ABC Holding

perusahaan asal Indonesia

ABC Holding adalah sebuah perusahaan konglomerat milik keluarga Djojonegoro (Chu) yang berbasis di Indonesia. Perusahaan ini didirikan di Medan pada tahun 1948 oleh Chandra Djojonegoro bersama Chu Sok Sam[1] dan saat ini berkantor pusat di Jakarta.

ABC Holding
Perseroan terbatas
IndustriKonglomerat
Didirikan1948; 76 tahun lalu (1948) (di Medan)
PendiriChandra Djojonegoro
Chu Sok Sam[1]
Kantor
pusat
,
Tokoh
kunci
Husain Djojonegoro
Hamid Djojonegoro
Pudjiono Djojonegoro
Kogan Mandala Chu
ProdukBarang jadi
Situs webwww.abcholding.com

Perkembangan sunting

Grup usaha yang low profile ini dirintis oleh keluarga Chu, yaitu Chu Sok Sam dan Chu Sam Yak (kelak berganti nama menjadi Chandra Djojonegoro) di Medan pada tahun 1948. Usaha mereka awalnya membuat minuman anggur tradisional dan berdagang aneka macam barang. Di tengah kekacauan akibat perang kemerdekaan, Chu bersaudara memutuskan untuk hijrah ke Semarang. Dua tahun kemudian, keduanya berkongsi dengan Lim Kok Liang, Lim Tong Chai, dan Lim Mia Chuan, mendirikan NV Handel Maatschappij May Lian & Co. di kota itu yang memproduksi anggur tradisional dengan nama Cap Orang Tua. Anggur ini kemudian terkenal sebagai minuman herbal tradisional dan banyak beredar di kalangan tukang jamu, ditambah menjadi substitusi wine bagi masyarakat bawah. Kelak May Lian berganti nama menjadi PT Perindustrian Bapak Djenggot, yang mengembangkan varian lain seperti Anggur Wine, Fruit Wine, Beras Kencur dan Anggur Malaga.[1][2] Di tahun 1950 pabrik anggur milik keluarga Chu bertambah satu lagi di Jakarta.[3] Pada tahun 1973, keduanya juga membeli sebagian saham PT Uni Djaja, perusahaan pembuat minuman beralkohol tradisional kamput yang berlokasi di Medan.[2] Saat ini, bisnis minuman beralkohol Grup ABC-Cap Orang Tua tidak hanya di bidang anggur tradisional; mereka juga mengibarkan merek-merek lain seperti Mix Max (vodka) dan Prost, Singaraja, Konig Ludwig dan Kaltenberg (bir) di bawah PT Beverindo Indah Abadi.[4][5]

Pada tahun 1959 Chu bersaudara memperluas bisnisnya dengan terjun ke industri pembuatan baterai. Di kota asalnya, Medan, mereka mendirikan PT Everbright Battery, yang disusul PT International Chemical Industry di Jakarta pada tahun 1968. Kedua pabrik menggunakan merek ABC, yang didasari karena mudahnya nama tersebut diingat oleh masyarakat. Merek ini dengan cepat merajai pasar batu baterai nasional, mengalahkan merek-merek asing seperti Eveready dan National. Untuk memperluas bisnisnya pada tahun 1982 PT Hari Terang Industrial Co. Ltd., sebuah pabrik baterai di Surabaya, resmi diakuisisi, yang dilanjutkan pendirian PT FDK Intercallin Co. (kini PT FDK Indonesia) pada 1989 sebagai perusahaan patungan dengan perusahaan Jepang FDK. Pabrik-pabrik tersebut membuat usaha baterai Grup ABC-Cap Orang Tua memegang 65% pangsa pasar baterai nasional.[2] Kapasitas produksinya juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia dan telah diekspor ke lebih dari 50 negara.[6] Usaha baterai ABC kemudian dipercayakan kepada oleh dua putra Chu Sam Yak, Husain Djojonegoro dan Pudjiono Djojonegoro.[7]

Seakan belum puas, pada tahun 1975 keluarga Chu berekspansi kembali ke industri barang jadi, dalam hal ini makanan dan minuman lewat pendirian CV Central Foods (kemudian PT ABC Central Food Industry). Sama seperti merek baterai, produknya diberi nama ABC yang dilekatkan pada produk kecap, saus, sambal, jus buah, dan lain-lainnya. Adapun unit usaha ini dipercayakan pengelolaannya kepada putra Chu Sok Sam, Kogan Mandala Chu. Pabriknya pun berkembang, dengan ada di Jakarta, Medan dan Surabaya. Pada era 1990-an, ABC Central Food ikut terjun ke usaha pembuatan makanan ringan, lewat kerjasama patungan bersama Danone (PT Danone Biscuits Indonesia), serta pembuatan mi instan lewat PT ABC President Indonesia yang berpatungan dengan Uni-President Food Enterprises. Untuk meningkatkan pemasaran produknya, khususnya bagi pasar ekspor, pada tahun 1999 65% saham PT ABC Central Food dijual kepada Heinz, sehingga namanya menjadi PT Heinz ABC Indonesia.[2] Dibantu oleh Husain, Kogan mengembangkan usaha saus ABC dengan menyasar berbagai kalangan, entah masyarakat secara langsung (bahkan menjadi market leader) hingga business-to-business.[8]

