Dr. Ir. Suwido Hester Limin, M.S. (24 Mei 1955 – 6 Juni 2016) adalah seorang pemerhati lingkungan dan pakar gambut Indonesia.[2] Ia juga menjadi pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah dengan posisi wakil ketua[3] dan mengajar sebagai Dosen Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Dr. Ir.
Suwido Hester Limin
M.S.
Lahir(1955-05-24)24 Mei 1955
Bawan, Pulang Pisau
Meninggal6 Juni 2016(2016-06-06) (umur 61)
Palangka Raya
KebangsaanIndonesia
AlmamaterULM
IPB
Universitas Hokkaido
PekerjaanPakar gambut, dosen
Tahun aktif1982-2016
Suami/istriIr. Agustina

Biografi sunting

Wido lahir di desa Bawan, Kabupaten Kapuas (kini masuk Kabupaten Pulang Pisau) pada tanggal 24 Mei 1955. Putera Dayak ini menyelesaikan sekolahnya di Kalteng dan S1 di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kalimantan Selatan, dan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian ia melanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Hokkaido. Di sana disertasinya tentang Pengelolaan dan Penyelamatan Gambut Tropikal, membawa banyak perubahan yang ia rasakan dalam menyimak saksama kondisi kekinian di kampung kelahirannya, Kalimantan.[1]

Kiprah sunting

Suwido dikenal karena sering mengeluarkan ide untuk perbaikan lingkungan, melakukan penelitian dan berbagai upaya penyelamatan gambut. Suwido mulai meneliti gambut untuk kepentingan studi pada 1988. Tahun 1993 ia bekerja sama dengan peneliti asing, selain juga ditugasi oleh Rektor Universitas Palangka Raya saat itu, Amris Makmur, berkaitan dengan rencana kerja sama penelitian gambut dengan Jack Rieley (Universitas Nottingham, Inggris) dan Bambang Setiadi (BPPT).[4]

Kerja sama itu disebut Kalimantan Peat Swamp Forest Research Project (KPSFRP), yang lalu menjadi Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (Cimtrop). Dia juga menjadi salah satu motor berdirinya Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) Universitas Palangka Raya di Kereng Bangkirai, Sabangau. Lahan seluas 50.000 hektare itu dimanfaatkan sejak 1993 dan menjadi satu-satunya laboratorium alam untuk penelitian gambut tropis di Indonesia. Di sini pula ditemukan gambut berusia 9.600 tahun dengan ketebalan mencapai 17,3 meter.[2][4]

Suwido juga merealisasikan gagasannya, seperti membuat Tim Serbu Api untuk mengatasi kebakaran lahan, membuat desain dam model "V" pada kanal lebar di gambut, dan mengajukan ide reboisasi lahan dengan sistem beli tanaman tumbuh.[4] Ide-ide Suwido menjadi pembicaraan di kalangan peneliti gambut karena sebagian telah dipresentasikan dalam simposium internasional, mulai di Singapura, Malaysia, Jepang, Finlandia, Jerman, Belgia, Australia, sampai Amerika Serikat.[2]

Ia juga sempat menentang ide Presiden Joko Widodo untuk membuat kanal sebagai solusi kebakaran lahan pada tahun 2015. Suwido menyebut ide itu sangat aneh. Usul Jokowi itu juga dipandang tak selaras dengan pernyataan sebelumnya, yakni saat berada di Riau, yang memerintahkan untuk penutupan kanal. Padahal struktur tanah antara Riau dan Kalteng sama, yakni bergambut. Menurutnya, pembukaan kanal justru mengeringkan hamparan dan merusak ekosistem gambut. Sehingga sehingga kawasan tersebut selalu menjadi langganan kebakaran, karena lapisan gambut di atas sangat kekeringan.[5]

Referensi sunting

  1. ^ a b "Suwido H. Limin, Wakil Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah: "Kekuasaan Menyampingkan Adat, Berdampak Kehancuran Hutan"". Lembaga Pers Dr. Soetomo. Diakses tanggal 6 Juni 2016. 
  2. ^ a b c "Dr. Ir. Suwido H. Limin, M.S.: Jangan Ada Lagi Masker di Tahun 2016". pwrionline.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-08. Diakses tanggal 6 Juni 2016. 
  3. ^ "Pejuang Utus Dayak Telah Berpulang". Kalteng Pos Online. Diakses tanggal 7 Juni 2016. 
  4. ^ a b c "Upaya Menyelamatkan Gambut". tokohindonesia.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-02. Diakses tanggal 6 Juni 2016. 
  5. ^ "Pembuatan Kanal Ditentang Pakar Gambut". Radar Sampit. Diakses tanggal 6 Juni 2016.