dengan SI

sunting
 
Rapat Anggota SI dengan VSTP di Kaliwungu

ISDV menjalin hubungan dengan Sarekat Islam sejak tahun 1915, ketika SI mengadakan kongres kedua nya di Yogyakarta. Pada awalnya, SI dan ISDV memiliki hubungan yang dekat walau kadang memanas, Tjokroaminoto sebagai pemimpin SI berhasil menarik minat sebagian besar masyarakat saat itu, dan menjadikan SI sebagai organisasi massa pribumi terbesar si Hindia Belanda. Beberapa tokoh SI muda seperti Semaun, Mas Alimin Prawirodirjo, dan R. Darsono Notosudirjo bergabung dengan ISDV. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada periode 1912-1921, SI tidak menerapkan disiplin partai, dengan demikian anggota SI bebas untuk dalam waktu bersamaan menjadi anggota organisasi lain.

Hal ini yang membuat kelak SI mengalami perpecahan, karena semakin kuatnya fraksi kiri yang berkuasa di dalam SI, yang disebut SI Merah. Pusat SI Merah berbasis di Semarang, dimana Semaun dan Darsono aktif bekerja untuk ISDV. Dalam waktu singkat Semaun berhasil meraih posisi yang cukup penting di dalam ISDV dan VSTP, dimana ia juga cukup aktif.

Sarekat Islam tidak pernah menjadi organisasi yang terpusat seperti ISDV, cabang-cabang SI berkembang secara mandiri. Karena itu pimpinan SI membentuk organisasi berbentuk dewan yang berfungsi semacam representatif dari banyak cabang, organisasi tersebut berdiri pada tahun 1916 dan bernama Central Sarekat Islam (CSI).[5]

The Bloc Within

sunting

Sneevliet sebagai pimpinan ISDV memiliki strategi untuk meningkatkan pengaruh organisasinya di dalam dunia pergerakan. Strategi tersebut kelak dikenal sebagai "Bloc-Within". Secara sederhana strategi Sneevliet mendorong agen-agen ISDV untuk menyusup di organisasi-organisasi pergerakan lain dan menyebarkan faham-faham Marxis ISDV. Jika diperlukan, agen tersebut harus dapat memegang posisi-posisi vital didalam organisasi tersebut.

Organisasi utama yang diincar oleh Sneevliet adalah Sarekat Islam. Organisasi ini adalah yang terbesar dan paling berpengaruh dikalangan pribumi. Suatu kemajuan besar jika ISDV berhasil mengendalikan haluan SI lewat kader-kadernya yang menyusup di dalam kepengurusannya. Secara umum SI telah menjadi rekan pergerakan ISDV sejak awal persentuhannya. Kedua organisasi sempat bersatu untuk membangun front radikal pergerakan yang dinamai Persatuan Pergerakan Kaoem Boeroeh (PPKB) pada tahun 1919. Di waktu yang sama, organisasi lain yang berasas persatuan kekuatan antara SI dan ISDV sebagai suara anti-kolonial didalam koloni juga dibentuk dan dinamai Persatuan Pergerakan Kemerdekaan Rakyat (PPKR).

Namun akibat perpecahan yang terjadi menjelang desawarsa 1920an, kedua organisasi tersebut secara praktis hampir tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebuah front persatuan. PPKB dan PPKR juga dimanfaatkan oleh ISDV untuk dapat menyebarkan faham kirinya ke dalam SI. Tokoh-tokoh Sarekat Islam seperti Haji Agus Salim, dan Ki Bagus Hadikusumo yang menyadari ini pun akhirnya menyatakan penentangan kepada ISDV, dengan demikian tahun-tahun permusuhan antara ISDV-SI dimulai. Permusuhan ini berlanjut hingga tahun 1920an, dimana ISDV telah berubah nama menjadi Perserikatan Kommunist Hindia (1920) dan Partai Komunis Indonesia (1924).

Strategi The Bloc Within secara nyata tidak berhasil menguasai SI secara penuh, terutama setelah Sneevliet diusir dari Hindia sekitar tahun 1918. SI pimpinan Tjokroaminoto dan Agus Salim masih berhasil bertahan dibawah panji SI Putih. Strategi Sneevliet tersebut justru menuai keberhasilan yang lebih berarti di Cina, saat Sneevliet, dibawah nama samaran Maring, membantu Chen Duxiu mendirikan Partai Komunis Tiongkok (PKT).[6]

Pergeseran Kepemimpinan

sunting

Setelah Perang Dunia I, pemerintah Hindia Belanda melarang utusan Belanda yang berafiliasi dengan partai komunis untuk masuk ke Hindia Belanda. Hal ini merupakan reaksi dari pecahnya Revolusi Oktober 1917 yang menjatuhkan dinasti Romanov di Rusia. Berita mengenai Revolusi Troelstra di Belanda yang terjadi pada tahun 1923 juga membuat pemerintah di Hindia waspada. Sneevliet dan jajaran pimpinan ISDV yang berdarah Belanda akhirnya sebagian besar dideportasi keluar negeri.

Dalam kekosongan kepemimpinan ini, di Surabaya dilakukan kongres ISDV tahun 1919 untuk mengangkat pimpinan baru. Kongres mengeluarkan keputusan bahwa C.Hartogh diangkat menjadi ketua ISDV yang baru. Hal ini menimbulkan protes dari sejumlah tokoh ISDV lain seperti Semaun dan Baars, yang tidak sepakat dengan gagasan dan pengangkatan Hartogh sebagai ketua baru. Selain itu, perdebatan sengit mengenai apakah ISDV harus bergabung kedalam Komintern menjadi diskusi yang tak kunjung usai. Pada 23 Mei 1920, kongres terakhir ISDV dilaksanakan. Dimasa ini, secara nyata jajaran tinggi kepemimpinan ISDV telah dipegang oleh tokoh-tokoh pribumi seperti Semaun. Kongres akhirnya memutuskan bahwa ISDV akan bergabung ke dalam Komintern, dan nama ISDV diubah menjadi Perserikatan Kommunist Hindia (PKH). Semaun diangkat menjadi ketua baru (Hoofdbestur). Kongres ini mengakhiri perjalanan ISDV sebagai organisasi kiri kelompok Belanda dan memulai lembaran baru organisasi pribumi komunis yang akan menempuh jalan lebih radikal.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ Kasenda, Peter (2017). Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 141–143. ISBN 978-602-9402-45-2. 
  2. ^ Achdian, Andi (2023). Ras, Kelas, dan Bangsa: Politik Pergerakan Anti-Kolonial di Surabaya Abad-20. Tangerang Selatan: Marjin Kiri. hlm. 173. ISBN 978-602-0788-41-8. 
  3. ^ Achdian, Andi (2023). Ras, Kelas, dan Bangsa: Politik Pergerakan Anti-Kolonial di Surabaya Abad-20. Tangerang Selatan: Marjin Kiri. hlm. 177–178. ISBN 978-602-0788-41-8. 
  4. ^ Hartanto, Agung Dwi (2007). Seabad Pers Kebangsaan, 1907-2007. Jakarta: Boekoe. hlm. 60–62. ISBN 978-979-1436-02-1. 
  5. ^ McVey, Ruth (1965). The Rise of Indonesian Communism. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 46–57. 
  6. ^ McVey, Ruth (1965). The Rise of Indonesian Communism. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 178–181. 
  7. ^ McVey, Ruth (1965). The Rise of Indonesian Communism. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 118–120.