Apokalips

konsep wahyu kenabian

Apokalips (bahasa Yunani: αποκαλυψις -transliterasi: "Apokalypsis"), secara harafiah berarti: penyingkapan kain penutup atau cadar), adalah sebuah istilah yang diartikan sebagai penyingkapan kepada orang-orang tertentu yang mendapatkan hak istimewa tentang sesuatu yang tersembunyi dari umat manusia pada umumnya.[1] Akar kata Yunaninya di dalam Septuaginta sama dengan kata dalam bahasa Ibrani galah (גלה), "menyingkapkan". Kitab terakhir dari Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani berjudul Αποκαλυψις Ιωαννου (Penyingkapan kepada Yohanes), dan sering kali diterjemahkan sebagai Wahyu kepada Santo Yohanes, atau Kitab Wahyu. Sebelumnya di antara orang-orang Yahudi helenistik, istilah ini digunakan untuk sejumlah tulisan yang menggambakan dalam cara nubuat dan perumpamaan, akhir atau keadaan dunia yang akan datang (mis. Apokalips Barukh). Kini seluruh karya tulis seperti ini biasanya dikenal sebagai 'sastra Apokaliptik'. Namun, Apokalips secara teknis merujuk kepada penyingkapan Allah, dalam penyamarannya sebagai sang Mesias, dan bukan kepada seluruh kehancuran dunia yang akan menyertai Penyataan Diri Allah sendiri kepada umat manusia.

Sebuah lukisan karya Victor Vasnetsov berjudul Four Horsemen of the Apocalypse (1887).

Dalam terminologi literatur Yahudi dan Kristen perdana, istilah ini merujuk pada penyingkapan tentang hal-hal yang tersembunyi yang diberikan oleh Allah kepada seorang nabi pilihan. Istilah ini lebih sering digunakan untuk menggambarkan laporan tertulis tentang penyingkapan tersebut. Sastra apokaliptik cukup penting dalam sejarah tradisi Yahudi-Kristen-Islam, sebagai keyakinan seperti misalnya kebangkitan orang yang sudah mati, hari penghakiman, surga dan neraka dijelaskan secara eksplisit di dalamnya. Keyakinan apokaliptik telah ada sebelum hadirnya Kekristenan. Ia muncul dalam agama-agama lain, dan telah bergabung ke dalam masyarakat sekuler pada masa kini, khususnya melalui budaya populer (lihat Apokaliptisisme). Keyakinan-keyakinan seperti apokalips juga muncul dalam sistem-sistem keagamaan lainnya. Contohnya adalah konsep Hindu tentang pralaya.

Dari abad kedua, istilah "Apokalips" diberlakukan kepada sejumlah buku, baik Yahudi dan Kristen, yang memperlihatkan ciri-ciri khas yang sama. Selain Apokalips Yohanes (yang kini biasanya disebut Kitab Wahyu) termasuk dalam Perjanjian Baru, fragmen Muratori, Klemens dari Alexandria, dan lain-lainnya menyebutkan Apokalips Petrus. Apokalips Adam dan Abraham (Epifanius) dan Elias (Hieronimus) juga disebutkan; lihat, misalnya, keenam judul seperti ini dalam "Daftar ke-60 Kitab Kanonik".

Jadi, penggunaan kata benda Yunani untuk menunjuk kepada tulisan-tulisan yang tergolong pada kelompok produk sastra tertentu berasal dari orang-orang Kristen, dengan menggunakan Kitab Wahyu dalam Perjanjian Baru sebagai norma aslinya. Pada 1832 Gottfried Christian Friedrich Lücke menjajaki kata "Apokalips" sebagai deskripsi untuk Kitab Wahyu. Penggunaannya diambil dari kata-kata pembukaan kitab ini yang merujuk kepada sebuah apokalips (nubuat) Yesus Kristus yang diberikan kepada Yohanes, yang menuliskan teksnya. Dalam bahasa Yunani kata-kata pembukaannya berbunyi 'Aπōκάλυψις 'Iησōῦ Χριστōῦ.[2]

Ciri-ciri khas sunting

Literatur keagamaan apokaliptik dianggap sebagai sebuah cabang yang khas dari sebuah literatur terlarang. Genre ini mempunyai sejumlah ciri khas.