Perkembangan lainnya dari bisnis keluarga Chu-Djojonegoro adalah lewat pengembangan usaha di bawah Hamid Djojonegoro, putra Chu Sam Yak. Dari awalnya hanya dipercayakan memegang pabrik anggur, belakangan Hamid memperluas bisnis tersebut yang saat ini dikenal dalam wadah Grup Orang Tua (OT) dengan berfokus ke produk-produk konsumer.[1] Di tahun 1982, didirikan PT Panjang Jiwo Pangan Makmur yang memproduksi minuman kesehatan (Kiranti, Panjang Jiwo) dan permen (Tango). Tiga tahun kemudian, didirikan PT Brushindo Cemerlang (kini PT Ultra Prima Abadi) yang memproduksi sikat gigi dan pasta gigi merek Formula (dahulu ditambah ABC Dent dan Durodont). Lalu di tahun 1993 dibentuk PT Rajuli Reksa (kemudian juga dimerger ke PT Ultra Prima Abadi) yang memproduksi produk toiletries bermerek Atalia. Dan pada tahun 1995, didirikan PT Ultra Prima Pangan Makmur (kini di bawah PT Ultra Prima Abadi) yang memproduksi penganan, yaitu wafer Tango yang menjadi pemimpin pasar.[2][3] Perusahaan lainnya yang didirikan kemudian adalah PT Pacific Milenia Pangan Makmur (pabrik makanan ringan),[9] PT Arta Milenia Pangan Makmur/Pepami Indonesia (pabrik mi instan), PT Pola Sehat Industri dan PT CS2 Pola Sehat (minuman), PT Orang Tua Farma (pabrik farmasi),[10] PT HD Finance, pabrik pengemasan plastik, dan lainnya. Semua perusahaan di bawah komando Hamid ini berada dalam payung PT Orang Tua Group. Mulanya holding company tersebut bernama ADA, singkatan dari Attention, Direction and Action ketika didirikan di tahun 1985.[11][3] Memasuki periode 2010-an OT juga memasuki bisnis ritel. Di luar OT, bisnis Hamid lainnya meliputi PT Puri Ngayogyakarta (hotel), PT Crownprince Jasaboga, PT Darmex Oil and Fats (pabrik minyak goreng), dan lainnya.

Husain Djojonegoro, saudara Hamid, juga berperan dalam mengembangkan grup ini. Pada tahun 1991 dirinya terjun ke industri minuman lewat PT Asiasejahtera Perdana Pharmaceutical (kini PT Asia Health Energi Beverages) yang memasarkan minuman energi Kratingdaeng. Dirinya juga sempat dipercayakan pengelolaan atas pabrik pembalut PT Haniwell Murni Company, yang didirikan pada tahun 1985 oleh Chu bersaudara dan mengelola merek Innosense, Honeysoft (kelak menjadi milik OT) dan Modess (kerjasama dengan Johnson & Johnson). Husain juga sempat memiliki 20% saham Bank Alfa, restoran Crystal Jade Palace dan PT Indofica Housing.[2] Saudaranya yang lain, Pudjiono Djojonegoro, pada tahun 2003 mengembangkan juga PT Djojonegoro C-1000 yang memproduksi minuman kesehatan C-1000.[12] Usaha lain yang sempat dikembangkan keluarga Djojonegoro-Chu adalah pembuatan kaleng[2] (PT Ancol Terang Metal Printing Industri, PT Ancol Terang Modernindo, PT Citra Buana Unggul dan PT Arjuna Terang Prima) bekerjasama dengan keluarga Anwar Luhur;[13] industri makanan di bawah PT Embasse Prima Food Industry dan PT Sidoarjo Ciptanusa Food Industry; minuman energi dengan PT Asiatic Union Perdana;[14] pariwisata, real estat dan lainnya.[15]

Selain Kogan (Heinz ABC), Husain (Baterai ABC), Hamid (Orang Tua), dan Pudjiono, anggota keluarga Chu lainnya yang ikut aktif mengembangkan usaha grup adalah dua putra Chu Sok Sam lainnya, Vincent Kus Chu dan Sumito Chu. Meskipun demikian, pasca meninggalnya Chu Sok Sam dan Chu Sam Yak di tahun 1986 dan 1988, masing-masing putra keduanya biasanya sudah lebih fokus mengurus usahanya sendiri. Relasi antara mereka pun bisa saja tidak seideal generasi pertama, seperti relasi Husain yang lebih dekat dengan Kogan (sepupunya) dibanding Hamid (saudaranya).[8] Hal ini bisa dipengaruhi salah satunya karena karakter mereka masing-masing yang berbeda, seperti Hamid yang tempramental, micro-manager namun inovatif, berbeda dengan Husain yang konservatif namun percaya pada kaum terdidik. Namun, tidak menutup kemungkinan juga adanya kerjasama antara keluarga, seperti PT Arta Boga Cemerlang, perusahaan distribusi, dimiliki bersama oleh Hamid Djojonegoro dan putra Chu Sok Sam. Fokus unit usaha ini pada barang-barang jadi dan kinerjanya yang cenderung senyap (tidak diliput media), ikut menyelamatkan mereka dalam krisis moneter 1997-1998, bahkan menempatkan salah satu anggotanya, Husain dalam jajaran orang terkaya di Indonesia.[6][16]

Anak perusahaan sunting

Mantan anak perusahaan sunting

Referensi sunting

Pranala luar sunting