Ubaidillah bin Ahmad
Abdullah/Ubaidillah bin Ahmad,[1] adalah seorang keturunan Muhammad yang hijrah bersama ayah, sebagian keluarga dan pengikutnya dari Basra ke Hadramaut.
al-Imam as-Sayyid Ubaidillah Shahibul Aradh ar-Muhajir Ilallah | |
---|---|
Nama asal | عبيد الله |
Lahir | Ubaidillah |
Meninggal | 383 H Sumal |
Makam | Sumal Hadramaut, Republik Yaman |
Tempat tinggal | Hadramaut |
Kebangsaan | Arab |
Nama lain | Imam Ubaidillah Imam Abdullah Imam Ubaidillah Shahibul Aradh |
Warga negara | Abbasiyah |
Dikenal atas | Leluhur Bani Alawi, Hijrah dari Basra ke Hadramaut |
Anak | Ismail Basri Alawi Jadid |
Orang tua | Ahmad al-Muhajir (ayah) |
Berkata Sayyid Ali bin Abubakar kepribadian ia : "Abdullah/Ubaidillah adalah orang yang menjaga dirinya dalam agama, paling terkemuka dalam kedermawanan dan keagungan ilmunya. Datuk para keturunan mulia, sumber kedermawanan, dan lautan ilmu, itulah tuan kami yang mulia."[2]
NasabSunting
Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali (dan Fatimah bin Muhammad) bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim
BiografiSunting
KeilmuanSunting
Ia pertama mengambil ilmu dari ayahnya, Imam Ahmad. Selain itu, ia juga mengambil ilmu dari para ulama di kota Mekkah, ia berguru kepada Syeikh Abu Thalib Al Makki. Di bawah asuhan gurunya, ia berhasil menamatkan pelajaran dari kitab gurunya tersebut yang berjudul Kitab Guut Al Guluub. Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu dari para ulama Mekkah dan Madinah, ia kembali ke Hadramaut. Setibanya di Hadhramaut, yang disambut hangat oleh sang ayah dan para pelajar di sana, ia diberi izin oleh ayahnya untuk mengajar dan memberikan fatwa kepada pelajar dan masyarakat setempat.
KepribadianSunting
Mengenai kedermawanannya, ia jika menggiling kurma dan meletakkannya di tempat penggilingan, maka kurma itu semuanya ia sedekahkan, meskipun jumlahnya banyak. Ia juga mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya, baik itu di dalam kezuhudannya, ilmunya ataupun ibadahnya.
Tampak pada ia karomah, salah satunya ia suatu saat meletakkan tangannya pada orang yang sakit, lalu ia meniupnya dan mengusapkan di tubuhnya, maka sembuhlah si sakit itu.[3]
Tinggal di SumalSunting
Tidak lama setelah ayahandanya meninggal, ia memutuskan untuk pindah ke kampung Sumal yang terletak tidak jauh dari kampung semula, Al-Husayisah. Sedangkan harta kekayaan berupa rumah dan perkebunan, semuanya dihibahkan pada pembantunya, Ja’far bin Makhdam. Di kampong barunya, Imam Ubaidillah membangun rumah dan membeli beberapa petak tanah yang kemudian dia tanami pohon kurma dan pepohonan lainya.
Setelah ia menetap di kampung Sumal, ia mempersunting gadis setempat. Kemudian ia dikarunia putra dari istri barunya yang diberi nama Jadid. Sebelum Jadid, ia juga telah dikarunia dua putra dari istri pertamanya yang diberi nama Ismail dan Alawi.[4]
WafatSunting
Imam Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 383 H, dalam usia 93 tahun. Ia wafat meninggalkan istri dan 3 orang putra yaitu Ismail (Basri), Alawi dan Jadid.[5]
ReferensiSunting
- ^ Ahmar, Ir. Hilal (00:23, 28 Juli 2016). "Ubaidullah d. 383". Rodovid. Diakses tanggal 17 November 2020.
- ^ "Wiki Laduni.id". Wiki Laduni. Diakses tanggal 17 November 2020.
- ^ "Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir". Ahlussunah wal Jamaah WordPress. Diakses tanggal 17 November 2020.
- ^ "Al Imam Ubaidillah (Bagian II)". Hadramaut Info. 10/7/2008. Diakses tanggal 17 November 2020.
- ^ Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Al Habsyi