Wahyu tentang hal-hal yang misterius sunting

 
Tujuh sangkakala dari Wahyu

Apokalips memuat pewahyuan tentang hal-hal yang misterius, hal-hal yang berada di luar jangkauan pengetahuan biasa manusia. Allah memberikan kepada para nabi, atau orang-orang kudus pengajaran sehubungan dengan hal-hal yang tersembunyi, baik hal-hal yang sama sekali asing bagi pengalaman manusia, atau kejadian-kejadian dalam sejarah manusia yang belum terjadi, atau keduanya.

Beberapa dari rahasia-rahasia surga diungkapkan, secara lebih atau kurang terinci: maksud-maksud rencana Allah bagi umat manusia; perbuatan dan ciri-ciri para malaikat dan roh-roh jahat; penjelasan tentang fenomena alam; kisah tentang Penciptaan dan sejarah tentang umat manusia yang awal; kejadian-kejadian yang belum terjadi, khususnya yang berkaitan dengan masa depan Israel; akhir dunia; penghakiman terakhir, dan nasib umat manusia; zaman mesianik. Dalam Kitab Henokh, apokalips Yahudi yang paling lengkap, wahyu ini mencakup semua unsur yang beraneka ragam ini.

Pernyataan melalui mimpi atau penglihatan sunting

Hikmat yang tersembunyi dinyatakan melalui penglihatan atau mimpi. Berhubung sifatnya yang tidak lazim, bentuk sastranya tergolong yang paling alamiah. Lagi pula, cara pengilhaman dan pengalaman orang yang menerimanya pada umumnya menjadi penting. Biasanya, meskipun tidak selalu, hal itu dikisahkan dari sudut pandang orang pertama. Ada suatu unsur kebanggaan dalam kondisi ini, sehubungan dengan pentingnya rahasia yang akan dinyatakan. Unsur-unsur misteri, sering kali paling utama dalam penglihatan tersebut, diindikasikan dalam peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Sejumlah ciri khas dari "tradisi apokaliptik" dikaitkan dengn keadaan penglihatan dan pengalaman pribadi orang yang mengalaminya.

Contoh utama dari sastra apokaliptik dalam Alkitab Ibrani adalah dalam Kitab Daniel. Setelah berpuasa lama dan berdiri di tepi sungai, Daniel mendapat penglihatan makhluk ilahi menghampirinya dan diikuti pernyataan yang dicatat dalam Kitab Daniel pasal 10 dan seterusnya. Rasul Yohanes mendapat penglihatan dengan pengalaman yang mirip, dicatat dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen dalam Kitab Wahyu. Ada pula catatan-catatan lain yang di luar Alkitab, misalnya Greek Apocalypse of Baruch; dan Syriac Apocalypse. Juga terjadi ketika sang nabi berbaring di tempat tidurnya, menguatirkan masa depan umatnya, ia berada dalam suatu keadaan trance dan muncullah penglihatan di kepalanya mengenai masa yang datang. Ini dicatat misalnya dalam Kitab Daniel pasal 7, Kitab 2 Esdras 3:1-3; dan dalam Kitab Henokh 1:2 dan seterusnya. Gambaran dampak dari penglihatan atas pelihatnya, lihat Daniel 8:27; Henokh 60:3; 2 Esdras 5:14.

Malaikat membawa pernyataan sunting

Malaikat sering menjadi pembawa wahyu. Allah tidak berkata secara langsung, melainkan memberikan instruksi-Nya melalui medium makhluk-makhluk sorgawi, yang menjadi penuntun dalam penglihatan penulis.

