Elong adalah nyanyian yang berasal dari daerah Bugis. Kata elong memiliki dua macam arti, yaitu (1) nyanyian; dan (2) puisi Bugis yang berbentuk bait. Umumnya, setiap bait berisi tiga baris dan setiap baris terdiri atas 8, 7, dan 6 suku kata. Berdasarkan tradisi setempat, biasanya elong dinyanyikan saat turun ke sawah dalam sebuah upacara atau saat arak-arakan menuju ziarah makam raja. Nyanyian ini berfungsi untuk mengusir malapetaka, wabah penyakit, dan roh-roh jahat yang bersemayam dalam binatang-binatang dan pohon-pohon.[1]

Macam-Macam Elong

sunting

Secara umum, terdapat sembilan Elong yang dikenal oleh masyarakat Bugis, yaitu:

  • Elong Aruk: nyanyian yang diperuntukkan saat penyelenggaraan penobatan Raja (Arung).
  • Elong Baweng: nyanyian yang bertujuan menghibur, menceritakan tentang seekor burung bayan yang dikaitkan dengan cerita-cerita lainnya. Dalam nyanyian ini, jumlah baris dan suku kata tidak menentu, serta terdapat penyebalan dari ketentuan umum pada elong.
  • Elong Bissu: nyanyian yang menceritakan tentang alat-alat pusaka milik kerajaan dan memiliki dua istilah dalam pemujaan ini, yaitu (1) ajarang karena ditampilkan kepada khalayak umum sebelum upacara adat dimulai; dan (2) mapalilik karena dilakukan saat upacara mulai turun ke sawah. Penamaan bissu pada elong disebabkan dinyanyikan oleh seorang bissu (pendeta). Bissu yang dimaksud adalah bissu yang secara fisik laki-laki, tetapi gerakannya menyerupai wanita.
  • Elong Botting: nyanyian yang diperuntukkan pengantin yang akan menikah. Isi dalam syairnya bersifat mitologi tentang perkawinan antara langit dan bumi secara simbolis, juga berisi wejangan kepada pemuda pemudi yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan saat malam pengantin bersanding dua.
  • Elong Lamenruranana: nyanyian yang menceritakan tentang sejarah, dongeng, dan nasihat, tetapi di dalamnya terkandung humor (kelucuan). Setiap baris dalam syair terdiri atas 8 suku kata, tetapi jumlah barisnya tidak menentu. Elong ini dibagi menjadi dua macam, yaitu (1) Lamenruranana Suppa yang menceritakan tentang asal muasal Kerajaan Suppa berdiri; dan (2) Lamenruranana Arung Palakka yang menceritakan tentang kekuasaan dan kewibawaan Arung Palakka di tanah Bugis.
  • Elong Mosong: nyanyian yang berasal dari daerah Barru, diperuntukkan memberi semangat kepada para prajurit yang akan berangkat berperang pada zaman kerajaan-kerajaan dahulu. Namun kini, nyanyian ini diperuntukkan memberi semangat kepada para pekerja yang sedang bergotong royong dan membutuhkan tenaga banyak. Misalnya, saat mengerjakan sawah ladang, membangun rumah, masjid, desa, dan lain-lain. Oleh karena itu, elong ini menyelipkan nama royong yang menggambarkan fungsinya.
  • Elong Pappaseng: nyanyian yang menceritakan tentang tingkah laku dan adat istiadat.
  • Elong Royong: nyanyian sakral yang diperuntukkan bayi agar mendapatkan kekuatan gaib sejak ia baru lahir hingga berusia 7 atau 40 hari. Dinyanyikan oleh seorang dukun yang disebut Sahro dan ditentukan berdasarkan status sosial orang tua si bayi dalam masyarakat.
  • Elong Sobo: nyanyian yang bersifat sakral karena kata-katanya berasal dari mantra dan terdapat di daerah Kabupaten Pangkajene - Sidenreng, Sulawesi Selatan. Sebelum disebut sebagai Elong Sobo, nyanyian ini dahulu dinamakan Elong Sabo karena penyanyi harus mengucapkan kata sabo-sabo yang merupakan suatu mantra saat memulai nyanyian. Kini, nyanyian ini hanya dinyanyikan oleh kalangan para penganut kepercayaan lama yang disebut Toani Tolatang. Sifatnya tidak terikat dengan jumlah bait, baris, dan suku kata, tetapi umumnya setiap bait terdiri atas 4 baris. Nyanyian ini memiliki maksud membujuk kebajikan dewata atau kekuatan gaib agar dapat memberikan kekuatan dan kesaktian kepada seseorang atau masyarakat yang menghayati nyanyian tersebut.

Referensi

sunting
  1. ^ "Ensiklopedi Musik Indonesia Seri A-E" (PDF). 1979/1980, hlm. 124—125. Diakses tanggal 2022-09-22.