Tusiran Suseno (30 Juni 1957 – 13 Juli 2011) bernama lengkap Tusiran Suseno Sarmuji adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai penulis naskah sandiwara radio dan novel. Dia mengawali debutnya sebagai penulis sejak menjadi karyawan RRI Tanjungpinang, 1977. Tusiran merupakan penggagas Kota Tanjungpinang menjadi Kota Gurindam Negeri Pantun.[1]

Riwayat sunting

Tusiran Suseno lahir di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 30 Juni 1957. Memulai karier sastra dan seni secara ketika bekerja di Radio Republik Indonesia (RRI) Tanjungpinang, pada tahun 1977. Tusiran mulanya hanyalah pesuruh di kantor itu, kemudian dia belajar menulis naskah sandiwara radio, dan akhirnya karya naskahnya dipakai oleh RRI Tanjungpinang. Kemampuan menulis naskah, sesungguhnya, sudah terasah ketika masih remaja saat sering melihat seniman Tanjungpinang tampil di Teater Grota, yang diasuh Mazumi Daud. Penampilan Mazumilah yang membuat ia tergila-gila pada seni dan sastra.[2] Bagi masyarakat Tanjungpinang dan sekitarnya, pada era pertengahan 1980-an, yang sering mendengarkan siaran RRI Tanjungpinang di pagi hari (6.00 WIB - 7.00 WIB) tentu akrab dengan suaranya, karena ia adalah pengasuh Siaran SPUA (Selamat Pagi Untuk Anda) yang ia sendiri memberi nama. Lewat acara tersebut namanya kian dikenal di masyarakat Kepulauan Riau kala itu.

Hingga berhenti dari RRI di penghujung 1990-an, Tusiran telah membuat 1.008 judul sandiwara radio yang semuanya sudah pernah ditayangkan. Sayangnya tak semua naskah yang pernah ditulisnya itu bisa diarsipkan. 800 karya dibakar karena RRI Tanjungpinang sudah tidak punya tempat menyimpan berkas. Sisanya rusak oleh musibah banjir di rumahny, 2009. Salah satu naskah buatannya, Ombak Gelombang terpilih sebagai naskah sandiwara radio terbaik nasional pada tahun 1991. Prestasi itu mengantarkan Tusiran mewakili Indonesia pada pemilihan Morris High Award, sebuah sandiwara radio tingkat Asia di Jepang.[3]

Selain menulis naskah sandiwara radio, di Tanjungpinang Tusiran juga dikenal karena kepiawaiannya melahirkan pantun. Hingga saat ini, ia sudah membuat 180 ribu lebih judul pantun dengan beragam tema. Seluruh pantunnya bersajak sempurna, yaitu ekor kata di tengah kalimat, bukan saja ekor kalimat, memiliki bunyi yang sama. Atas kesetiaan menulis karya-karya pantun itu, Tusiran dinobatkan sebagai Seniman Pantun Kota Tanjungpinang, tahun 2009. Sejumlah pantunnya terangkum dalam sebuah buku berjudul Mari Berpantun. Buku tersebut menjadi acuan bagi pelajaran sastra dan budaya di sekolah-sekolah di Tanjungpinang. Karena pantun jugalah Tusiran bisa bertemu dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat deklarasi Tanjungpinang Negeri Pantun di Taman Ismail Marzuki 2006.

Tusiran tercatat juga sudah menerbitkan empat judul novel. Dalam setiap novel yang dibuatnya, Tusiran selalu menyelipkan pantun dalam alur cerita novel-novel tersebut yang merupakan ciri khasnya. Novelnya berjudul Mutiara Karam terpilih sebagai pemenang pada kompetisi yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta tahun 2006. Sebelum meninggal dunia pada tahun 2011, aktivitasnya adalah kepala Seksi Pengolahan di Perpustakaan Kota Tanjungpinang, selain mengajar sastra dan budaya untuk muatan lokal di sekolah-sekolah di Tanjungpinang.

Penghargaan sunting

  • Naskah berjudul Ombak Gelombang terpilih sebagai naskah sandiwara radio terbaik nasional (1991)
  • Mewakili Indonesia pada pemilihan sandiwara radio tingkat Asia ”Morris High Award” di Jepang (1991)
  • Dinobatkan sebagai Seniman Pantun Kota Tanjungpinang (2009)
  • Novelnya berjudul Mutiara Karam terpilih sebagai pemenang pada Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (2006)

Referensi sunting

  1. ^ Website resmi Taman Ismail Marzuki Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., diakses 4 Maret 2015
  2. ^ Haluan Kepri: Selamat jalan, Tusiran Suseno Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., diakses 4 Maret 2015
  3. ^ Leutika Prio: Tusiran Suseno, diakses 4 Maret 2015