Fan Li (Hanzi: 范蠡) (hidup sekitar tahun 400an SM) adalah seorang tokoh legendaris yang hidup pada zaman musim semi dan gugur (春秋時代), Dinasti Zhou sebuah masa dimana Tiongkok terpecah atas beberapa negara feodal yang saling berperang. Dia dikenal sebagai politikus penuh visi, ahli strategi perang, penasihat yang baik dan negarawan ulung yang mengabdi pada Raja Goujian dari Yue (越王勾践) untuk bangkit dari kehancuran dan menjadi penguasa di daratan tengah. Setelah mengundurkan diri dari panggung politik, ia menjadi pengusaha dan mengganti namanya menjadi Tao Zhugong (陶朱公).

Fan Li

Kehidupan awal sunting

Fan Li adalah murid generasi kelima dari Baili Xi (百里溪), politikus Qin yang brilian. Dimasa mudanya dia mempelajari astronomi, literatur, geografi dan seni perang. Dari negara asalnya, Chu, dia mengembara ke seluruh negeri sebelum akhirnya sampai di negara Yue (sekarang Zhejiang). Di Yue, Fan Li dipanggil ke istana Raja Goujian atas rekomendasi dari temannya, Wen Zhong (文种) dan Ratu Jiyu (姬 玉), istri Goujian.

Goujian terkesan akan kemampuan Fan Li dalam menganalisis situasi politik dan menyadari bahwa dia bukanlah orang biasa. Raja lalu mengundangnya menghadiri rapat kabinet untuk membahas persiapan perang menghadapi invasi Raja Helu (吴王阖闾) dari Wu (sekarang Jiangsu). Dalam rapat ini, Fan berhasil membujuk Goujian untuk menjawab tantangan perang Wu dan menyarankan sejumlah siasat. Goujian pun akhirnya mengangkatnya sebagai penasihat militer dan Wen Zhong sebagai wakilnya.

Unjuk bakat untuk pertama kali sunting

Pasukan Wu yang dipimpin langsung oleh Raja Helu pun akhirnya tiba dengan kekuatan sebesar 30.000 orang. Mereka membangun markas di Zuili. Goujian memilih satu resimen tempur dan maju ke Zuili untuk menghadapi musuh. Dua kekuatan bertempur dengan brutal, menimbulkan banyak kepulan debu di medan perang. Saat itu pasukan Wu sedang berada dalam kondisi puncak. Semangat mereka sedang berapi-api, sementara pasukan Yue tetap menjaga posisi di belakang garis pertahanan dan menahan hujan anak panah dengan perisai. Pertahanan Yue sangat kokoh, hingga menjelang senja pasukan Wu mundur karena sadar serangan pertamanya gagal.

Keesokan harinya pasukan Wu melancarkan serangan yang lebih hebat lagi dengan formasi perang yang terdiri atas tentara berbaju besi berkilat bersenjata lengkap dan dikawal para pemanah. Dalam babak ini pasukan Yue menderita kekalahan, sebelum jatuh korban lebih banyak Fan buru-buru memerintahkan mundur sementara.

Merasa sudah di atas angin dan percaya diri yang kelewatan, Raja Helu merencanakan serangan besar-besaran untuk segera mengakhiri perang. Sementara itu, di markas pasukan Yue, Fan Li sudah menyusun strategi selanjutnya. Strategi yang terkenal ini disebut “membunuh ayam untuk mengejutkan kera” diilhami dari siasat pemburu dalam menangkap kera. Dimasa lampau seorang pemburu membawa ayam jantan ketika akan menangkap kera, dia akan memotong ayam itu di hadapan kera untuk mengejutkannya. Si kera yang terkejut dengan pembunuhan itu menutupi wajahnya dengan tangan sehingga memberi kesempatan untuk si pemburu menangkapnya.

Berdasarkan inspirasi ini Fan mengusulkan menciptakan teror ke jantung musuh, saat musuh ketakutan mereka akan bergerak lambat. Dalam keadaan psikologi yang kacau itulah mereka memakai kesempatan untuk memecah formasi musuh. Maka Fan memerintahkan 300 orang tahanan untuk maju ke garis depan dan melakukan bunuh diri massal, disaat yang sama 500 pasukan Yue ditempatkan di tempat tersembunyi untuk melakukan sergapan.

