Ekspedisi Tabuk
Ekspedisi Tabuk, juga dikenal sebagai Ekspedisi Usra atau Perang Tabuk, adalah sebuah ekspedisi militer yang diprakarsai oleh Nabi Islam Muhammad pada bulan Oktober 630 M (9 H)[3]. Dia memimpin pasukan sebanyak 30.000[4][5] pasukan yang menuju ke wilayah Tabuk, dekat Teluk Aqaba, di barat laut Arab Saudi.[5]
Ekspedisi Tabuk | |||||
---|---|---|---|---|---|
![]() wilayah Tabuk di Arab Saudi | |||||
| |||||
Pihak terlibat | |||||
Muslimin |
![]() ![]() | ||||
Tokoh dan pemimpin | |||||
Muhammad |
![]() | ||||
Kekuatan | |||||
30.000[1] atau 70.000[2] | 200.000 | ||||
Korban | |||||
0 | 0 |
Persiapan
suntingMengikuti desas-desus tentang invasi Bizantium,[4] kaum Muslim dan sekutu nabi Muhammad menerima seruan mendesak untuk bergabung dalam kampanye, tetapi orang Arab di gurun menunjukkan sedikit minat. Banyak yang datang dengan alasan untuk tidak berpartisipasi. Nabi Muhammad memberikan insentif untuk membujuk orang Arab untuk bergabung dan memberi banyak hadiah.[6] Utsman bin Affan membantu dengan 200 unta dan uang 1.000 dinar (sekitar 4 miliar rupiah).[3] Beberapa ayat al-Quran diturunkan berkaitan dengan peristiwa Tabuk pada at-Taubah ayat 79-92. Ekspedisi ini cukup berat karena jarak yang sangat jauh dan panasnya terik matahari di sepanjang gurun pasir yang dilintasi.[3]
Ekspedisi
suntingNabi Muhammad dan pasukannya menuju ke Tabuk di utara pada hari kamis, dekat Teluk Aqaba pada bulan Oktober 630[5][7] (Rajab 9 H) dengan membawa 30.000 pasukan. Ekspedisi ini adalah ekspedisi militer terbesar dan terakhirnya.[5] Ali bin Abi Thalib, yang biasanya berpartisipasi dalam beberapa ekspedisi Muhammad lainnya, kali ini tidak berpartisipasi dalam ekspedisi Tabuk atas instruksi Muhammad, karena dia ditugaskan untuk memegang komando di Madinah.[8] Dalam perjalanan mereka melintasi wilayah al-Hijr (Wadil Qura) tempat tinggal kaum Tsamud jaman dahulu yang tersisa puing bangunan. lbnu Umar berkata, "Saat Nabi melewati Al-Hijr (dekat Al-Ula), beliau bersabda, 'Janganlah kalian memasuki tempat-tempat yang dahulunya orang-orang Tsamud itu menganiaya diri mereka, sehingga kalian tertimpa musibah seperti yang menimpa mereka, kecuali jika kalian adalah orang-orang yang suka menangis."[3] Lalu Nabi mempercepat langkahnya.
