Yohanes Penginjil
Yohanes Penginjil[a] (lahir sekitar tahun 6 Masehi, wafat sekitar tahun 100 Masehi) adalah nama tradisional yang digunakan untuk menyebut penulis Injil Yohanes. Umat Kristen secara tradisional menyamakannya dengan tokoh Yohanes Rasul, Yohanes dari Patmos, dan Yohanes Presbiter,[2] sekalipun tidak ada mufakat mengenai mana saja dari tokoh-tokoh tersebut yang merupakan satu orang yang sama.[3]
Yohanes Penginjil | |
---|---|
![]() Santo Yohanes Penginjil ditemani burung rajawali, Buku Injil Lorsch (abad ke-9) | |
Penginjil, Rasul, Teolog | |
Lahir | Kira-kira antara tahun 6–9 Masehi |
Meninggal | Kira-kira tahun 100 Masehi (usia sekitar 92 tahun)[1] |
Dihormati di | |
Pesta | 27 Desember (Gereja Barat); 8 Mei dan 26 September (haul) (Gereja Ortodoks Timur) |
Atribut | Burung rajawali, cawan, gulungan kitab |
Karya |
|
Bagian dari sebuah serial dari artikel-artikel tentang |
Yohanes dalam Alkitab |
---|
![]() |
Kesusastraan Yohanes |
Kepengarangan |
Kesusastraan terkait |
Lihat pula |
Identitas
suntingIdentitas Yohanes yang sesungguhnya – dan sampai sejauh mana penyamaan dirinya dengan tokoh Yohanes Rasul, Yohanes dari Patmos, dan Yohanes Presbiter merupakan kenyataan sejarah – menjadi pokok perbantahan tradisi Kristen dengan para sarjana.
Injil Yohanes adalah sebutan bagi tokoh tanpa nama yang disifatkan sebagai "murid yang dikasihi Yesus", yang "menjadi saksi mata dan menuliskan" pesan Injil.[5] Penulis Injil Yohanes tampaknya suka menjaga ketanpanamaan dari jatidiri penulis, kendati dengan menafsirkan Injil Yohanes dalam terang Injil-Injil Sinoptik dan mempertimbangkan bahwa si penulis menyebutkan nama (dan oleh sebab itu tidak mengaku sebagai) Petrus, dan bahwa Yakobus sudah mati syahid seawal-awalnya pada tahun 44 Masehi,[6] Tradisi Kristen sudah jamak meyakini bahwa si penulis adalah Yohanes Rasul, sekalipun sarjana-sarjana modern yakin bahwa karya sastra tersebut adalah sebuah pseudepigrafa.[7]
Tradisi Kristen menyebutkan bahwa Yohanes Penginjil adalah Yohanes Rasul. Yohanes, Petrus, dan Yakobus sadik adalah ketiga saka guru Gereja Yerusalem sepeninggal Yesus.[8] Dia adalah salah seiorang dari kedua belas rasul mula-mula, dan diduga sebagai satu-satunya rasul yang tidak mati syahid. Diyakini bahwa dia diasingkan (sekitar tahun 95 Masehi) ke pulau Patmos di laut Egea, tempat dia menulis Kitab Wahyu. Meskipun demikian, sementara pihak menisbatkan kepenulisan Kitab Wahyu kepada tokoh lain, yang disebut Yohanes Presbiter, atau kepada penulis-penulis lain dari akhir abad pertama tarikh Masehi.[9] Menurut Richard Bauckham, umat Kristen perdana menyamakan Yohanes Penginjil dengan Yohanes Presbiter.[10]
Kepenulisan karya-karya sastra Yohanes
suntingSetidaknya sejak abad ke-2 Masehi, para sarjana sudah memperdebatkan kepenulisan karya-karya sastra Yohanes—apakah karya-karya sastra tersebut ditulis oleh satu orang atau lebih dari satu orang, dan apakah salah seorang di antara penulis-penulis itu dapat diidentifikasi sebagai Yohanes Rasul.[11]
Injil dan surat-surat Yohanes secara tradisional dan meyakinkan berasal dari Efesus sekitar tahun 90–110, kendati sementara sarjana berpendapat bahwa karya-karya sastra tersebut berasal dari Suriah.[12] Tradisi Ortodoks Timur menisbatkan semua karya sastra Yohanes kepada Yohanes Rasul.[2] Sementara pihak dewasa ini setuju bahwa Injil dan surat-surat tersebut boleh jadi dihasilkan oleh satu orang penulis saja,[2] terlepas dari benar tidaknya penulis tersebut adalah Yohanes Rasul.
