Azola[1] adalah golongan senyawa cincin heterosiklik nitrogen beranggota lima, yang mengandung sedikitnya satu atom nonkarbon lainnya, baik nitrogen, belerang, atau oksigen. Imidazola dan triazola masing-masing memiliki dua dan tiga nitrogen pada cincin azola. Tiazola memiliki belerang pada cincin azola. Oksazola memiliki oksigen dalam cincin azola. Pirazola memiliki dua nitrogen yang berdekatan pada cincin azola.[2]

Imidazola, oksazola, dan tiazola, yang dikenal sebagai 1,3-azola, adalah sistem cincin beranggota lima dengan tiga atom karbon, satu nitrogen, dan satu heteroatom tambahan (nitrogen, oksigen, dan belerang). Senyawa ini dan turunannya telah dikenal sejak abad kesembilan belas.[3]

Penamaan sunting

Azola dengan nama asli azole adalah berasal dari tata nama Hantzsch-Widman, yang merupakan metode standar untuk penamaan cincin heterosiklik. Pertama, identitas atom-atom yang berbeda ditetapkan dengan menempatkan prefiks yang berbeda untuk setiap jenis atom nonkarbon. Tiga awalan yang akan ditemui masing-masing adalah "oksa-" (oxa-) untuk okseigen, "tia" (thia-) untuk belerang atau sulfur, dan "aza-" untuk nitrogen. Kedua, posisi heteroatom ditunjukkan oleh jumlah atom cincin. Ketiga, ukuran dan tingkat ketidakjenuhan cincin ditentukan oleh sufiks di akhir. Untuk ukuran cincin lima dengan cincin tidak jenuh, mendapat akhiran "-zol" (-zole).[4]

Klasifikasi sunting

Senyawa azola bisa diklasifikasikan berdasarkan unsur atom penyusunnya:[5]

Aktivitas antijamur sunting

Meskipun laporan pertama aktivitas antijamur dari senyawa azola, benzimidazola, sudah dideskripsikan pada tahun 1944 oleh Woolley, baru setelah diperkenalkannya klormidazola topikal pada tahun 1958, para peneliti menjadi tertarik pada aktivitas antijamur senyawa azola.[6]

Azola memiliki aktivitas antijamur yang luas dan aktif melawan jamur yang menginfeksi kulit dan selaput lendir dan yang menyebabkan infeksi jaringan dalam. Klotrimazola, ekonazola, mikonazola, dan tiokonazola diberikan secara topikal dan digunakan untuk mengobati infeksi mulut, kulit, dan vagina. Diperkenalkannya triazola (flukonazola dan itrakonazola) memberikan alternatif untuk amfoterisin Bdalam pengobatan mikosis endemik. Triazola aktif terhadap sebagian besar organisme yang menyebabkan infeksi jamur sistemik atau dalam, seperti kriptokokosis, kandidiasis, histoplasmosis, blastomikosis, dan paracoccidiosis.[7]

Antijamur azola diklasifikasikan menjadi dua kelompok yakni:[8]

Referensi sunting

Artikel ini memuat teks dari artikel "Azola" dalam Citizendium, yang berlisensi di bawah Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 tetapi tidak di bawah GFDL.

  1. ^ "Glosarium". Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 
  2. ^ Chan Jin Park, Yong Ah Park, Seung Seok Ok and Myung Chan Gy (2014). "Effects of Azole Fungicide on Amphibian: Review". Korean Journal of Environmental Biology. Korean Society of Environmental Biology. 32(1) : 1~15(2014): 4. ISSN 1226-9999. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  3. ^ Julio Alvarez-Builla, Juan Jose Vaquero, José Barluenga, ed. (2011). Modern Heterocyclic Chemistry. Wiley-VCH. hlm. 809. ISBN 9783527332014. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  4. ^ Gilchrist, T. L. in Heterocyclic Chemistry; Longman; London, 1992. "Heterocyclic Nomenclature" (PDF). Benha University. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  5. ^ ""MEDICINAL CHEMISTRY OF AZOLE & BARBITURATES 1. AZOLE : An azole is a class of five-membered nitrogen heterocyclic ring compounds containing at least one."". Tyler Flynn. Diakses tanggal 24 Mei 2020. 
  6. ^ J. A. Maertens (27 Februari 2004). "History of the development of azole derivatives". Wiley Online Library. Diakses tanggal 6 Juni 2020. 
  7. ^ "Antifungal drug: The Azoles". Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  8. ^ "Azole antifungals: What are Azole antifungals?". Drugs.com. Diakses tanggal 24 Mei 2020. 

Pranala luar sunting