Festival Ndambu Merauke

Ndambu merupakan sebuah tradisi yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Marind-Anim yang berada di Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Ndambu ini dilaksanakan pada bulan Oktober dalam acara festival yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Merauke. Keberadaan Ndambu pada masyarakat Marind-Anim merupakan salah satu tradisi yang turun temurun dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Kimaam. Ndambu tidak hanya dilaksanakan dalam perayaan dan lomba-lomba, tetapi juga dilakukan dengan mengundang Ndambu dari daerah lain untuk bersama-sama menunjukkan hasil kebun mereka.

Dalam perayaan pesta Ndambu masyarakat Marind-Anim Kimaam akan membawa semua hasil kebunnya yang di tanam dengan teknologi tradisional. Semua hasil kebun akan diletakkan pada sebuah tempat semacam panggung, membentuk sebuah piramida baik itu, pisang, kelapa, kumbili, ubi kayu, labu dan posisi paling atas akan ditempati sebuah tanaman yang boleh dikatakan sebagai maskawin masyarakat Marind Anim yaitu Wati. Penentuan pemenang Ndambu dalam perayaan ini apabila suatu Moity (kumpulan beberapa marga atau paroh) dapat mengumpulkan hasil kebunnya begitu banyak serta tumpukan yang dibuat sangatlah tinggi dengan rumpun wati yang banyak pada puncaknya. Kelompok yang kalah akan diolok-olok dengan tujuan untuk menjadi motifasi, dengan demikian mereka akan dengan giat akan mengurus ladangnya.

Ndambu juga diadakan kala kerabat, orang-orang penting dari keluarga batih meninggal. Ndambu untuk memperingati arwah mereka.

Lokasi Pelaksanaan Festival Ndambu sunting

Ritual ini diadakan di pulau terapung, Kimaam, tepatnya di ujung Papua, berbatasan dengan Papua New Guinea, dan Laut Arafura. Ke Pulau Kimaam, perlu sehari semalam melalui jalur laut dari Merauke. Bisa juga jalur udara, satu-satunya pakai pesawat Susi Air. Ada empat distrik di Kimaam, yaitu, Kimaam, Tabonji, Waan dan Ilwayab.

Pulau Kimaam, terpisah dengan daratan Merauke, terletak di sebelah selatan Papua. Pulau ini ditemukan oleh warga Belanda yang bernama Frederik Hendrik. Orang setempat menyebut penduduk, Suku Marind Sub Suku Khima-khima. Selat Mariana, adalah nama pemberian Hendrik. Setelah Indonesia masuk, nama itu menjadi Pulau Yos Sudarso, angkatan laut yang gugur di laut Arafura.

Nilai Ritual sunting

Pesta Ndambu menjadi forum untuk mengaktifkan, menata kembali, dan mengatasi konflik-konflik antara satuan-satuan sosial masyarakat Kimaam. Sebab, masyarakat ini rawan oleh persaingan. Misalnya, penguasaan sumber daya alam, krisis pangan, tuntut menuntut, hutang piutang, krisis berkepanjangan lingkaran hidup individu, hingga persaingan dalam perebutan status pria berwibawa.

Pesta Ndambu, masing-masing wilayah, hampir sama. Intinya, nilai ritual ini harus bekerja keras, jangan malas. Menanam bukan hanya untuk festival tetapi memenuhi keperluan keluarga. Menarik lagi, tetua adat mempunyai kalender musim berdasarkan hitungan bintang, bulan, matahari. Terdapat 12 bulan juga. Ada bulan, di mana orangtua bisa menceritakan untuk generasi berikut, bahwa bulan ini harus kerja dan jangan malas, bercocok tanam, siapkan bedeng, juga memperbaiki rumah yang bocor.

Ndambu, bukan hanya prestasi hasil pertanian tetapi perdamaian, sampai penyelesaian konflik.

Upaya Pelestarian sunting

Festival ini merupakan sarana komunikasi yang penting untuk membangun, memberdayakan, dan pengakuan suatu identitas budaya. Komunikasi adalah salah satu sarana untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakatnya. Komunikasi dapat menjadi sarana transmisi budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti para tetua yang menceritakan Budaya Festival Ndambu tersebut kepada generasi berikutnya untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang. Salah satu tujuan diadakannya pelestarian budaya adalah juga untuk melakukan revitalisasi budaya (penguatan).