Cengkih Afo merupakan cengkih tertua di dunia. Sekitar 6 kilometer dari pusat Kota Ternate, terdapat pohon cengkih tertua di dunia yaitu Cengkih Afo yang usianya mencapai ratusan tahun. Dilansir dari vsi.esdm.go.id, batang pohon cengkih afo berdiameter lebih dari 10 m atau seukuran empat pelukan orang dewasa. Pohon tersebut berada pada ketinggian 800 m, sekitar 2 km dari Pos Pengamatan Gunung Api Gamalama di Kelurahan Marikrubu ke arah barat laut. Tepatnya terletak di kawasan Desa Air Tege-tege Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, Propinsi Maluku Utara, tepatnya di lereng Gunung Gamalama.[1]

Kata “afo” memiliki arti “tua” dalam bahasa setempat. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa kata “afo” berasal dari nama keluarga Alfalat, yang berhasil menyelamatkan sebuah pohon cengkih saat Belanda menghanguskan semua tanaman cengkih untuk mengambil alih monopoli perdagangan cengkih di Ternate. Selain cengkih, tersebar pula pohon pala yang awalnya berasal dari Kepulauan Banda.

Hingga saat ini, pohon cengkih afo hanya tersisa dua pohon yang masih berdiri tegak dengan umur sekitar 200 tahun. Pohon cengkih afo generasi pertama yang berusia lebih dari 400 tahun sudah punah dan yang tersisa adalah puing-puingnya. Pohon cengkih afo ini memiliki tinggi 36,60 m, garis tengah 198 m, dan lingkaran 4,26 m.

Warga masyarakat Tongole menamai Cengkih Afo, Cengkih Afo 1 dan Cengkih Afo 2 sesuai urutan usia. Ketiganya tumbuh di lokasi yang tidak terlalu berjauhan di Desa Tongole

Keberadaan pohon cengkih tertua yang disebut Cengkih Afo itu diyakini bisa menarik perhatian pengunjung. Untuk memaksimalkan peluang itu, sebanyak 44 kepala keluarga dan pemuda Desa Tongole yang menetap di Kompleks Aer Tege-tege, Kelurahan Marikrubu, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara, mereka membentuk Cengkih Afo dan Gamalama Spices Community. Sebelum komunitas itu terbentuk, adalah seorang pria berusia 43 tahun asal Maluku Utara bernama Kris Syamsudin yang menyiapkan ide awal. Ia turut pula membantu melestarikan pohon Cengkih Afo agar bisa menjadi tujuan wisata yang layak dikunjungi.[1][pranala nonaktif permanen]

Cengkih Afo Generasi Kedua sunting

Pohon Cengkih Afo generasi kedua merupakan pohon cengkih yang usianya 200 tahun, lebih muda bila dibandingkan dengan usia pohon cengkih Afo generasi pertama yang berusia 400 tahun lebih.

Pohon setinggi sekitar 10 meter yang sebagian besar sudah rontok daunnya ini rupanya masih bertahan. Pohon generasi pertamanya sudah mati, dan untuk mencapai ke sana perlu berjalan mendaki lagi sejauh sekitar 1 kilometer ke atas gunung.

Pohon cengkih Afo generasi kedua terletak pada ketinggian sekitar 400 meter dari permukaan laut, masuk wilayah Desa Air Tege Tege, Kelurahan Tabahawa, Ternate Tengah. Pohon cengkih Afo generasi pertama, terletak lebih tinggi, di ketinggian sekitar 600 meter.

Pemilik pohon-pohon cengkih di perkebunan seluas kurang lebih 50 hektar ini adalah milik warga sekitar. Selain cengkih, di kawasan ini tumbuh pula pohon pala, pohon pinang, pohon kayu manis, pohon kenari, dan pohon durian.

Cengkih biasanya dipanen pada bulan Juni hingga Oktober. Bagian yang diambil adalah bagian pangkal bunga yang mekar. Jika tidak dipanen, bunga cengkih akan berkembang menjadi buah dan jatuh ke tanah untuk kemudian tumbuh menjadi pohon cengkih baru.

Buah cengkih bentuknya lonjong dengan panjang 2 cm berwarna hitam. Bila digigit daging buahnya akan langsung berasa cengkih. Bentuk bijinya mirip dengan biji kurma.

Cengkih masih menjadi komoditas utama di Ternate, meski sudah tidak menjadi mata pencaharian utama warga. Pemilik pohon cengkih biasanya menyewa jasa orang Sulawesi Utara untuk memanen cengkih.

Saat musim panen tiba, pekerja memasang rangka-rangka dari bambu sebagai pijakan untuk memetik bunga-bunga cengkih. Satu pohon bisa menghasilkan hingga 100 kilogram cengkih kering. Harga cengkih rata-rata Rp 150.000 per kilogram. Untuk menghasilkan cengkih kualitas bagus, pohon harus berusia minimal 30 tahun.

