Virginia Fabella adalah seorang teolog Feminis dari Filipina.[1] Fabella mengundang teolog-teolog Asia untuk peka sekaligus memperhatikan teologi agama dan budaya lain yang hidup di Asia serta mempengaruhi kehidupan manusia di Asia. [2] Dunia ketiga lainnya memiliki bahasa besar lebih dari dunia lainya.[2] Dunia ketiga bagaikan ibu yang dalam rahimnya lahir semua agama besar dunia.[2] Fabella memiliki pandangan tentang Kristologi dari sudut pandang perempuan Asia.[1] Fabella memandang bahwa sudah terlalu lama apa yang perempuan Asia percayai tentang Yesus Kristus dan apa artinya Yesus bagi perempuan Asiatelah dipaksakan oleh para penjajah, dunia Barat, suatu gereja partiakhal, dan para pakar serta penasihat-penasihat rohani pria.[1] Dalam mengembangkan teologinya, Fabella berangkat dari pertanyaan yang Yesus ucapkan”kata orang, siapakah Aku ini?”.[1] Fabella berusaha menjawab pertanyaan tersebut dari sudut pandang dan pengalaman perempuan Asia yang selama ini dikuasai, kemanusiaan dan keperempuanannya ditiadakan, dipandang sebagai insan-insan yang berkedudukan rendah yang senantiasa harus menempatkan diri perempuan sendiri di bawah keunggulan laki-laki.[1] Fabella berpendapat bahwa melalui hidup, kata-kata Yesus dari Nazaret telah memperlihatkan kepadanya mengenai makna kemanusiaan dan keilahian.[1]

Virginia Fabella adalah seorang teolog yang memperjuangkan peran perempuan di Asia

Dalam merumuskan Kristologi perempuan Asia, Fabella memusatkan perhatiannya pada Yesus sejarah.[1] Fabella juga melihat bahwa inti amanah Yesus terpusat pada Kerajaan Allah dan agar dapat memasuki Kerajaan Allah berarti mengubah cara-cara orang bertingkah laku dan bergaul.[1] Hal ini tampak sikap Yesus terhadap peremuan-perempuan dan bagaimana Yesus memperlakukan perempuan secara tidak lazim menurut pemahaman orang Yahudi pada saat itu.[1] Yesus memandang perempuan dengan penghormatan yang dalam.[1] Yesus tidak pernah mengabaikan perempuan ketika perempuan mendekati-Nya meminta kesembuhan.[1]\ Yesus melihat perempuan adalah manusia-manusia yang berkeutuhannya patut dipulihkan kembali.[1]

Dengan mengingatkan kenyataan hidup yang dialami perempuan-perempuan Asia, maka Kristologi yang dibuat Fabella adalah suatu Kristologi yang mendatangkan pembebasan, berisi pengharapan, diilhami oleh cinta kasih, dan yang diarahkan pada praksis.[1] Oleh karena itu, Fabella menambahkan sebuah dialog antar umat beragama yang tidak membicarakan penindasan kaum perempuan dan karena hanya melanggengkan kedudukan perempuan yang lebih rendah itu di dalam agama dan masyarakat bertentangan dengan Firman Yesus yang mendatangkan keselamatan.[1]

Fabella juga memberikan saran bahwa gereja perlu meninjau ulang dogma yang telah diwarisi dari konsili Nicea (tahun 325) bahwa Yesus Kristus sepenuhnya Allah, sehakikat dengan Allah, Sang Bapa dan Konsili Kalsedon (tahun 425) mengenai rumusan dengan keilahian dan kemanusiaan yang sama-sama sempurna, sang Kristus yang satu dan sama, Tuhan, Anak Allah yang tunggal, di dalam dua tabiat.[3] Kedua rumusan konsili ini dibuat pada zamannya dan tentu tidak melihat konteks masa yang akan datang ketika umat Kristen (khususnya di Asia) berjumpa dengan agama lain dan dibutuhkan rumusan yang dapat menjembatani perbedaan yang ada.[3] Gereja-gereja cenderung menutup diri terhadap sudut pandang (ideologi) feminis.[3] Oleh karena itu, gereja perlu terbuka terhadap cara membaca Alkitab dengan mata baru dengan pendekatan-pendekatan ideologi feminis.[3]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Indonesia)Fabella,Virginia. 1996. Kristilogi dari sudut pandang seorang perempuan Asia’’. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 333-350.
  2. ^ a b c (Indonesia)Andalas, Mutiara.2000. Lahir dari Rahim’’. Yogyakarta: Kanisius. 21-24.
  3. ^ a b c d (Indonesia)Sugirtharajah, R.S. 2007. Wajah Yesus Di ASia . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 343.