Pagi berikutnya 300 tahanan itu berbaris menuju pasukan Wu dan secara bersamaan mereka menggorok lehernya. Darah tumpah ke mana-mana mengubah tanah menjadi lautan merah darah. Terkejut dengan pemandangan mengerikan itu, pasukan Wu yang semula bersemangat tinggi itu termangu. Mereka ketakutan oleh teror mental dan moralnya jatuh. Melihat formasi musuh kacau, pasukan Yue menyerang dengan dahsyat. Pasukan Wu tercerai berai dan korban berjatuhan di antara mereka.

Raja Helu terluka dalam pertempuran itu dan melarikan diri. Dalam perjalanan pulang, dia meninggal karena lukanya. Dengan demikian Fan Li telah sukses dalam tugas pertamanya memenangkan pertempuran Zuili melawan musuh yang lebih kuat. Goujian sangat terpesona dengan bakatnya yang luar biasa.

Kekalahan Yue sunting

Setelah menang dalam pertempuran Zuili, Raja Goujian terlena. Ia menjadi sombong dan mulai mengabaikan masalah negara, kerjanya menerima hadiah, pesta pora, dan berburu. Namun Fan Li tidak turut mabuk kemenangan, sebaliknya dia mengkhawatirkan masa depan Yue karena raja baru Wu, Fuchai (吴王夫差) telah mengkonsolidasikan kekuatan dan menyusun rencana balas dendam atas kematian ayahnya. Dibantu oleh jendral veteran, Wu Zixu(伍子胥), Fuchai menata ulang pasukannya dan siap melakukan serangan balasan.

Tahun 494 SM, Raja Fuchai memimpin pasukannya menyeberangi Danau Taihu untuk menyerang Yue. Merasa bisa mengulang sukses di Zuili, Raja Goujian menyambut serangan Wu dengan gegabah, nasihat Fan Li yang tidak dianggap dan Fan hanya ditempatkan di garis belakang. Pertempuran sengit berlangsung di dekat Danau Taihu. Pasukan Yue menderita kekalahan besar. Hanya karena bala bantuan Wen Zhong dan Fan Li lah Goujian berhasil mundur sampai ke Gunung Huiji dimana mereka akhirnya dikepung pasukan Wu.

Pasukan Wu memutus jalur air dan logistik sehingga pasukan Yue yang terkepung mulai kehabisan makanan dan air. Hanya 5000 orang yang tersisa dan mereka terlalu lemah untuk bertempur. Goujian putus asa dan menyesal tidak mendengarkan nasihat Fan Li. Fan Li menyarankan Goujian untuk mengadakan negosiasi damai, saran ini diterima.

Turut menderita bersama sang raja sunting

Negosiasi damai pertama dengan Wu gagal karena Wu Zixu mengingatkan bahwa balas dendam belum terpenuhi dan Goujian harus dibunuh agar tidak menjadi bahaya di kemudian hari. Namun Fan Li tidak kehilangan akal, dia mendekati Bo Pi, mentri kepercayaan Fuchai yang rakus dan tamak. Fan menyuap Bo Pi dengan emas dan wanita. Setelah menerima sogokan itu, Bo membujuk Fuchai untuk menerima tawaran damai dari Yue.

Fuchai menerima tawaran damai Yue dan sebagai hukumannya Raja Goujian dan istrinya, Ratu Jiyu harus tinggal di Wu sebagai budak selama tiga tahun. Fan Li bersedia menawarkan diri untuk mendampingi Goujian selama masa hukuman di Yue yang penuh siksaan dan penderitaan.Sesamapi di Wu, Goujian dipermalukan dengan dipaksa berlutut menyembah Fuchai. Hati Fan Li sangat tersayat melihatnya, tetapi dia hanya bisa menghibur Goujian agar tabah dan sabar menerima cobaan ini.

Di negara Wu, Goujian, Ratu Jiyu dan Fan Li tinggal di sebuah kandang kuda di dekat makam Raja Helu. Setiap hari mereka harus melakukan pekerjaan kasar seperti merawat kuda, membersihkan kandang, dan membersihkan makam sehingga tubuh mereka bau dan kotor. Selain itu mereka juga harus menerima cemoohan dari Fuchai setiap menemuinya.

Fuchai telah mempelajari bahwa Fan Li lah yang menyusun strategi “membunuh ayam untuk mengejutkan kera” dan memenangkan pertempuran Zuili dan Fan Li juga yang berperan besar dalam usaha mundur ke Gunung Huiji. Maka Fuchai mencoba membujuk Fan untuk melayaninya dengan jabatan tinggi dan kekayaan. Namun dengan sopan Fan menolak tawaran ini dan tetap setia pada Goujian.

