Gua Binsari atau yang dikenal sebagai Gua Jepang adalah salah satu dari beberapa peninggalan bersejarah yang terdapat di Pulau Biak, Papua. Nama asli dari gua ini adalah Abyab Binsari yang berarti ‘Goa Nenek’. Jika ditinjau dari namanya menurut, kepercayaan masyarakat sekitar sebelum tentara Jepang datang ada seorang nenek yang tinggal disekitar gua ini, namun setelah tentara Jepang datang nenek itu hilang tanpa jejak. Abyab Binsari menjadi saksi bisu Perang Dunia II yang terjadi saat itu yaitu pada tanggal 27 Mei 1944 hingga 20 Juni 1944, dari sejarah yang ada menceritakan bahwa banyak pasukan Jepang mati terbunuh akibat serangan sekutu di dalam Gua ini. Sekutu melancarkan serangannya dengan cara menjatuhkan bom tepat di atas lokasi ini.

Gua ini dijadikan sebagai tempat perlindungan oleh Jepang karena letaknya yang strategis, letak gua ini tepatnya di kampung Sumberker, distrik Samofa. Berbeda dari gua atau bunker perlindungan tentara Jepang lainnya, gua ini bukanlah gua buatan yang sengaja untuk dibuat melainkan gua alami lengkap dengan stalagtit yang menggantung indah di atap gua yang tinggi. Gua Binsari menjadi museum alam yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah tak ternilai harganya, terdapat tulang belulang dari tentara Jepang yang tersimpan rapih dalam suatu ruangan. Selain itu, terdapat pula artefak, senjata, alat makan, seragam, mortir tank hingga alat-alat pribadi milik tentara Jepang seperti botol obat, kacamata dan lainnya. Saat ini Gua Binsari dijadikan sebagai tempat wisata dan edukasi bagi para wisatawan yang berkunjung.

Sejarah sunting

Biak merupakan bagian dari wilayah Papua yang pada masa penjajahan mendominasi jalan masuk ke Teluk Geelvink, di dekat ujung barat Pulau Papua, sehingga dipertahankan oleh 11.000 pasukan Jepang di bawah komando Kolonel Kuzume Naoyuki. Karena lokasinya yang strategis, serdadu Jepang menggunakan Biak menjadi tempat pertahanan atas Perang Dunia II dari pasukan sekutu. Jepang yang berada di bawah pimpinan Kolonel Kuzume dari infanteri 222 kurang menyukai ide melawan musuh di daerah sekitar pesisir sehingga memutuskan untuk merancang taktik lain dengan menggunakan jaringan bawah tanah agar dapat dengan mudah memasukkan pasukan sekutu dalam perangkap.

Dari dalam gua ini pasukan Jepang melancarkan serangannya dengan menembak jatuh pesawat sekutu yang lewat tepat di atas gua ini. Tetapi hal ini menjadi salah satu kelemahan pasuka Jepang sehingga sekutu dapat mengetahui posisi mereka. Sekitar 3.000 pasukan tewas terjebak dan terkubur di dalam gua saat bom dari sekutu dijatuhkan. Hingga saat ini 850 hingga 1.000 dari jasad pasukan Jepang tersebut telah dipulangkan ke Jepang.[1]

Peristiwa dari penyerangan yang terjadi yaitu ketika Resimen Infantri ke-162 dari Divisi ke-41 AD AS mendarat di Biak pada 27 Mei 1944, dan, pada pukul 5.15 sore, berhasil mendaratkan 12.000 orang pasukan, dengan 12 tank Sherman, 29 artileri lapangan, 500 kendaraan dan 2400 ton suplai. Salah satu suplai tersebut adalah es krim, yang langsung dibagikan pada hari pertama. Daratan pulau tersebut adalah karang yang keras, sehingga mesti diledakkan dengan dinamit supaya buldozer bisa bekerja di sana dengan lancar.Mereka bergerak masuk ke dalam pulau dengan penuh percaya diri dalam keyakinan hanya akan menghadapi perlawanan ringan, hingga mereka mencapai lapangan terbang yang vital itu. Kemudian, dari dataran sekitar dan tepian-tepian puncak perbukitan di atas, muncul badai peluru dan proyektil meriam yang membuat mereka berlindung tanpa bisa ke mana-mana. Setelah malam tiba, barulah traktor-traktor amfibi berhasil mengeluarkan mereka dari jebakan tersebut. Pada hari berikutnya, mereka mencapai lapangan Mokmer, dengan sasaran lapangan Sorido.

Pasukan Jepang tetap bertahan, dan menunda jatuhnya lapangan Mokmer selama sepuluh hari.Karena penundaan tersebut, markas Komando AU ke-5 di Nadzab mengatur agar Pulau Owi, yang berada di sebelah selatan pantai Bosnik (hanya beberapa kilometer sebelah timur Mokmer), direbut pada tanggal 2 Juni, lalu membangun dua landasan sepanjang 7.000 kaki di sana. Sebuah detasemen garis depan ditempatkan di sana bersama 15.000 orang pasukan, satu grup pesawat pengebom, dua grup pesawat pemburu, dan satu grup pesawat pemburu malam hari P-61 "Black Widow." Dari sebuah sadapan, Unit Nirkabel ke-1 RAAF mendapat informasi bahwa Letjen Takuzo Numata, Kepala Staf Komando Pasukan Area ke-2 AD sedang berada di pulau tersebut dalam sebuah tur inspeksi. Pangkatnya lebih tinggi dari Kolonel Kuzume, dan mengirim pesan yang memohon agar dirinya dievakuasi. Dirinya dievakuasi oleh pesawat amfibi dari Teluk Korin pada tanggal 20 Juni. Pada tanggal 22 Juni, Kolonel Kuzume membakar panji-panji kesatuan lalu melakukan hara kiri.Karena Laksamana Toyoda membutuhkan landasan-landasan di Biak untuk menyerang Armada Pasifik AS, ia melancarkan Operasi Kon, upaya untuk menyelamatkan Biak. Sebuah serangan pada tanggal 8 Juni berhasil dibendung oleh kekuatan laut Amerika dan Australia. Serangan pertama pada tanggal 1 Juni dibatalkan ketika sebuah pesawat Jepang memberi laporan keliru yang menyatakan kehadiran sebuah kapal induk AS, dan serangan ketiga pada tanggal 13 Juni dialihkan ke utara, ke Laud Filipina untuk menyerang kapal-kapal induk Armada ke-5 AS; serangan ini mestinya mengikutsertakan kapal-kapal tempur super Jepang, Yamato dan Musashi.

Pasukan Amerika berhasil menembus pertahanan Jepang pada tanggal 22 Juni, di mana daerah pesisir dari Bosnik hingga Sorido berhasil direbut, termasuk tiga lapangan terbang di Sorido (4500 kaki), Borokoe (4500 kaki), dan Mokmer (8000 kaki). Masih tersisa sekitar 3.000 pasukan Jepang yang mencoba menggalang serangan balik penghabisan hingga 17 Agustus. Bleakley mengenang bahwa dalam sebuah gubuk bambu berisi peralatan rekreasi Jepang, semacam PX atau toko khusus militer yang memuat "lusinan pasang sepatu skating" – "di sebuah pulau antah berantah di khatulistiwa!". Selama beberapa waktu ia menyimpan sepasang sebagai suvenir, dan berkata bahwa para prajurit Jepang diberitahu kalau mereka berada di sebuah pulau lepas pantai San Francisco, dan tak lama lagi akan menginvasi Amerika. Ia berada bersama Unit Nirkabel ke-1 RAAF, satu-satunya kesatuan Australia di pulau tersebut.[2]

Tempat Wisata sunting

Di awali dengan peristiwa penyerangan yang menyisakan puing-puing hasil kekejaman sekutu, tempat ini menjadi sumber sejarah yang dapat diwariskan bagi generasi yang akan datang. Jarak tempuh Gua Binsari dari pusat kota diperkirakan sekitar 30 menit perjalan menggunakan transportasi darat. Sepanjang perjalanan, mata akan dimanjakan dengan keindahan hutan yang menyimpan keanekaragaman sumber daya alam. Gua ini menjadi salah satu destinasi yang sering dikunjungi oleh wisatawan karena tempatnya yang menawan menjadi daya tarik untuk dijadikan tempat untuk berfoto.

Selain menjadi destinasi wisata, tempat ini juga menjadi sumber edukasi bersejarah. Gua Binsari telah diusulkan oleh Pemerintah setempat untuk diusulakan sebagai objek wisata warisan dunia UNESCO.[3] Pemerintah menghimbau agar masyarakat turut ambil bagian dalam menjaga destinasi sumber sejarah ini. Diperlukan edukasi khusus mengenai hal ini, agar tempat bersejarah ini tetap terjaga.[4]

  1. ^ "StackPath". suarapapua.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-02. Diakses tanggal 2020-03-14. 
  2. ^ "Pertempuran Biak". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-06-09. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2020-03-14. 
  3. ^ Nusantara; Nasional; Khusus, Otonomi; Politik; Hukum; Olahraga; Hidup, Gaya; Daerah; Ekonomi. "Objek wisata goa Jepang Biak diusulkan jadi warisan dunia UNESCO". Antara News Papua. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2020-03-14. 
  4. ^ "Bangun 'Masyarakat Sadar Wisata' di Kabupaten Biak, Binmas Noken Polri Sambangi Goa Jepang". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-07. Diakses tanggal 2020-03-14.