Umair bin Al-Hubab

Umair bin Al-Hubab As-Sulami (Arab: عمير بن الحباب السلمي, meninggal 689) adalah seorang kepala suku Bani Sulaim, mantan jenderal Umayyah dan pemimpin utama suku Qais dalam perang saudara dengan Bani Kalb dan Bani Taghlib.

Umair bin Al-Hubab
Informasi pribadi
Meninggal689
Al-Hashshak di sepanjang Sungai Tharthar, dekat Tikrit
HubunganTamim bin Al-Hubab (saudara)
AnakMalik
Dzufafah
Khalid
Orang tuaAl-Hubab bin Ja'dah
JulukanAbu Al-Mughlis
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Silsilah sunting

Umair bin Al-Hubab bin Ja'dah bin Iyas bin Hudzafah bin Muharib bin Hilal bin Falij bin Dzakwan bin Tsa'labah bin Bahitsah bin Sulaim bin Manshur As-Sulami Adz-Dzakwani. Kunyahnya adalah Abu Al-Mughlis.[1]

Biografi sunting

Umair adalah putra dari Al-Hubab dan ia berasal dari kabilah Dzakwan dari suku Arab Bani Sulaim.[2] Ibunya adalah seorang wanita Afrika berkulit hitam.[3] Keluarga mereka tinggal di daerah Sungai Balikh di wilayah Al-Jazirah (Mesopotamia Hulu).[4] Umair pernah bertugas dalam pasukan Umayyah pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (berkuasa 661–680). Umair memainkan peran penting dalam penangkapan benteng Armenia yang dikenal sebagai "Hiṣn Kamakh" (Kamacha) pada tahun 678, dan ia berperang di bawah pimpinan Shafwan bin Mu'aththal, yang juga berasal dari Bani Sulaim.[4][5] Ia memperoleh kesuksesan selama peperangan ini, bahkan sejarawan abad ke-9 Ahmad al-Baladzuri menulis:

... Umair bin Al-Hubab As-Sulami, panglima pasukan yang memanjat benteng musuh dan ia terus berjuang melawan pasukan Bizantium sendirian sampai mereka menyerah dan kemudian pasukan Muslim ikut menyusul naik. Jadi penaklukan Kamakh adalah sesuatu yang dibanggakan oleh Umair dan orang lain bangga dengannya.[5] — Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri

Menurut sejarawan Patricia Crone, Umair lebih dikenal karena perannya dalam Fitnah Kedua.[4] Meskipun ia termasuk anggota suku Qais, ia tetap mempertahankan kesetiaannya kepada Khalifah Marwan bin al-Hakam (berkuasa 684–685) dan putranya Abdul Malik bin Marwan (berkuasa 685–705) setelah kekalahan telak suku Qais dalam Pertempuran Marj Rahith ditangan pasukan Umayyah dan sekutu Yaman mereka, khususnya suku Bani Kalb.[4] Namun, pertempuran tersebut membuat dirinya dan sukunya meninggalkan rasa dendam terhadap Bani Kalb yang merupakan saingan mereka dan Bani Umayyah, dan dendam mereka berhasil dibalas selama Pertempuran Khazir pada tahun 686. Selama pertempuran itu, Umair memimpin sayap kiri pasukan Umayyah yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad melawan pasukan pendukung keturunan Ali yang dipimpin oleh Ibrahim bin al-Asytar. Sebelum pertempuran meletus, Umair diam-diam bertemu dengan Ibrahim dan ia menawarkan untuk membelot di tengah pertempuran dengan pasukannya yang didominasi anggota Qais. Hasilnya adalah kekalahan pasukan Umayyah dan terbunuhnya Ubaidillah bin Ziyad. Atas jasanya, Umair kemudian diberi jabatan gubernur wilayah Thur Abdin dan Kfartutha (Kafr Tuta) oleh Ibrahim bin al-Asytar yang saat itu menjabat sebagai gubernur bawahan Al-Mukhtar atas Mosul dan Jazirah.[6]

Pemimpin Qais sunting

Umair memilih untuk bergabung dengan sesama anggota Qais, Zufar bin al-Harits al-Kilabi dalam hal keberanian suku di Qarqisiya setelah Pertempuran Khazir ketimbang bergabung dengan Al-Mukhtar ats-Tsaqafi, pemimpin pendukung keturunan Ali.[7] Dari Qarqisiya, Umair memimpin serangan pembalasan terhadap Bani Kalb yang dipimpin oleh kepala suku mereka Humaid bin Huraits bin Bahdal.[7] Dia atau Zufar memimpin serangan Qais terhadap Bani Kalb di Iklil di gurun Samawah antara Suriah dan Irak yang menewaskan antara 500 dan 1.000 anggota Bani Kalb.[8] Terlibatnya Umair dalam perseteruan Qais–Yaman membuatnya menjadi pemimpin Qais yang lebih aktif, karena Zufar sering kali gagal mempertahankan Qarqisiya dari serangan Umayyah.[9] Dia memimpin serangan lebih lanjut terhadap Kalb di Samawah, dan hampir membunuh Humaid di desa Ka'bah.[9] Bani Kalb akhirnya diusir dari Samawah oleh serangan Umair, meskipun untuk sementara waktu.[9]

Sementara itu, Umair menarik Qais ke perseteruan yang lebih berdarah dengan suku Bani Taghlib yang sebelumnya netral ketika dia memimpin kelompok Sulaim ke wilayah Taghlib di sepanjang Sungai Khabur.[7][9] Upaya Zufar dalam mencegah terjadinya peperangan gagal dan akhirnya jatuh sejalan dengan pendekatan militan Umair.[10] Umair mendapat izin dari Mush'ab bin az-Zubair dari Irak untuk menyerang Taghlib Kristen, dan membantai banyak dari mereka di Maksin di sepanjang Sungai Khabur.[10] Serangan dan serangan balasan terjadi di tempat-tempat yang membentang di Khabur, Balikh, Tigris dan Sungai Tharthar, menjadikan kelompok Taghlib selalu kalah.[10] Namun, pada tahun 689, Taghlib membunuh Umair dalam pertempuran di al-Hashshak di sepanjang Tharthar, dekat Tikrit. Mereka kemudian memenggal mayatnya dan menyerahkan kepalanya kepada Abdul Malik, yang senang dengan kematian kepala suku pemberontak.[10] Penyair dari Bani Taghlib, Al-Akhthal, mengungkapkan rasa senangnya atas kematian Umair dalam syairnya.[11] Eksploitasi Umair dan kinerja medan perang dalam perang suku membuatnya mendapatkan "reputasi sebagai salah satu orang terkuat pada zamannya", menurut Crone.[7]

Warisan sunting

Umair memiliki saudara dan anak-anak yang menjadi jenderal Umayyah. Saudaranya, Tamim bin Al-Hubab, adalah jenderal pasukan Umayyah pada masa Khalifah Yazid bin Abdul Malik (berkuasa 720–724) yang terbunuh ketika memerangi Syaudzab al-Yasykuri, pemimpin kelompok Khawarij dari Kufah.[12][13][14][7] Anak Umair yang bernama Malik turut serta dan terbunuh bersama pamannya dalam memerangi Syaudzab.[14] Anak Umair lainnya, Dzufafah dan Khalid, juga menjadi jenderal dan mengambil bagian dalam penyerangan Konstantinopel di bawah pimpinan Maslamah bin Abdul Malik.[7] Meskipun tidak ada keturunan generasi ketiga Umair yang tercatat dalam sumber, seorang kepala suku Bani Sulaim di Afrika Utara yang memberontak melawan Aghlabiyyah (800–909) mengklaim sebagai keturunan dari Umair.[7]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Ibnu Manzhur. "Mukhtashar Tarikh Dimasyq". islamport.com (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-13. Diakses tanggal 2022-08-13. 
  2. ^ Stetkevych 2002, hlm. 340.
  3. ^ Al-Jahiz 2002, hlm. 34.
  4. ^ a b c d Crone 1980, hlm. 107.
  5. ^ a b Al-Baladzuri 1916, hlm. 288.
  6. ^ Dixon 1971, hlm. 67.
  7. ^ a b c d e f g Crone 1980, hlm. 108.
  8. ^ Wellhausen 1927, hlm. 202–203.
  9. ^ a b c d Wellhausen 1927, hlm. 203.
  10. ^ a b c d Wellhausen 1927, hlm. 204.
  11. ^ Stetkevych 2002, hlm. 106.
  12. ^ Al-Baladzuri. Ansab al-Asyraf oleh Al-Baladzuri – Khawarij pada masa Umar bin Abdul Aziz – Bistham bin Murri al-Yasykuri yang dipanggil dengan nama Syaudzab. shamela.ws (dalam bahasa Arab). 8. hlm. 209. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-03-14. Diakses tanggal 2024-03-15. 
  13. ^ Al-Baladzuri. Ansab al-Asyraf oleh Al-Baladzuri – Khawarij pada masa Umar bin Abdul Aziz – Bistham bin Murri al-Yasykuri yang dipanggil dengan nama Syaudzab. shamela.ws (dalam bahasa Arab). 8. hlm. 216. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-03-14. Diakses tanggal 2024-03-14. 
  14. ^ a b Al-Baladzuri. Ansab al-Asyraf oleh Al-Baladzuri – Khawarij pada masa Umar bin Abdul Aziz – Bistham bin Murri al-Yasykuri yang dipanggil dengan nama Syaudzab. shamela.ws (dalam bahasa Arab). 8. hlm. 217. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-11. Diakses tanggal 2024-03-14. 

Daftar pustaka sunting