Bayangkan keuntungan yang bisa dipetik dari pohon cengkih. Dalam sekali panen, pemilik pohon mendapat untung rata-rata Rp 15 juta per pohon. Apalagi cengkih yang tumbuh di kebun ini tidak perlu perawatan khusus.

Artefak Sejarah Cengkih sunting

Tak dipungkiri, Ternate, Tidore, dan Kepulauan Banda di Maluku harum namanya karena menjadi pusat rempah-rempah dunia pada dahulu kala. Dari cengkih dan pala, penjelajah Eropa berdatangan menginjakkan kaki di tanah nusantara.

Sejarawan JJ Rizal berpendapat bahwa keberadaan pohon cengkih Afo ini adalah artefak dari era kejatuhan masa jaya cengkih. Ini sejalan dengan cerita Bongky Motau, perwakilan dari Ternate Heritage Society mengatakan jika dulu warga pada hari Minggu piknik ke perkebunan cengkih, kini mereka lebih memilih pergi ke car-free day. Ini menunjukkan bahwa era cengkih memang sudah ditinggalkan orang.

Masih menurut Bongky, pemerintah Kota Ternate sendiri sepertinya kurang peduli dengan keberadaan cengkih Afo ini. Jangankan mengelola kawasan, plang penunjuk jalan pun tak ada. Pohon cengkih Afo sendiri juga seperti dibiarkan mati begitu saja.

Itulah sebabnya, Bongky dan kawan-kawan dari Komunitas Ternate Heritage Society berusaha untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pemerintah menjaga cagar budaya dan sejarah di Ternate.

JJ Rizal mengatakan, memang tidak ada catatan sejarah khusus yang menceritakan asal muasal pohon cengkih. Diperkirakan pohon cengkih sudah ada jauh sebelum pohon cengkih Afo generasi pertama. Ini bisa dilihat dari pedagang Cina dan Arab yang telah memperdagangkan komoditas ini hingga ke Eropa.

Dalam bahasa lokal, cengkih disebut dengan gau medi alias “pohon pedas”. Menurut teori lain, cengkih awalnya tidak dikenal oleh masyarakat Ternate, namun diperkenalkan oleh orang-orang Cina. Kata “cengkih” berasal dari bahasa Cina, “zeng qi a“.

Ini sejalan dengan kisah Kaisar Han pada abad keempat yang memerintahkan semua tamu kerajaan untuk mengunyah cengkih sebelum bertamu agar mulutnya wangi. Cengkih saat itu adalah simbol kebangsawanan dan prestis, selain fungsi biologisnya sebagai pewangi, penyedap, dan pengawet.

Catatan sejarah lain, pada tahun 1500 SM pada era Babilonia, ditemukan sebuah bejana berisi cengkih dalam sebuah rumah. Ini menunjukkan betapa tuanya jalur perdagangan cengkih.

Sejarawan JJ Rizal menyebut, keberadaan cengkih Afo membuktikan, nenek moyang cengkih berasal dari daerah Maluku Utara, satu di antaranya di Ternate. Ia pun membenarkan, tidak ada penjelasan pasti kapan pertama kali cengkih ditemukan. “Catatan sejarah menjelaskan, dulu masyarakat setempat justru tidak mengenal cengkih sebelum kedatangan para pedagang-pedagang dari China." "Tidak jelas kapan pertama distribusi cengkih ini mulai dilakukan," kata dia. Hanya saja, sekitar lima tahun sebelum masehi, ada budaya di China dimana tingkat kebangsawanan seseorang di sana dilihat dari berapa banyak dia mengunyah cengkih. Bahkan di Babilonia, pada 1500 SM ditemukan bejana yang satu di antara isinya adalah cengkih.

"Jadi bisa dibayangkan, jaringan cengkih ini sudah berjalan dalam periode yang sangat panjang jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis ke sini,” jelasnya. Menurut JJ Rizal, ketenaran cengkih dari Maluku Utara akhirnya menimbulkan berbagai dampak luar biasa, termasuk menyebabkan berdirinya Indonesia. “Dari pencarian cengkih menimbulkan terbentuknya tata dunia." "Orang-orang Eropa berlomba mencari cengkih ke sini dan dalam perjalanan mereka menemukan tempat-tempat baru, seperti penemuan Amerika oleh Christopher Columbus dan penemuan-penemuan lain."[2][pranala nonaktif permanen]

Referensi sunting

  1. ^ Agency, ANTARA News. "Cengkih Afo mengingat jejak rempah - ANTARA News Jambi". Antara News. Diakses tanggal 2019-01-24.