Fonetik akustik merupakan ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa menurut aspek fisiknya sebagai getaran udara. Misalnya, apabila memetik alat musik gitar, udara akan bergetar dan senar yang dipetik akan mengeluarkan bunyi yang dapat dinikmati keindahannya. Begitu juga dengan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, alat artikulator (lidah), dan alat artikulasi (titik sentuk lidah, seperti gigi, langit-langit). Kajian fonetik akustik yang lebih lanjut akan lebih baik apabila dilakukan di laboratorium bahasa yang mempunyai perangkat elektronik yang bisa mengukur dan membedakan berbagai bunyi bahasa.[1]

Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisik atau fenomena alam. Bunyi-bunyi tersebut dianalisis frekuensi geratarannya, amplitudo, intentitas, dan timbrenya. Fonetik jenis ini banyak berhubungan dengan fisika.[2] Bunyi yang keluar lewat mulut bergetar dan mengalir melalui udara. Dari getaran tersebut bunyi dapat ditangkap dan direkam. Fonetik ini disebut juga fonetik instrumental.[3]

Dalam pembahasan fonetik akustik, wujud bunyi bahasa biasanya digambarkan ke dalam spektrum, waveform atau spektogram. Fonetik akustik masuk ke dalam kajian antardisiplin, yaitu kajian di antara ilmu fonetik dan ilmu akustik. Ilmu akustik merupakan ilmu yang mempelajari semua gejala bunyi. Pada awalnya, ilmu akustik banyak dipelajari dan dikembangkan dalam ilmu fisika saja. Namun, kini ilmu ini dikaji pula di beberapa disiplin ilmu, seperti musik dan kedokteran.[4]

Kegunaan sunting

Secara teoritis, fonetik akustik telah memberikan kontribusi pengetahuan terkait gejala akustik tuturan serta wujud akustik bahasa. Deretan bunyi yang dihasilkan memiliki karakter akustik yang berbeda. Dapat diketahui bahwa bahwa vokal rendah seperti bunyi [a] memiliki frekuensi fundamental yang lebih rendah daripada frekuensi fundamental vokal tinggi seperti bunyi [i]. Sedangkan secara terapan, fonetik akustik dapat dilihat sebagai satu pendekatan.[5]

Perkembangan Fonetik Akustik sunting

Perkembangan fonetik akustik dapat dilihat melalui berbagai perspektif, contohnya dari perspektif karya-karya penelitian terdahulu atau dari perspektif para pakar yang pernah mengembangkan ilmu ini. Berikut perkembangan ilmu fonetik akustik:

Era Kimograf sunting

Instumen yang dapat menggambarkan bunyi berkembang pada abad ke-18. Pada 1840-an, seorang psikolog Jerman bernama Carl Ludwig membuat alat yang disebut kimograf, kimograf memiliki arti ‘penulis gelombang’. Awalnya kimograf digunakan dalam dunia kesehatan, yaitu untuk memonitori tekanan darah. Pada 1908. Seorang linguis Prancis bernama Rousselot berinisiatif untuk menggunakan kimograf untuk mengamati bunyi tuturan. Cara kerja kimograf dan komponen-komponennya dapat dikatakan sederhana. Komponen utama alat ini adalah selang karet, pena, dan silinder besar. Walupun kimograf adalah alat yang sederhana, alat ini sangat membantu para ahli fonetik saat itu.[6] Berkat temuan kimograf ini, banyak bermunculan karya-karya di bidang fonetik akustik.

Era Osilograf sunting

Pada 1915 diciptakan alat baru yang disebut osilograf. Fonetik akustik merasakan perkembangan baru setelah diciptakannya alat ini. Berkat osilograf, para ahli fonetik lebih mudah mengamati komponen-komponen akustik bunyi. Awalnya, alat ini dipakai untuk mengamati perubahan arus listrik, tetapi dalam perkembangannya alat ini digunakan secara luas di berbagai macam bidang, termasuk fonetik. Osilograf memiliki dua jenis, yaitu osilograf elektromagnetik dan olioskop. Dari kedua jenis osolograf ini, osiloskop lebih banyak digunakan dalam penelitian akustik. Dengan diciptakannya osilograf, kajian fonetik akustik lebih mudah dan lebih efisien. Keadaan ini memotivasi lebih banyak orang untuk mengkaji tuturan bahasa pada jenis akustik.[7] Banyak karya-karya penelitian fonetik akustik yang menggunakan jasa osilograf.

Era Spektograf sunting

Pada 1951, spektograf mulai dipublikasikan secara komersial oleh Kay Electric Company. Pada saat itu alat ini sudah dapat menganalisis bunyi untuk durasi 2 menit hingga 4 detik. Sebelum ditemukannya spektograf, kalangan ahli fonetik cenderung menghindari fonetik akustik. Namun, setelah ditemukannya alat ini banyak kalangan ahli fonetik yang mulai pada bidang ini. Pada 1990-an mulai berkembang spektograf dalam bentuk perangkat lunak yang diinstal ke dalam komputer. Spektogramnya diperlihatkan dalam bentuk video digital. Spektograf dalam bentuk perangkat lunak membuat kajian fonetik akustik lebih mudah dan efisien. Dapat dikatakan masa yang dinikmati para pengkaji fonetik akustik sekarang ini adalah masa keemasan. Sekarang, sudah sangat banyak hasil-hasil kajian di bidang fonetik akustik.[4]

Referensi sunting

  1. ^ Suhardi (2013). Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. hlm. 79. ISBN 978-602-313-345-1. 
  2. ^ Marsono (2018). Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 3. ISBN 978-602-386-485-0. 
  3. ^ Hidayatullah, Moch. Syarif (2017). Cakrawala Linguistik Arab. Jakarta: Grasindo. hlm. 38. 
  4. ^ a b Irawan, Yusuf (2015). Fonetik Akustik. Bandung: Angkasa. hlm. 24. ISBN 978-623-340-011-4. 
  5. ^ Irawan, Yusuf (2015). Fonetik Akustik. Bandung: Angkasa. hlm. 14. ISBN 978-623-340-011-4. 
  6. ^ Irawan, Yusuf (2015). Fonetik Akustik. Bandung: Angkasa. hlm. 18. ISBN 978-623-340-011-4. 
  7. ^ Irawan, Yusuf (2015). Fonetik Akustik. Bandung: Agkasa. hlm. 20. ISBN 978-623-340-011-4.