Sarjana-sarjana lain berkesimpulan bahwa penulis surat-surat Yohanes bukan orang yang sama dengan penulis Injil Yohanes, sekalipun keempat-empat karya sastra tersebut berasal dari komunitas yang sama.[13] Pada abad ke-6, Decretum Gelasianum mengemukakan bahwa Surat Yohanes yang ke-2 dan yang ke-3 adalah buah pena penulis lain yang dikenal dengan sebutan "Yohanes Imam."[b]
Para kritikus kesejarahan seperti H.P.V. Nunn,[14] Reza Aslan,[15] dan Bart Ehrman,[16] berkeyakinan yang sama dengan kebanyakan sarjana modern bahwa Rasul Yohanes tidak menulis satu pun dari karya-karya sastra tersebut.[17][18] Meskipun demikian, beberapa sarjana semisal John Robinson, F. F. Bruce, Leon Morris, dan Martin Hengel,[19] tetap pada pendirian bahwa Rasul Yohanes berada di balik setidaknya beberapa dari karya-karya sastra tersebut, khususnya Injil Yohanes.[20][21]
Kitab Wahyu dewasa ini pada umumnya disepakati sebagai buah pena penulis lain, Yohanes dari Patmos, sekitar tahun 95 dengan beberapa bagian yang kemungkinan besar berasal dari masa pemerintahan Kaisar Nero pada awal dasawarsa 60-an.[22][23][24][2][17][18][3]
Perayaan
suntingGereja Katolik, gereja-gereja Anglikan, dan gereja Lutheran merayakan Hari Santo Yohanes setiap tanggal 27 Desember, yakni pada hari ketiga masa Natal.[25] Di dalam penanggalan Tridentin, Santo Yohanes juga diperingati pada setiap hari sesudah tanggal 27 Desember sampai tanggal 3 Januari, yakni oktaf dari perayaan tanggal 27 Desember. Oktaf ini ditiadakan oleh Paus Pius XII pada tahun 1955.[26] Warna liturgi tradisionalnya adalah putih.
Tarekat Mason Bebas juga merayakan Hari Santo Yohanes. Kebiasaan ini berasal dari abad ke-18, ketika Tarekat Mason Bebas menggelar upacara pelantikan para Guru Besar pada hari tersebut.[27]
Dalam seni rupa
suntingYohanes secara tradisional digambarkan mengikuti salah satu dari dua kaidah pencitraan dirinya, yaitu sebagai seorang pria sepuh berambut atau berjanggut putih atau kelabu, atau sebagai seorang teruna yang belum bercambang, sama seperti pencitraan sosok Yohanes rasul.[28][29] Kaidah pertama lebih jamak dijumpai pada karya-karya seni rupa Bizantin, dan kemungkinan besar pencitraan semacam itu dipengaruhi oleh pencitraan sosok Sokrates pada Abad Kuno;[30] sedangkan kaidah yang kedua lebih lazim dijumpai pada karya-karya seni rupa Abad Pertengahan Eropa Barat, dan dapat dirunut asal-muasalnya sampai ke Roma pada abad ke-4.[29]
Di dalam karya-karya seni lukis, seni pahat, dan seni sastra Abad Pertengahan, Santo Yohanes kerap dihadirkan dengan gaya androgini atau kewanita-wanitaan.[31] Para sejarawan telah mengaitkan penggambar semacam itu dengan lingthe keadaan di sekeliling umat beriman yang mereka tuju.[32] Sebagai contoh, tampilan feminin Yohanes dikatakan telah membantu membuat dirinya lebih dapat diakrabkan dengan kaum wanita.[33] Dengan nada yang sama, Sarah McNamer berpendapat bahwa lantaran status androgininya, Yohanes dapat berfungsi sebagai 'citra gender ketiga atau gender campuran'[34] dan 'sosok penting yang dapat dijadikan suri teladan'[35] bagi umat beriman berjenis kelamin laki-laki yang berusaha menumbuhkan sikap takwa penuh perasaan, suatu gaya devosi sarat emosi yang di dalam budaya Abad Pertengahan Akhir dianggap tidak selaras dengan sifat jantan.[36]