Berkaitan dengan masa depan sunting

Dalam komposisi umum kelompok ini perhatian utama penulis adalah pada masa depan. Apokalips terutama adalah suatu nubuat dengan tujuan agamawi tertentu, bermaksud menunjukkan cara Allah bertindak terhadap manusia dan tujuan akhir-Nya. Penulis membeberkan, kadang sangat detail, gambaran masa datang, khususnya yang berhubungan dengan akhir zaman ini.

Hal misterius atau fantastis sunting

 
Viktor Vasnetsov, The Four Horsemen of the Apocalypse ("Empat penunggang kuda dari Kitab Wahyu

Elemen yang misterius, tampak pada hal-hal isi dan cara penulisan, adalah ciri khas dalam setiap karya jenis Apokalips. Literatur tentang penglihatan dan mimpi mempunyai tradisinya sendiri, yang sangat persisten, dan fakta ini dilukiskan dengan sangat baik dalam kelompok tulisan Yahudi (atau Yahudi-Kristen) yang sedang dibahas.

Simbolisme mistik sunting

Kualitas suatu apokalips dapat dilihat dalam seringnya penggunaan simbolisme mistik. Ini dapat dilihat dalam hal gematria yang digunakan untuk mengaburkan makna sebenarnya.

Apokalips sebagai "akhir zaman" sunting

Kata apokalips dalam bahasa Yunani bermakna "pembukaan selubung" (unveiling). Dalam apokalips Yohanes, kitab Wahyu kepada Yohanes, ia merujuk kepada "pembukaan selubung" atau "pernyataan" dari Yesus Kristus sebagai Mesias. Istilah ini kemudian diturunkan maknanya dalam penggunaan umum untuk merujuk kepada kiamat dunia. Namun lebih tepat untuk menafsirkan istilah "kiamat dunia" sebagaimana yang dibaca dalam Alkitab Versi Raja James sebagai "akhir zaman". Kata "dunia" di sini sebenarnya adalah terjemahan dari kata Yunani "eon" atau "zaman".

Gambaran eskatologis akhir zaman pada Perjanjian Lama adalah lukisan penghakiman untuk orang fasik, juga kebangkitan kembali dan pemuliaan mereka yang saleh di hadapan Allah. Kitab Ayub dan kitab Mazmur menggambarkan orang mati diam dalam "Hades" menantikan penghakiman terakhir, dari mana orang jahat akan dibuang ke siksaan kekal dalam api "Sheol" atau neraka.

Surat-surat Perjanjian Baru yang ditulis oleh Rasul Paulus mengembangkan tema penghakiman orang fasik dan pemuliaan mereka yang menjadi milik Kristus atau Mesias. Dalam surat-suratnya kepada jemaat di Korintus dan Tesalonika, Paulus menjabarkan lebih lanjut nasib orang saleh. Ia berbicara mengenai kejadian bersama-sama suatu kebangkitan kembali dan penjemputan mereka yang ada di dalam Kristus, (atau Mesias). Ini dilihat sebagai gabungan peristiwa apokaliptik yang terjadi pada akhir zaman ini dan sebelum kedatangan zaman Seribu Tahun Mesias.

Kekristenan mempunyai harapan "Millennial" (Seribu Tahun) untuk pemuliaan orang saleh sejak muncul dalam Yudaisme dan menyebar ke seluruh dunia pada abad ke-1 M. Literatur puitis dan nubuatan Perjanjian Lama, khususnya dalam Kitab Yesaya kaya dengan gambaran "Milenial". Jemaat Perjanjian Baru setelah Pentakosta sekadar meneruskan tema ini. Rasul Yohanes, ketika dipenjarakan oleh orang Romawi di pulau Patmos, mendapatkan penglihatan dan menulis kitab Wahyu kepada Yohanes di mana pada pasal 20 ditulis sejumlah Referensi kepada suatu masa pemerintahan seribu tahun Kristus/Mesias di atas bumi ini.[3]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Oxford English Dictionary, Oxford University Press, Vol. A, p. 386
  2. ^ Wahyu 1:1
  3. ^ Henry M. Morris (1983). The Revelation Record. Tyndale House Publishers, Inc. (1983) and Creation Life Publishers. 

Pranala luar sunting