Inceptisol (inceptum yang berarti permulaan) merupakan tanah muda yang proses pembentukannya tergolong cepat dari hasil pelapukan bahan induk.[1] Tanah Inceptisol mempunyai sifat fisik yang terbatas pada pengembangan sistem akar dan perakaran tanah, memiliki kedalaman efektif yang tipis untuk pengolahan tanah, memiliki berat isi yang lebih besar akibat dari sebagian pori diisi oleh partikel debu.[2] Berdasarkan distribusi tiap ordo tanah di permukaan bumi, inceptisol memiliki luas sekitar 15% dari luas area permukaan bumi. Tergolong tanah yang subur untuk lahan pertanian[3]

Gambar Penampang profil Tanah Inceptisol

Faktor Pembentuk sunting

Inceptisol terjadi karena adanya beberapa faktor pembentuk tanah. 5 faktor utama yang mempengaruhi perkembangan tanah inceptisol adalah iklim, vegetasi, relief, bahan induk, dan waktu. Berikut merupakan 5 faktor pembentuk tanah Inceptisols:

  1. Iklim: Inceptisols tidak berkembang di wilayah arid. Iklim yang menghambat perkembangan tanah seperti temperatur rendah atau curah hujan rendah justru membantu perkembangan inceptisol.
  2. Vegetasi: Inceptisols mayoritas ada di penggunaan lahan hutan, padang rumput dan lahan pertanian. Penggunaan tanah inceptisol sangat terbatas karena memiliki solum yang tipis. Inceptisol sesuai dengan penggunaan lahan hutan atau cagar alam.
  3. Topografi (kemiringan lahan): Kebanyakan Inceptisol berkembang di lereng-lereng curam. Inceptisol lainnya terbentuk pada daerah cembung ke lereng rata dan dengan bukit yang melandai. Inceptisol ini berkembang pada colluvium dalam sedimen yang telah mengendap.
  4. Bahan Induk: Inceptisol banyak ditemukan di lembah-lembah atau delta. Kebanyakan Inceptisol hadir pada geologis sedimen muda (misalnya tanah aluvial, Kolovium, Loess). Bahan induk yang tersusun dari batuan kapur dapat menghambat perkembangan tanah.
  5. Waktu: Laju perkembangan Inceptisol menjadi ordo tanah lainnya lebih cepat di wilayah tropika dibandingkan dengan di wilayah subtropis.

Proses Pedogenesis sunting

Proses pedogenesis inceptisol dibagi dua ada yang cepat dan lambat.

  1. proses secara cepat proses pelapukan secara umum. Proses lain yang mempercepat seperti pemindahan tanah, hilangnya karbonat dalam tanah, perubahan hidrolisis mineral primer menjadi lempung, sesquioksida yang terlepas ke tanah, dan adanya penumpukan bahan organik.
  2. Proses pembentukan Inceptisol secara lambat diakibatkan oleh perubahan batuan dasar menjadi batuan induk.[4]

Ciri dan Karateristik sunting

Inceptisol memiliki beberapa penciri dan karakteristik khusus. ciri dan karakter khusus ini dapat menjadi pembeda inceptisol dengan ordo tanah lainnya. Berikut merupakan ciri dan karateristik dari inceptisol:

  • Epipedon penciri antara lain umbrik ataupun okrik.
  • Horizon bawah adalah kambik yang dicirikan dengan adanya perubahan warna atau struktur tanah, tetapi tidak ada horison spodik, argillik, kandik, natrik, atau oksik.
  • Horizon lainnya yang mungkin dijumpai antara lain duripan, fragipan, kalsik, gypsik ataupun sulfidik.
  • Tidak ada ciri-ciri tanah andisol
  • Subordo dalam Inceptisols dibedakan oleh rezim lengas tanah, epipedon, dan rezim suhu tanah.

Klasifikasi Tanah sunting

Klasifikasi tanah yang digunakan untuk proses identifikasi tanah dari mulai tingkat ordo (umum) hingga tingkat seri (detail). Proses klasifikasi ini penting untuk kegiatan pemetaan tanah yang dapat digunakan sebagai data evaluasi kesuburan tanah, penggunaan lahan dan sebagainya. Berikut merupakan klasifikasi tanah dari inceptisol.

Klasifikasi Tanah Inceptisol[3]
Kategori Klasifikasi
Ordo Proses pembentukan tanah seperti yang ditunjukkan oleh ada tidaknya horizon penciri dan jenis horizon pencirinya
Sub-ordo Keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat yang berhubungan dengan pengaruh air, rezim lengas tanah, bahan induk utama, pengaruh vegetasi, tingkat dekomposisi bahan organik
Grup Kesamaan jenis, susunan dan perkembangan horizon, kejenuhan basa, suhu dan lengas tanah, ada tidaknya lapisan penciri lain.
Sub-grup (1) Sifat inti dari grup (Typic), (2) sifat peralihan ke grup, sub-ordo atau ordo lain, (3) sifat tanah peralihan ke bukan tanah
Famili Sebaran besar butir, susunan mineral liat, kelas aktivitas tukar kation, rezim suhu tanah
Seri Jenis dan susunan, warna, tekstur, struktur konsistensi, reaksi tanah, sifat kimia, dan mineralogi masing-masing horizon

Sebaran Tanah Inceptisol di Indonesia sunting

Penyebaran ordo tanah Inceptisol mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi terutama di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Jawa. Wilayah Sumatera didominasi di Provinsi Aceh dengan luasan sekitar 3,16 juta hektar.

Kendala Budidaya di Inceptisol sunting

Inceptisol memiliki permasalahan dalam proses budidaya. Kendala ini perlu menjadi perhatian serius oleh petani agar tanah garapan dapat subur dan mencukupi nutrisi di tanaman. Berikut merupakan kendala budidaya di inceptisol[5]

  1. inceptisol memiliki pH yang tergolong masam (kurang dari 5). Perlu penambahan kapur pertanian untuk kegiatan budidaya.
  2. Pemilihan jenis tanaman yang berbeda pada setiap tempat yang memiliki solum tebal (dataran rendah) dan solum tipis (lereng curam)
  3. Tanah inceptisol rata-rata memiliki kandungan bahan organik yang rendah, sehingga membutuhkan banyak masukan bahan organik.
  4. Perlu penanganan teknologi tepat guna untuk mengolah lahan inceptisol karena kesuburan tanah yang rendah (kimia, fisika, biologi).

Referensi sunting

  1. ^ Evans katerens, Samuel (2020). "Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan" (PDF). Jurnal Online Agroteknologi. 2: 1451 – 1458. 
  2. ^ Barbosa, Samara Martins (2020). "Deep furrow and additional liming for coffee cultivation under first year in a naturally dense inceptisol". Geoderma. 357: 1–13. doi:https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2019.113934. Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  3. ^ a b Soil Survey Staff (2014). Keys To Soil Taxonomy. Washington, DC.: USDA-Natural Resources Conservation Service. 
  4. ^ Resman, A.S., A.S. (2006). "Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Inceptisol Pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman". Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6 (2): 101–108. 
  5. ^ Munir, M (1996). Tanah-tanah utama Indonesia: Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustaka Jaya.