Legenda-legenda di dalam "Kisah Yohanes" banyak bersumbangsih bagi ikonografi Abad Pertengahan. Dari pustaka inilah muncul gagasan bahwa Yohanes menjadi rasul sejak masih muda.[29]
Galeri
sunting-
Lukisan Santo Yohanes Penginjil
karya Zampieri (tahun 1621-1629) -
"St. John at the Crucifixion of Jesus"
("Santo Yohanes pada Penyaliban Yesus") dalam suatu Stabat Mater
karya Pietro Perugino
Roma, sekitar tahun 1482 -
Saint John and the Poisoned Cup
("Santo Yohanes dan Cawan Beracun")
karya Alonzo Cano
Spanyol (1635-1637)
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Saint Sofronius dari Yerusalem (2007) [c. 600], "The Life of the Evangelist John", The Explanation of the Holy Gospel According to John, House Springs, Missouri, Amerika Serikat: Chrysostom Press, hlm. 2–3, ISBN 978-1-889814-09-4
- ^ a b c d Stephen L Harris, Understanding the Bible, (Palo Alto: Mayfield, 1985), 355
- ^ a b Ehrman, Bart D. (2004). The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York: Oxford. hlm. 468. ISBN 0-19-515462-2.
- ^ "Evangelist Johannes". lib.ugent.be. Diakses tanggal 2 Oktober 2020.
- ^ Theissen, Gerd dan Annette Merz. The historical Jesus: a comprehensive guide. Fortress Press. 1998. diterjemahkan dari bahasa Jerman (edisi 1996). Bab 2. Christian sources about Jesus.
- ^ Kisah para Rasul 12:2
- ^ Theissen, Gerd and Annette Merz. The historical Jesus: a comprehensive guide. Fortress Press. 1998. diterjemahkan dari bahasa Jerman (edisi 1996)
- ^ Harris, Stephen L., Understanding the Bible. Palo Alto: Mayfield. 1985. "John" hlmn. 302-310
- ^ In Encyclopaedia Britannica, Britannica concise encyclopedia. Chicago IL: Britannica Digital Learning. 2017.
- ^ Bauckham, Richard (2007)) The Testimony of the Beloved Disciple.
- ^ F. L. Cross, The Oxford Dictionary of the Christian Church, (New York: Oxford University Press, 1997), 45
- ^ Brown, Raymond E. (1997). Introduction to the New Testament. New York: Anchor Bible. hlm. 334. ISBN 0-385-24767-2.
- ^ Ehrman, hlmn. 178–179.
- ^ Nunn, Rev Henry Preston Vaughan (H.P.V.) (1 January 1946). The Fourth Gospel: An Outline of the Problem and Evidence. London The Tyndale Press. hlm. 10–13, 14–18, 19, 21–35, 37–39. ASIN B002NRY6G2.
- ^ Aslan, Reza (16 July 2013). ZEALOT: The Life and Times of Jesus of Nazareth. Random House; Edisi Berilustrasi, New York Times Press. hlm. XX. ISBN 978-2523470201.
- ^ Ehrman, Bart (May 2001). Jesus: Apocalyptic Prophet of the Millennium. Oxford University Press Press. hlm. 41–44, 90–93. ISBN 978-0195124743.
- ^ a b "Sekalipun tradisi-tradisi kuno menisbatkan kepada Rasul Yohanes Injil yang keempat, Kitab Wahyu, dan tiga Surat Yohanes, sarjana-sarjana modern yakin bahwa dia tidak menulis satu pun dari karya-karya sastra tersebut." Harris, Stephen L., Understanding the Bible (Palo Alto: Mayfield, 1985) hlm. 355
- ^ a b Kelly, Joseph F. (1 October 2012). History and Heresy: How Historical Forces Can Create Doctrinal Conflicts. Liturgical Press. hlm. 115. ISBN 978-0-8146-5999-1.
- ^ Hengel, Martin (2000). Four Gospels and the One Gospel of Jesus Christ, 1st edition. Trinity Press International. hlm. 40. ISBN 978-1-56338-300-7.
