Emergency Locator Beacon Aircraft
Emergency Locator Beacon Aircraft (ELBA) adalah suatu perangkat suar penentu lokasi untuk pesawat. Istilah ELBA ini diberikan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) atau Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Kalangan lain menyebut perangkat ini Emergency Locator Transmitter (ELT). Apa pun namanya, fungsi alat ini sama, yakni memancarkan sinyal radio agar lokasinya bisa diketahui sistem deteksi yang ada.
Perangkat sejenis ELBA yang dipasang di kapal dinamakan Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPIRB). Selain itu, ada pula alat sejenis untuk perorangan, yakni Personal Locator Beacon (PLB). Berbeda dengan ELBA dan EPIRB, PLB hanya bisa diaktifkan secara manual.
Metode ELBA telah diterapkan lebih dari tiga dekade dan diyakini keandalannya oleh negara-negara maju di dunia.
Asal mula
suntingDalam catatannya di pilot web (18/9/2003), Michael Atkinson menuturkan bahwa dorongan bagi pembuatan sistem pemberitahuan darurat ini muncul tahun 1970 ketika pesawat yang ditumpangi dua anggota Kongres AS hilang di Alaska. Meskipun telah dilakukan upaya pencarian besar-besaran, tak ada jejak pesawat maupun penumpangnya yang ditemukan. Sebagai buntutnya, Kongres pun lalu menuntut bahwa semua pesawat di AS membawa ELT. Alat ini dirancang untuk bisa aktif begitu terjadi crash dan memancarkan sinyal yang memberitahukan posisi diri (homing).
Frekuensi yang dipilih untuk operasi ELT adalah 121,5 megahertz (MHz) untuk darurat penerbangan sipil, dan 243 MHz untuk penerbangan militer, yang masuk sebagai frekuensi UHF darurat penerbangan.
Namun, sistem yang dimaksudkan murni untuk pewartaan keadaan darurat ini memperlihatkan keterbatasan: frekuensi sipil sesak dan dirancang pertama-tama untuk transmisi suara. Lalu, karena suar berdaya rendah, sinyalnya pun acap terlindas transmisi suara yang berdaya tinggi. Lebih jauh lagi, saat itu belum ada cara untuk mengenali dari arah mana datangnya sinyal tersebut (selain melalui cara homing) dan—yang lebih penting lagi—ada stasiun yang cukup dekat dan siap mendengarkan sinyal tersebut.
Keterbatasan ini berlangsung selama beberapa tahun, membuat manfaatnya kurang bisa dirasakan. Dari sini muncul ide untuk memanfaatkan sistem berbasis satelit. Akhirnya frekuensi suar darurat pun dialokasikan untuk sistem ini, yakni 406 MHz. Sistem bercakupan global ini mampu secara unik mengenali setiap suar. Pada generasi berikut, Inmarsat atau International Maritime Satellite mengoperasikan suar berfrekuensi 1,6 GHz.
Sistem pencarian korban di daerah terpencil berbasis satelit untuk wilayah AS, Kanada, dan Prancis dikenal dengan nama SARSAT atau Search and Rescue Satellite-Aided Tracking, sementara Uni Soviet (saat itu) mengembangkan COSPAS atau Sistem Angkasa untuk Pencarian Kapal yang Mengalami Keadaan Darurat. Kedua sistem itu kemudian digabung tahun 1979.
Sistem SARSAT-COSPAS terdiri dari tiga elemen: elemen angkasa berupa satelit, elemen darat yang dinamai Local User Terminal (LUT) dan Mission Control Centre (MCC), dan elemen bergerak yang tidak lain adalah alat suar (beacon), yang antara lain dipasang pada pesawat. Dalam uji coba, sistem ini bisa mengarahkan regu penyelamat hingga ke jarak 22,5 kilometer dari tempat kecelakaan.
Setelah dioperasikan tahun 1985, anggota SARSAT-COSPAS pun bertambah dari empat menjadi lebih dari 30, dan sistem mengoperasikan lebih dari 50 stasiun Bumi dan 20 MCC di seluruh dunia.
Satelit Pendukung ELT
suntingDalam operasinya, sistem penentu lokasi darurat didukung dua rumpun satelit. Yang pertama adalah satelit-satelit Geosar (Geostationary SAR) dan yang kedua adalah satelit-satelit Leosar (Low-Earth Orbit Search-and-Rescue).
Komponen Leosar saat ini didukung oleh enam satelit meteorologi, yang mengorbit pada ketinggian 850 kilometer. Setiap satelit dilengkapi dengan instrumentasi SAR, dan mengorbit Bumi dari kutub ke kutub satu kali setiap 100 menit. Setiap satelit melayang dengan kecepatan tujuh kilometer per detik, menyisir satu strip permukaan Bumi dengan lebar 4000 kilometer. Saat ini terdapat 6 (enam) satelite yang beroperasi, dinamai dengan penamaan S07, S08, S09,S10,S11,S12
Sistem Geosar didukung tiga satelit geostasioner (seperti halnya orbit Palapa, 35.000 kilometer), dua dari AS (GOES-Weast, GOES-East), 1 dari Eropa (MSG) dan satu dari India (INSAT-3D)
Dengan adanya dua sistem di atas, sistem buminya pun dibuat untuk mendukung operasi Leosar dan Geosar.
Dalam kaitan ini, operasi SARSAT-COSPAS terus dimutakhirkan. Misalnya saja dengan memensiunkan satelit yang melayani suar yang beroperasi pada jangkauan frekuensi 121,5 dan 243 MHz pada 1 Febuari 2009, dan mulai mendorong penggunaan suar berfrekuensi 406 MHz.
Pemanfaatan Lain
suntingPada kenyataannya, sistem SARSAT-COSPAS telah dimanfaatkan tidak saja untuk menetapkan lokasi jatuhnya pesawat di pegunungan, tetapi juga untuk memberikan pertolongan kepada kapal yang rusak di tengah laut, atau bahkan individu yang luka-luka tatkala mendaki gunung.
Adanya pertolongan cepat ini amat penting mengingat dalam kejadian darurat setiap menit demikian berharga. Namun, sementara kecepatan amat vital, sering kali lokasi yang harus dituju amat sulit. Belum lagi jika kecelakaan terjadi di tengah musim hujan seperti sekarang ini di banyak wilayah Indonesia.