Tiga tahun berlalu dan Goujian telah melakukan tugasnya sebagai budak tanpa mengeluh sehingga Fuchai mengiranya sudah menyesal dan tidak perlu ditakuti lagi. Selama itu pula Fan Li berkali-kali membantu menyelamatkannya dari Wu Zixu yang terus berusaha menghabisi nyawanya. Wu telah membaca kepura-puraan Goujian namun nasihat-nasihatnya tidak didengar oleh Fuchai yang lebih mempercayai si korup, Bo Pi. Setelah habis masa tahanannya, Fuchai mengizinkan mereka pulang ke Yue.

Kembali ke Yue sunting

Mereka tiba di ibu kota dan disambut hangat oleh rakyat dan pejabat Yue, Goujian menerima kembali tugasnya yang selama dalam pengasingan dijalankan oleh Wen Zhong. Fan pulang ke rumahnya menemui istri dan anaknya, Zi Chang yang baru pernah melihatnya karena ketika berangkat ke pengasingan anak itu baru berusia setahun.

Sekembali ke Yue, Fan Li tidak membuang-buang waktu dan segera menyusun rencana untuk membangun kembali negrinya yang telah terpuruk. Kepada Goujian, dia mengusulkan hukum kelahiran untuk mendongkrak populasi negara dan menurunkan pajak padi untuk mendorong orang mengolah tanah rawa untuk bertani. Saran ini segera diterima dan diumumkan ke seluruh penjuru negeri.

Bersama Wen Zhong, dia juga mengemukakan tujuh strategi untuk menghancurkan Wu yang meliputi:

  • Menyenangkan Raja Fuchai dengan hadiah berharga yang memuaskannya
  • Mengosongan suplai padi negara Wu
  • Mengirimkan wanita cantik pada Fuchai untuk membuatnya terlena
  • Mengirim pengrajin dan pemahat guna mendorong Fuchai membangun istananya sehingga memboroskan harta negara
  • Membantu pejabat-pejabat korup Wu untuk mendapatkan kekuatan sehingga melemahkan Wu dari dalam
  • Merancang perlawanan terhadap pejabat-pejabat setia Wu seperti Wu Zixu untuk melemahkan administrasi Wu
  • Menyimpan padi, melatih tentara dan menunggu kesempatan menyerang

Siasat wanita cantik sunting

Untuk membuat Fuchai terlena dan mengabaikan urusan negara, Fan Li menggunakan siasat yang disebut siasat wanita cantik (美人计). Dua gadis cantik dipilih dari duapuluh kandidat untuk dikirim ke Wu sebagai upeti. Mereka adalah Xi Shi (西施) dan Zheng Dan (郑旦), keduanya ditemui Fan Li di desa Zhuluo. Sebelum dipersembahkan mereka terlebih dahulu dilatih bermain musik, menari, menyanyi dan melukis agar mampu memuaskan Fuchai secara maksimal. Diam-diam Fan Li dan Xi Shi saling jatuh cinta, dengan berat hati dia mengantarkan kepergiannya untuk dipersembahkan ke negri Wu.

Setelah kedua wanita itu tiba di Gusu, ibu kota Wu, Wu Zixu yang telah membaca siasat ini memperingatkan Raja Fuchai agar berhati-hati jangan sampai terjerumus ke dalam jebakan wanita dan mengutamakan masalah negara, dia juga menyarankan agar kedua wanita itu dihukum mati. Mendengar hal ini, Zheng Dan bunuh diri untuk membuat Raja Fuchai percaya. Takut Xi Shi juga melakukan hal yang sama, buru-buru Fuchai menyuruh orang-orangnya menjaga Xi Shi dengan baik di istananya dan Wu Zixu yang setia malah dipersalahkan Fuchai karena dianggap mengakibatkan kematian Zheng Dan. Xi Shi berhasil membuat Fuchai terpikat padanya, setiap hari dia menghabiskan waktu bersamanya dan mulai mengabaikan tugas-tugas kenegaraannya.

Untuk Xi Shi, Fuchai membangunkan istana yang indah dimana hampir setiap hari mereka bersenang-senang. Administrasi pemerintahan dia percayakan pada pejabat kesayangannya, Bo Pi. Xi Shi juga menghasut Fuchai sehingga dia semakin membenci Wu Zixu dan tidak pernah lagi mendengarkan nasihatnya.

