Al-Aqra' bin Habis

Al-Aqra' bin Habis bernama lengkap al-Aqra' bin Habis bin 'Iqaal bin Muhammad bin Sufyan bin Mujasyi' bin Darim bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Manat bin Tamim at-Tamimi al-Mujasyi'i. Nama aslinya adalah Faras, sedangkan nama julukan al-Aqra' (Arab: الأقرع) yang tersematkan padanya disebabkan karena ia memiliki sedikit kebotakan di rambutnya. Ia tercatat sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad.[1] Pernah diutus oleh kaumnya kepada Nabi Muhammad untuk menyatakan keislamannya pada peristiwa Fathu Makkah, setelahnya ia membersamai Rasulullah dalam pertempuran Hunain dan pembebasan Thaif. Meski termasuk sebagai sahabat yang belakangan masuk islam (mu`allafat qulubuhum) namun beliau tercatat sebagai seorang yang baik keislamannya.

Kisah Keislamannya sunting

Aqra' bin Habis merupakan salah satu tokoh terhormat di kalangan Arab, khususnya keturunan bani Tamim baik dalam periode jahiliyah maupun pasca islam. Ia merupakan sosok yang memanggil Nabi Muhammad dari balik hijab sewaktu menjadi utusan Bani Tamim sehingga turunlah teguran untuknya pada surat al-Hujurat, karena saat itu ia berkata: wahai Muhammad! sungguh pujianku (padamu) adalah sebuah hiasan (yang patut dibanggakan), sedangkan celaanku adalah (akan menjadi) aib (untukmu).[2]

Ia juga merupakan sosok yang dikisahkan dalam sebuah hadits dimana ia melihat Nabi menciumi cucunya Hasan bin Ali kemudian berkata bahwa ia memiliki sepuluh orang anak namun belum pernah sekalipun mencium mereka, kemudian Nabi bersabda : "Barangsiapa tiada menyayangi maka ia tidak akan dikasihi (Allah)".

Ketika Ali bin Abi Thalib menyerahkan ghanimah dari penaklukkan Yaman kepada Nabi Muhammad, Nabi kemudian membaginya menjadi empat, salah satunya beliau berikan kepada Aqra', begitupula dalam peristiwa perang Hunain, Aqra' bin Habis mendapatkan jatah ghanimah dari Nabi Muhammad berupa 100 ekor unta.

Aqra' menjadi bagian penting dari setiap pertempuran yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dalam berbagai usaha penaklukkan, seperti perang Yamamah, Daumatul Jandal, Iraq, dan penaklukkan kota Anbar sebelah barat Iraq.[3]

Wafat sunting

Beliau wafat sebagai seorang syahid dalam pertempuran penaklukkan kota Jouzjan di Afghanistan pada tahun 31 H, atau pada masa kekhilafahan Ustman bin 'Affan dan Al-Radi Al-Shatibi menyebutkan bahwa dia syahid dalam pertempuran Yarmuk dengan sepuluh putranya pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.[4]

Referensi sunting

  1. ^ Ibnu Qani' al-Baghdadi. Mu'jam as-Shahabah jilid II. Beirut: Dar el-Fikr. hlm. 587. 
  2. ^ Musnad Imam Ahmad jilid III. hlm. 488. 
  3. ^ Abu Nu'aim. Ma'rifat as-Shahabah jilid II. hlm. 407. 
  4. ^ Ibnu Hajar al-'Asqalani - Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, jilid 1 hlm 252