- ^ Morris, Leon (1995) The Gospel According to John Jilid ke-4 dari The new international commentary on the New Testament, Wm. B. Eerdmans Publishing, ISBN 978-0-8028-2504-9, hlmn. 4–5, 24, 35–37. "Sarjana-sarjana Eropa Daratan sudah [...] meninggalkan gagasan yang mengatakan bahwa injil ini ditulis oleh rasul Yohanes, sementara dunia kesarjanaan di Britania Raya dan Amerika bersikap jauh lebih terbuka terhadap gagasan tersebut." Keputusan untuk meninggalkan gagasan tersebut disebabkan oleh perubahan opini alih-alih "oleh bukti baru apa pun." "Werner, Colson, dan saya sudah sependapat, antara lain, dengan I. Howard Marshall dan J.A.T. Robinson bahwa bukti menuding Yohanes bin Zebedeus sebagai penulis Injil ini." Pandangan yang mengatakan bahwa sejarah Yohanes berada di bawah standar "semakin lama semakin sukar dipertahankan. Banyak penulis mutakhir sudah menunjukkan bahwa ada alasan yang kuat untuk menganggapnya atau riwayat di dalam Injil Yohanes itu otentik. [...] Sukar untuk [...] beranggapan bahwa Yohanes tidak begitu peduli kepada sejarah. Nyatanya Yohanes memperhatikan informasi bersejarah. [...] Yohanes jelas-jelas mencatat informasi semacam ini karena meyakini keakuratannya. [...] Dia memiliki beberapa informasi andal dan mencatatnya dengan cermat. [...] Buktinya adalah apabila diuji Yohanes terbukti luar biasa akurat."
- Bruce 1981 hlmn. 52–54, 58. "Bukti [...] mendukung apostolisitas injil tersebut. [...] Yohanes mengenal injil-injil lain dan [...] melengkapinya. [...] Narasi sinoptik menjadi lebih terpahami jika kita merunuti Yohanes." Gaya Yohanes berbeda sehingga "kebenaran kekal Yesus dapat disajikan kepada laki-laki dan perempuan yang lumayan asing dengan latar aslinya. [...] Dia tidak menuruti godaan apa pun untuk menjabarkan ulang Kekristenan. [...] Itu adalah riwayat peristiwa yang terjadi dalam sejarah. [...] Yohanes tidak menceraikan riwayat dari konteks Palestinanya."
- Dodd hlm. 444. "Revelation is distinctly, and nowhere more clearly than in the Fourth Gospel, a historical revelation. It follows that it is important for the evangelist that what he narrates happened."
- Temple, William. "Readings in St. John's Gospel". MacMillan and Co, 1952. "The synoptists give us something more like the perfect photograph; St. John gives us the more perfect portrait".
- Edwards, R. A. "The Gospel According to St. John" 1954, hlm. 9. One reason he accepts John's authorship is because "the alternative solutions seem far too complicated to be possible in a world where living men met and talked".
- Hunter, A. M. "Interpreting the New Testament" hlm. 86. "After all the conjectures have been heard, the likeliest view is that which identifies the Beloved Disciple with the Apostle John.
- ^ Dr. Craig Blomberg, dikutip di dalam Lee Strobel The Case for Christ, 1998, Bab 2.
- Marshall, Howard. "The Illustrated Bible Dictionary", penyunting J. D. Douglas dkk. Leicester 1980. II, hlm. 804
- Robinson, J. A. T. "The Priority of John" hlm. 122
- Bdk. Marsh, "Yohanes tampaknya sudah yakin bahwa teologi bukanlah sesuatu yang bisa digunakan untuk memberi makna kepada peristiwa melainkan sesuatu yang harus ditemukan di dalam peristiwa. Riwayatnya seperti apa adanya karena teologinya pun seperti apa adanya; tetapi teologinya seperti apa adanya karena seperti itulah riwayatnya berlangsung" (p 580–581).
- ^ Hart, David Bentley (2023). The New Testament: A Translation. Yale University Press. hlm. 575. ISBN 978-0-300-27146-1. Diakses tanggal 1 Januari 2024.
- ^ Hodgkins, Christopher (2019). "15.2". Literary Study of the Bible: An Introduction. Wiley. hlm. unpaginated. ISBN 978-1-118-60449-6. Diakses tanggal 1 Januari 2024.
