Guru Lagu adalah panjang pendek suku kata dan pola mengenai selang seling huruf hidup pada suku kata terakhir suatu tembang atau kakawin.[1][2] Guru lagu berasal dari kata guru yang berarti panjang dan lagu yang berarti pendek.[2] Guru lagu adalah aturan yang penting dalam sastra kakawin (tembang).[2]

Berkas:Cianjuran.jpg
Guru Lagu merupakan salah satu unsur penting dalam Sastra Kakawin

Guru lagu menuntut rima atau persamaan penuh huruf hidup dan huruf mati pada suku kata terakhir.[2] Suku kata dinilai panjang jika memiliki vokal panjang a, i, u, e, o, ai, dan vokal pendek yang diikuti lebih dari satu konsonan.[1] Misalnya buku, maksud, gebug, utuh, tusuk, tumpul, embun, tulup, bentur, mulus dan parut.[2] Suku kata terakhir setiap baris dapat juga bersifat panjang.[1] Dalam pola metrum kakawin, suku kata panjang dilambangakan dengan tanda "-, dan suku kata pendek dengan tanda.[2]

Setiap jenis sarga (pupuh) tertentu mengenal ketentuan guru lagu tersendiri.[1] Dalam seni tembang (pupuh) dikenal 17 pupuh, yakni dangdangdula, sinom, asmarandana, kinanti, mijil, megatru, pangkur, durma, pucung, balakbak, maskumambang, wirangrong, gambuh, gurisa, lambang, ladrang dan juru demung.[1] Dengan pola masing-masing seperti pupuh dangdanggula untuk melambangkan kegembiraan, pupuh asmarandana melambangkan asmara, dan pupuh durma untuk berperang.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f (Indonesia) Shadily, Hasan. "Ensiklopedia Indonesia". Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 
  2. ^ a b c d e f (Indonesia) "Ensiklopedia Nasional Indonesia". 6. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. 1989.