Maja (Aegle marmelos) adalah tumbuhan berbentuk pohon yang tahan lingkungan keras tetapi mudah luruh daunnya dan berasal dari daerah Asia tropika dan subtropika. Tanaman ini biasanya dibudidayakan di pekarangan tanpa perawatan dan dipanen buahnya. Maja masih berkerabat dekat dengan kawista. Di Bali dan Lombok dikenal sebagai bila dan di India dikenal sebagai bael. Di Pulau Jawa, maja sering kali dikacaukan dengan berenuk, meskipun keduanya adalah jenis yang berbeda.[1]

Maja
Aegle marmelos

Status konservasi
Hampir terancam
IUCN156233789
Taksonomi
DivisiTracheophyta
SubdivisiSpermatophytes
KladAngiospermae
Kladmesangiosperms
Kladeudicots
Kladcore eudicots
KladSuperrosidae
Kladrosids
Kladmalvids
OrdoSapindales
FamiliRutaceae
SubfamiliAurantioideae
TribusCitreae
SubtribusBalsamocitrinae
GenusAegle
SpesiesAegle marmelos
Corrêa, 1800
Tata nama
BasionimCrateva marmelos (en)

Pemerian sunting

Maja mampu tumbuh dalam kondisi lingkungan yang keras dengan suhu yang ekstrem.[butuh rujukan] Pertumbuhannya dapat terjadi pada suhu 49°C pada musim kemarau hingga -7°C pada musim dingin.[2] Kondisi ini teramati di Punjab (India) pada ketinggian tempat melebihi ketinggian 1.200 meter. Di Asia Tenggara, maja hanya dapat berbunga dan berbuah dengan baik jika ada musim kering yang kentara, dan tidak biasa dijumpai pada elevasi di atas 500 m. Maja mampu beradaptasi di lahan berawa, di tanah kering, dan toleran terhadap tanah yang agak basa (salin).

Kegunaan sunting

Warna kulit luar buah maja berwarna hijau tetapi isinya berwarna kuning atau jingga. Aroma buahnya harum dan cairannya manis. Sebagaimana jeruk, buah maja dapat diolah menjadi serbat, selai, sirop, atau nektar. Kulitnya dibuat marmalade.

Lain-lain sunting

Dalam sejarah Indonesia, maja dikaitkan dengan asal nama kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan yang membentang di Nusantara dari abad XIII-XV. Konon, Raden Wijaya, sang pendiri kerajaan, menerima sebidang tanah di daerah Tarik (Terik atau Trik; lokasi tepatnya masih diperdebatkan[3]). Sewaktu membangun daerah itu, ada orang Madura yang lelah setelah membabat alas tidak sengaja menemukan dan memakan buah maja tersebut. Kebetulan buah yang dimakan itu terasa pahit. Oleh sebab itu daerah tersebut kemudian dinamakan "Majapahit" atau "Wilwatikta" oleh Raden Wijaya (wilwa, maja; tikta, pahit)[4]

Bahan bacaan sunting

  1. ^ HEYNE, K. (1913). DE NUTTIGE PLANTEN VAN NEDERLANDSCH-INDIË. Linrary New York Botanical Garden: Ruygrok & Co BATVIA. hlm. 2.  Disungsi26 April 2021
  2. ^ Ginandar (2022). Toponimi Nama-nama Kecamatan di Kabupaten Lebak. Lebak: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak. hlm. 60. ISBN 978-623-978-556-7. 
  3. ^ Munandar, A.A. 2008. Ibu kota Majapahit, Masa Jaya dan Pencapaian. Hal. 69. Jakarta: Komunitas Bambu.
  4. ^ Muljana, S. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Sejarah kerajaan Majapahit. Hal. 187. Yogyakarta: LKiS.

Pranala luar sunting