- ^ Fletcher, Michelle (2017). Reading Revelation as Pastiche: Imitating the Past. The Library of New Testament Studies. Bloomsbury Publishing. hlm. 70. ISBN 978-0-567-67271-1. Diakses tanggal 1 Januari 2024.
- ^ Frandsen, Mary E. (4 April 2006). Crossing Confessional Boundaries : The Patronage of Italian Sacred Music in Seventeenth-Century Dresden. Oxford University Press. hlm. 161. ISBN 9780195346367.
Pada pesta Santo Yohanes Penginjil (Natal hari ketiga) tahun 1665, contohnya, peranda mempersembahkan dua konserto pada pelaksanaan sembahyang pagi, O Jesu mi dulcissime dan Verbum caro factum est-nya, serta mempersembahkan Jesus dulcis, Jesu pie, dan Atendite fideles-nya pada pelaksanaan sembahyang sore.
- ^ Penanggalan Umum Roma Paus Pius XII
- ^ "Today in Masonic History – Feast of St. John the Evangelist". www.masonrytoday.com. Diakses tanggal 28 Desember 2019.
- ^ Sources:
- James Hall, Dictionary of Subjects and Symbols in Art, (New York: Harper & Row, 1979), 129, 174-75.
- Carolyn S. Jerousek, "Christ and St. John the Evangelist as a Model of Medieval Mysticism", Cleveland Studies in the History of Art, Jld. 6 (2001), 16.
- ^ a b c "Saint John the Apostle". Encyclopædia Britannica Online. Chicago. Diakses tanggal 4 Agustus 2017.
- ^ Jadranka Prolović, "Socrates and St. John the Apostle: the interchangеable similarity of their portraits" Zograf, jld. 35 (2011), 9: "Sukar untuk menentukan bilamana dan di mana ikonografi Yohanes ini mula-mula muncul dan apa purwarupanya, tetapi jelas terlihat bahwa ikonografi Yohanes ini mengandung semua ciri utama dari citra-citra antik Sokrates yang sudah dikenal luas. Fakta ini menuntun kepada kesimpulan bahwa seniman-seniman Bizantin menggunakan kaidah menggambar sosok Sokrates sebagai contoh dalam menggambar potret Yohanes."
- ^
- James Hall, Dictionary of Subjects and Symbols in Art, (New York: Harper & Row, 1979), 129, 174-75.
- Jeffrey F. Hamburger, St. John the Divine: The Deified Evangelist in Medieval Art and Theology. (Berkeley: University of California Press, 2002), xxi-xxii; ibidem, 159-160.
- Carolyn S. Jerousek, "Christ and St. John the Evangelist as a Model of Medieval Mysticism", Cleveland Studies in the History of Art, Jld. 6 (2001), 16.
- Annette Volfing, John the Evangelist and Medieval Writing: Imitating the Inimitable. (Oxford: Oxford University Press, 2001), 139.
- ^
- Jeffrey F. Hamburger, St. John the Divine: The Deified Evangelist in Medieval Art and Theology. (Berkeley: University of California Press, 2002), xxi-xxii.
- Carolyn S. Jerousek, "Christ and St. John the Evangelist as a Model of Medieval Mysticism" Cleveland Studies in the History of Art, Vol. 6 (2001), 20.
- Sarah McNamer, Affective Meditation and the Invention of Medieval Compassion, (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2010), 142-148.
- Annette Volfing, John the Evangelist and Medieval Writing: Imitating the Inimitable. (Oxford: Oxford University Press, 2001), 139.
- ^
- Carolyn S. Jerousek, "Christ and St. John the Evangelist as a Model of Medieval Mysticism" Cleveland Studies in the History of Art, Jld. 6 (2001), 20.
- Annette Volfing, John the Evangelist and Medieval Writing: Imitating the Inimitable. (Oxford: Oxford University Press, 2001), 139.
- ^ Sarah McNamer, Affective Meditation and the Invention of Medieval Compassion, (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2010), 142.
- ^ Sarah McNamer, Affective Meditation and the Invention of Medieval Compassion, (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2010), 145.
- ^ Sarah McNamer, Affective Meditation and the Invention of Medieval Compassion, (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2010), 142-148.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan