Abdoel Moethalib Sangadji

(Dialihkan dari A.M. Sangadji)

Abdoel Moethalib Sangadji atau lazim dikenal sebagai A. M. Sangadji (3 Juni 1889 – 20 April 1949) adalah pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia yang juga dijuluki sebagai Jago Tua.[1][2]

Latar belakang sunting

Abdoel Moethalib lahir di negeri Rohomoni, pulau Haruku, Malukupada 3 Juni 1889. Ayahnya bernama Abdoel Wahab Sangadji, seorang raja setempat. Sementara ibunya,Siti Saat Patisahusiwa, merupakan anak raja Sirisori di Saparua.

Sebagai anak bangsawan, Abdoel Moethalib berkesempatan mengenyam pendidikan ala Belanda. Mula-mula di HIS, kemudian masuk MULO. Selulus dari MULO, Abdoel Moethalib sempat bekerja di kantor kontrolir Saparua dan kantor residen di Ambon.[3]

Karier politik dan perjuangan sunting

Bersama Oemar Said Tjokroaminoto dan beberapa pejuang sejamannya seperti H. Agoes Salim turut andil dalam mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam. Pada tahun 1912, Abdoel Moethalib juga pernah berpartisipasi sebagai peserta dalam Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 di jakarta.[4] Dikenal piawai dalam berpidato Abdoel Moethalib memiliki mobilitas tidak hanya di Maluku tempat asalnya, tapi juga pernah berkiprah di Borneo, terlebih lagi di Jawa. Pada tahun 1920-an, di Samarinda Kalimantan Timur, Abdoel Moethalib mendirikan Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat (BPPR) serta mengelola Neutrale School untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan bumiputera. Setelah mendengar berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Abdoel Moethalib melakukan perjalanan dari Samarinda ke Banjarmasin untuk bertemu dengan pemimpin BPRI, menyebarkan berita kemerdekaan bangsa Indonesia di daerah yang dilalui dan mengibarkan bendera Sang Merah Putih.

Oleh para pejuang kemerdekaan sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Abdoel Moethalib disebut sebagai pemimpin tua dan dijuluki Jago Tua, seperti diwartakan dalam beberapa surat kabar di ibu kota Republik, Hindeburg Kalimantan, serta Merdeka Solo. Pihak Kolonial Belanda dan Jepang pun tahu tentang kedudukan dia sebagai pemimpin tua itu. Pada bulan April 1946 polisi Belanda berhasil menangkap Abdoel Moethalib dan memenjarakan di penjara Banjarmasin. Selepas keluar penjara Banjarmasin, Abdoel Moethalib menyeberang ke pulau Jawa. Ia kemudian memimpin Laskar Hisbullah yang berpusat di Yogyakarta dan pernah menugaskan R. Soedirman untuk membentuk Laskar untuk daerah Martapura dan Pelaihari, serta Tamtomo sebagai penghubung Markas Besar Hisbullah Yogya untuk Kalimantan.

Ia tewas ditembak oleh gerombolan tidak dikenal di kediamannya di Jetis, Yogyakarta pada 20 April 1949 dini hari.[5]

Referensi sunting

  1. ^ Wajidi (2007). Proklamasi Kesetiaan Kepada Republik. Banjarmasin: Pustaka Banua. 
  2. ^ Suryajaya, Martin; Wiradi, Gunawan; Irawan, Edi (2021). Merayakan Indonesia Raya. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 978-602-260-334-4. 
  3. ^ Djaja, Tamar (1956). "Abdulmuthalib Sangadji, Tokoh Pedjoang Islam Korban Revolusi". Madjalah Media. 
  4. ^ Martin Suryajaya, Gunawan Wiradi, Edi Irawan (2021). Merayakan Indonesia Raya. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 8. ISBN 9786022603344. 
  5. ^ "Sangadji vermoord". Nieuwe courant (dalam bahasa Belanda). 27 April 1949.