Setelah tiba di Tabuk dan berkemah di sana, pasukan Muhammad bersiap untuk menghadapi pertempuran dengan Bizantium.[9] Muhammad menghabiskan dua puluh hari di Tabuk, mengintai daerah itu, membuat aliansi dengan kepala suku setempat.[7] Nabi didatangi Yuhannah bin Ru'bah, pemimpin Ailah, menawarkan perjanjian perdamaian dengan Nabi dan siap menyerahkan jizyah (pajak) kepada Nabi. Begitu pula yang dilakukan penduduk Jarba' dan Adruj. Nabi menulis selembar perjanjian yang kemudian mereka pegang.[3] Adapun isi surat perjanjiannya sebagai berikut :
"Bismillahirrahmanirrahim. Ini merupakan surat perjanjian keamanan dari Allah dan Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, kepada Yuhannah bin Ru'bah dan penduduk Ailah. Perahu dan kendaraan-kendaraan mereka di daratan dan di lautan berhak mendapatkan jaminan perlindungan Allah dan Muhammad sang Nabi, juga berlaku bagi siapa pun yang bersamanya dari penduduk Syam dan penduduk di pesisir pantai. Siapa pun di antara mereka yang melanggar perjanjian, maka hartanya tidak akan dapat melindungi dirinya, yang berarti siapa pun boleh mengambilnya. Mereka tidak boleh dirintangi untuk mengambil air yang biasa mereka ambil dan jalan mereka di darat maupun di laut tidak boleh dirintangi."[3]
Nabi lalu mengutus Khalid bin Al-Walid ke Ukaidir Dumatul Jandal bersama 420 penunggang kuda. Sehingga mendapatkan perjanjian dan jizyah dari penduduk Ukaidir.[3]
Ketika dia tidak melihat tanda-tanda kedatangan tentara Bizantium,[5] dia memutuskan untuk kembali ke Madinah dengan menghabiskan total 50 hari tiba pada bulan Ramadhan di Madinah.[4][3] Meskipun Muhammad tidak menghadapi tentara Bizantium di Tabuk, menurut Ensiklopedia Oxford Dunia Islam, "unjuk kekuatan ini menunjukkan niatnya untuk menantang Bizantium untuk menguasai bagian utara rute kafilah dari Mekkah ke Suriah".[5]
Setibanya di Madinah Muhammad menghukum beberapa sahabatnya yang tidak ikut beranjak ke Tabuk, seperti Ka'ab bin Malik yang diisolasi selama 50 hari dari pergaulan sampai selesai menjalani hukuman.[3] Kepergian Nabi selama 50 hari juga dimanfaatkan oleh orang-orang munafik (mengaku Islam tapi memusuhi Muhammad), untuk konsolidasi dan membuat membuat masjid Dhirar sebagai masjid tandingan, lalu dirubuhkan Nabi setibanya di Madinah.[3] Pengaruh ekspedisi Tabuk yang membawa pasukan besar ini juga membuat banyaknya suku-suku Arab berbondong-bondong masuk Islam.
Lihat pula
sunting- Utendi wa Tambuka, cerita Swahili mengenai ekspedisi Tabuk dan peristiwa lain yang berkaitan
- Amul Wufud
Referensi
sunting- ^ The Expedition of Tabuk di Al-Islam.org
- ^ Abu Zur’ah Ar Razi menjelaskan: “Empat puluh ribu orang sahabat nabi ikut berhaji wada bersama rasulullah. Pada masa sebelumnya 70.000 orang sahabat nabi ikut bersama nabi dalam perang Tabuk, dan ketika rasulullah wafat, ada sejumlah 114.000 orang sahabat nabi. Al Ba’its Al Hatsits (1/25).
- ^ a b c d e f g h i j Syaikh, Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri (2012). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hal. 525-538. ISBN 978-602-98968-3-1
- ^ a b c George F. Nafziger; Mark W. Walton (2003), Islam at War: A History, Praeger Publishers, hlm. 13
- ^ a b c d e f Welch, Alford T.; Moussalli, Ahmad S. (2009). "Muḥammad". Dalam Esposito, John L. (ed.). The Oxford Encyclopedia of the Islamic World. Oxford University Press.
- ^ Muir, William (10 August 2003). Life of Mahomet. Kessinger Publishing Co. hlm. 454. ISBN 978-0766177413.
- ^ a b Richard A. Gabriel (2007), Muhammad: Islam’s First Great General, University of Oklahoma Press, hlm. 197, ISBN 978-0-8061-3860-2
- ^ Sachedina, Abdulaziz (2009). "ʿAlī ibn Abī Ṭālib". Dalam Esposito, John L. (ed.). The Oxford Encyclopedia of the Islamic World. Oxford University Press.
- ^ "The Expedition of Tabuk". Al-Islam.org. Diakses tanggal 7 August 2016.