Gatut Kusumo Hadi (13 Februari 1928 – 19 Juni 1996) adalah seorang sutradara dan penulis naskah yang wafat karena strok dan pendarahan otak. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Sepuluh November Surabaya.[1]

Riwayat Hidup sunting

Masa Muda sunting

Saat bersekolah menengah di Surabaya, ia cukup kesulitan untuk melangsungkan pendidikannya, sehingga ia lebih sering ikut mempertahankan kemerdekaan dengan membawa senjatanya. Gatut akhirnya bergabung ke Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pelajar Darmo 49 saat Pertempuran Surabaya berlangsung.

Gatut akhirnya ikut bergerilya di Malang serta Blitar sebagai serdadu TRIP. Setelah revolusi, Gatut berdinas di Markas Besar Angkatan Darat selama empat tahun dikarenakan tidak betah.

Pensiun sunting

Pensiun dari pangkat letnan satu, Gatut kembali ke Malang untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Setelahnya, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia, namun berhenti di tengah jalan karena tidak betah juga. Hidupnya selama menganggur dimanfaatkan untuk membaca buku karena Gatut tidak suka bekerja. Gatut juga bergabung menjadi kader seksi pemuda PSI sampai akhirnya di konferensi 27 November 1952, ia terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Sosialis (GPS) sampai ia menghembuskan napas terakhir pada tahun 1996. Walau PSI dilarang sejak 17 Agustus 1960, pertemuan masih ada.

Orde Baru sunting

Di era ini, Gatut sering memberikan ceramah politik ke kampus-kampus. Pada tanggal 15 Januari 1974, Gatut berada di Jakarta untuk pulang ke Surabaya. Tanggal 16 Januari pagi, ia menemui istrinya di Jalan Pucang Anom Timur I Nomor 19, setelah itu ia menjenguk ibunya di Jalan WR Supratman. Saat itulah para tentara menahan Gatut di rumah tahanan Kodam VIII/Brawijaya (yang kini menjadi Kodam V/Brawijaya). Ia ditangkap atas tuduhan dirinya dalam keterlibatan provokasi Peristiwa Malari. Gatut ditahan bersama empat puluh orang lainnya, baik orang-oran Marhaenis ataupun mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pertengahan September, Gatut dibebaskan karena tidak ada bukti keterlibatannya dalam provokasi Peristiwa Malari. Selain itu ada faktor campurtangan Dar Mortir, seorang veteran pejuang wanita yang paling dikenal di Surabaya. Gatut sendiri adalah keponakan dari Dar Mortir.

Perfilman sunting

Gatut belajar mengenai perfilman secara otodidak. Kesehariannya membaca buku dan rajin berdiskusi dengan Nyak Abbas Akup, membuatnya debut di dunia perfilman tahun 1964. Film itu dirilis tahun 1966 dengan judul Penyebrangan. Mengisahkan pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dengan Meriam Blorok-nya. Gatut sendiri berperan menulis skrip, dan berdasarkan kisah nyata yang ia alami sendiri.

Tahun 1985, ia menulis naskah serial Aku Cinta Indonesia sebanyak 15 episode. Pada tahun 1990, Gatut menggarap film Soerabaia 45: Merdeka ataoe Mati! atas kepercayaan dari Pemda Jawa Timur. Dia berperan sebagai penulis naskah dan sutradara walau di kredit film dituliskan sebagai asisten sutradara. Film ini menjadi prestasi tertinggi Gatut dalam dunia perfilman.

Meninggal sunting

19 Juni 1996, Gatut meninggal setelah menderita sakit komplikasi strok dan pendarahan otak. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Sepuluh November Surabaya.

Referensi sunting

[1]

  1. ^ a b "Pemuda Sosialis di Balik Film Legendaris". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-16. Diakses tanggal 2019-09-14.