Pembangunan militer sunting

Dengan alasan untuk membantu Wu menaklukkan daratan tengah, Yue secara terbuka merekrut 3000 orang untuk menjadi tentara, namun secara rahasia juga direkrut 30.000 lainnnya. Perekrutan besar-besaran pun dimulai, Fan Li diberi tanggung jawab atas administrasi dan pelatihannya.

Dalam melatih pasukan, Fan menerapkan pola hukuman dan imbalan yang tepat. Jika satu orang di antara mereka memberi kontribusi maka seluruh pasukan diberi hadiah, sebaliknya jika satu orang membuat kesalahan maka yang lainnya juga akan dihukum, dengan demikian mereka akan kompak dan saling tolong-menolong.

Fan mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk melatih pasukan. Seiring berlalunya waktu, pasukan Yue akhirnya menjadi suatu kekuatan yang sangat disiplin. Selangkah demi selangkah, Yue mulai mengarah pada tujuannya untuk membalas dendam dan membangun kembali kekuatannya.

Sementara itu, Wu Zixu yang telah menempatkan orang untuk memata-matai Yue mengetahui bahwa Fan Li telah melatih pasukannya siang dan malam. Terkejut dengan perkembangan ini, ia buru-buru ke istana dan menyampaikan berita tersebut pada Fuchai. Fuchai curiga dan memerintahkan Wu Zixu siap untuk berperang.Namun sekali lagi Fan Li dengan cerdik mengelak, dia menyarankan Goujian mengirim utusan ke Wu untuk menjelaskan Yue berniat membantu Wu bertempur melawan negara Qi dengan pasukan itu. Mendengar penjelasan ini Fuchai sangat puas dan perang dengan Wu pun dapat dihindari.

Setelah berhasil mengalahkan Qi, Fuchai mengundang Goujian dan mereka yang telah membantunya dalam perang dalam suatu jamuan di istananya. Dalam jamuan ini Wu Zixu menegur Fuchai dengan terang-terangan atas sikap besar kepalanya sehingga hal ini membuatnya murka dan menyuruh Wu Zixu bunuh diri. Wu Zixu dengan sedih dan marah melakukan bunuh diri, kata-kata terakhirnya adalah “Setelah aku mati cungkil mataku dan gantungkan tinggi-tinggi di atas gerbang timur agar dapat melihat pasukan Yue memasuki ibu kota Wu dengan mataku sendiri !”.

Fan Li melihat di depan mata kematian musuhnya itu, ia merasa gembira namun juga sedih. Ia gembira karena dengan kematian Wu hambatan bagi Yue hilang. Namun ia juga sedih karena melihat pejabat yang demikian jujur dan setia seperti Wu harus mengalami akhir yang begitu tragis.

Pembalasan sunting

Musim panas 482 SM, Raja Fuchai yang semakin arogan menyerang negara Jin untuk memperoleh pengaruh lebih besar sebagai pemimpin negara-negara bagian. Di ibu kota Wu, Gusu hanya tinggal putranya, Pangeran You dan sepasukan kecil tentara. Fan Li menyarankan agar Goujian memakai kesempatan emas ini untuk menyerang Gusu. Goujian mengangkat Fan Li sebagai panglima perang memimpin 40.000 pasukan menyerang Gusu.

Sebentar saja, pasukan Yue sudah mulai memasuki wilayah Wu lewat jalur laut dan darat. Saat itu prajurit-prajurit terbaik Wu sedang berada jauh di Jin bersama Fuchai, mereka yang tertinggal bukanlah tandingan pasukan Yue yang berdisiplin tinggi. Angkatan perang Wu pun menderita kekalahan besar dan Gusu akhirnya jatuh, Pangeran You memilih menggorok lehernya sendiri daripada tertangkap musuh.

Kabar itu akhirnya sampai pada Fuchai yang berada jauh dari daerahnya, baru sekarang ia menyesal telah melepaskan Goujian dulu. Dia pun bergegas memimpin pasukannya kembali ke Gusu, mereka berjalan siang dan malam. Saat mendekati Gusu, pasukan yang telah kelelahan itu diserang oleh pasukan Yue sehingga menjatuhkan banyak korban di antara mereka. Wu akhirnya menawarkan negosiasi damai dan diterima oleh Yue dengan pertimbangan kekuatan Wu masih cukup kuat sehingga bila perang dilanjutkan akan jatuh korban sia-sia.

