Batu amandeli adalah mineralisasi di celah-celah bagian amandel , batu amandel juga dikenal sebagai tonsillolith. [2] [3] Jika tidak termineralisasi, sisa-sisa ini disebut dengan tonsilitis kaseosa kronis ( CCT ). [2] Tanda terbentuknya batu amandel munculnya bau mulut . [2] Biasanya keadaan ini tidak menimbulkan rasa sakit. [2]

Tonsil stones
A tonsillolith lodged in the tonsillar crypt
Informasi umum
Nama lainTonsillolith, tonsillolithiasis, tonsillar stones, chronic caseous tonsillitis
SpesialisasiOtorhinolaryngology
Faktor risikoRecurrent throat infections[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaNone, bad breath[2]
Kondisi serupaCalcified granulomatous disease, mycosis, syphilis[1]
PerawatanNone, gargling with salt water, tonsillectomy[2]
PengobatanChlorhexidine[2]
PrevalensiUp to 10%[2]

Keadaan ini bisa saja berisiko membuat infeksi tenggorokan berulang. [1] Komposisi dari batu amandel ini terdiri dari biofilm dari sejumlah bakteri-bakteri yang berbeda. [2] Kondisi ini sering dijumpai pada amandel palatina, dan kondisi inipun bisa terjadi pada amandel lingual . [3] Berat batu amandel bisa beragam dalam catatan beratnya mulai dari 0,3 g ke 42 G. [3] Batu amandel bisa ditemukan selama pencitraan medis dikarenakan alasan lain.[4]

Kondisi batu amandel tidak perlu diobati jika, tidak mengganggu. [2] Menghilangkan batu amandel bisa secara manual, dan bisa juga dengan cara berkumur dengan air garam. [2] Penggunaan senyawa Klorheksidin juga bisa dicoba untuk membantu menghilangkan batu amandel. [2] Tindakan bedah seperti pengangkatan amandel sebagian atau seluruhnya bisa menghilangkan batu amandel. [2] [5] Persentase orang yang mengalami batu amandel sekitar 10% . [2] Perbandingan antara pria ,dan wanita yang mengalami batu amandel sama [2] Lansia yang paling sering terkena dampaknya. [1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d White, Stuart C.; Pharoah, Michael J. (2014). Oral Radiology - E-Book: Principles and Interpretation (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. hlm. 527. ISBN 978-0-323-09634-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 August 2021. Diakses tanggal 22 December 2019. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ferguson, M; Aydin, M; Mickel, J (October 2014). "Halitosis and the tonsils: a review of management". Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 151 (4): 567–74. doi:10.1177/0194599814544881. PMID 25096359. 
  3. ^ a b c Ram S, Siar CH, Ismail SM, Prepageran N (July 2004). "Pseudo bilateral tonsilloliths: a case report and review of the literature". Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 98 (1): 110–4. doi:10.1016/j.tripleo.2003.11.015. PMID 15243480. 
  4. ^ Textbook of Oral Radiology (dalam bahasa Inggris). Elsevier India. 2009. hlm. 607. ISBN 978-81-312-1148-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 August 2021. Diakses tanggal 22 December 2019. 
  5. ^ Wong Chung, JERE; van Benthem, PPG; Blom, HM (May 2018). "Tonsillotomy versus tonsillectomy in adults suffering from tonsil-related afflictions: a systematic review". Acta Oto-Laryngologica. 138 (5): 492–501. doi:10.1080/00016489.2017.1412500. PMID 29241412.