Wu dan Yue menandatangani sebuah traktat yang berisi hal-hal berikut: Yue tidak lagi dalam pengawasan Wu; Wu akan mengembalikan semua tanah dan harta yang diambil dari Yue; Wu akan membayar upeti tahunan pada Yue dengan jumlah yang sama dengan yang dipersembahkan Yue pada masa lalu. Setelah itu pasukan Yue mundur dari Wu. Fan Li melatih pasukannya lebih keras untuk persiapan perang berikutnya.

Tahun 476 SM, Yue melancarkan serangan besar terhadap Wu yang telah menjadi lemah setelah dua tahun perang melawan Chu. Selain itu Wu juga telah dilanda kemarau panjang dan gagal panen. 150.000 pasukan Yue akhirnya berhasil menghancurkan Wu, Raja Fuchai mengurung diri di balik tembok Gusu. Kota Gusu dikepung erat, jalur air dan makanan diputus. Dua tahun kemudian Wu benar-benar kehabisan persediaan, utusan Wu yang menawarkan perdamaian ditolak.

Pada tahun ketiga pengepungan, banjir dari Danau Taihu menghancurkan dinding kota Gusu. Dalam kekacauan itu Fuchai bersama seorang jendralnya, Wang Sunxiong melarikan diri ke Gunung Yang. Fan Li dan Wen Zhong memimpin pasukan mengejar mereka hingga ke tempat itu. Disana Fuchai yang dilanda rasa bersalah dan penyesalan mengakhiri hidupnya sendiri, Wang Sunxiong juga ikut bunuh diri menyusul tuannya.

Tao Zhugong sunting

Setelah sukses mengembalikan kehormatan negara Yue, Fan Li yang telah lelah melihat kejamnya perang mengundurkan diri dari panggung politik.Dia meninggalkan status, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan untuk memperoleh ketenangan hidup. Bersama keluarga dan pembantunya mereka meninggalkan Yue dengan perahu dan tiba di negara Qi. Ini menandai permulaan kariernya yang baru. Disana ia hidup dari berbisnis hasil laut. Dalam waktu sepuluh tahun ia sukses besar. Ia dicintai rakyat karena sering menyumbang pada orang miskin.

Di Qi, Fan Li juga membantu perdana mentri Tian Liang untuk menstabilkan harga beras. Harga ditetapkan dengan tidak merugikan petani maupun pedagang. Dengan adanya panen kedamaian pun terwujud. Terkesan akan bakat Fan Li, Tian merekomendasikan Fan pada Raja Qi. Namun Fan Li tidak ingin lagi terlibat politik yang penuh pertumpahan darah dan perebutan kekuasaan. Ia membagikan hartanya dan diam-diam meninggalkan Qi untuk melakukan perjalanan jauh dengan keluarganya.

Mereka akhirnya tiba di kota Tao (Dingtao, Shandong) yang adalah pusat bisnis strategis. Pemandangannya yang indah dan ketenangan tempat itu membuat Fan Li memutuskan untuk tinggal disana. Ia mengubah namanya menjadi Tao Zhugong. Disana dia memulai lagi bisnisnya. Keluarganya sukses berdagang beras, tekstil, dan kulit selain juga menjadi agen barang-barang lainnya. Setelah bekerja keras selama beberapa tahun kembali ia menjadi pengusaha sukses dan kaya. Reputasinya semakin menanjak dan dihormati karena kejujurannya.

Ia hidup mencapai umur diatas 70 tahun, namun tidak diketahui secara pasti kapan kematiannya. Diyakini dia menghabiskan hari tuanya dengan tenang bersama kekasih lamanya, Xi Shi yang bertemu kembali setelah melewati berbagai cobaan.

Warisan sunting

Berdasarkan pengalaman bisnisnya Fan Li mengemukakan suatu teori ekonomi yang impresif yang dibukukan dengan judul “12 Kaidah Emas Keberhasilan Bisnis” (陶朱公理財十二則). Buku itu dianggap sebagai harta karun dan tersebar luar di kalangan pengusaha Tionghoa dari generasi ke generasi dan hingga saat ini masih digunakan sebagai dasar praktik etika dan pengelolaan bisnis. Reputasinya yang luar biasa itu membuatnya dianggap sebagai dewa kemakmuran bangsa Tionghoa.

Lihat pula sunting

Sumber sunting

Chen Jia, Fan Li and Xi Shi, Master Strategist and the Beauty, Singapore: Asiapac Books, 2001.