Yahwis (aslinya "Jahwist", 1822, Frederick Bleek; "Jehovist", 1853, Hermann Hupfeld), juga dirujuk sebagai Jehovis, atau sekadar dengan singkatan J, adalah salah satu sumber Torah yang dipostulasikan oleh teori sumber.

Etimologi sunting

Kata Yahwis pertama kali digunakan pada 1753 oleh seorang dokter Katolik, Jean Astruc (1684 - 1766) dalam bukunya Conjectures sur les mémoires originaux dont il paraît que Moïse s'est servi pour composer le livre de la Genèse, untuk merujuk kepada "penulis" dari sejumlah bagian dalam Kitab Kejadian yang diduga berbeda dengan penulis pasal pertama yang menggunakan kata "Elohim" sebagai sebutan untuk Allah. Di kemudian hari istilah ini masuk ke dalam bahasa Jerman sebagai Jahvist, dan kemudian ke bahasa Inggris sebagai Jahwist, lalu ke bahasa Inggris modern, Jehovist, dalam kaitannya dengan versi Latin dari nama Allah Ibrani, yang kadang-kadang ditulis "Jehovah".

Penggunaan kata "Jehovist" oleh Astruc dalam pembentukan hipotesis sumbernya tampaknya muncul dari niatnya untuk menggambarkan penulis dari dokumen yang kemudian dikenal sebagai dokumen "J" (singkatan dari "Jahwist", 1822, Frederick Bleek; "Jehovist", 1853, Hermann Hupfeld), yang merujuk kepada penulis yang menggunakan nama Yahweh dalam tulisan-tulisannya. (Dalam Alkitab bahasa Indonesia, kata ini ditulis "TUHAN", dengan huruf besar semuanya.) Kemudian kata ini digunakan untuk siapapun yang menggunakan nama "Yahweh", sebagai sebutan untuk nama Allah, baik dalam ibadah maupun dalam transmisi (penulisan atau penerjemahan) Alkitab.

Sifat-sifat teks Yahwis sunting

Dalam sumber ini, nama Allah selalu disajikan dalam bentuk tetragrammaton, YHWH, yang ditransliterasikan oleh para pakar di zaman modern sebagai Yahweh (atau Jahweh, sesuai dengan ejaan Jerman: Jahwe), dan pada masa-masa lampau sebagai Jehovah (atau Yehuwa), atau sekadar sebagai TUHAN, seperti yang ditemukan dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris (the LORD) maupun bahasa Indonesia.

J lebih menekankan tradisi-tradisi yang berkaitan dengan Yehuda, termasuk hubungannya dengan tetangganya, Edom. J juga mendukung perlawanan Yehuda terhadap Israel, misalnya, dengan menyatakan bahwa Israel memperoleh Sikhem (ibu kotanya) dengan membantai penduduknya.

Sementara sumber J mendukung para imam keturunan Harun yang berkedudukan mapan di Yerusalem, ibu kota Yehuda, J juga menggambarkan Allah dalam tokoh seperti manusia, yang dapat merasa menyesal, dibujuk, dan menampakkan diri secara pribadi dalam berbagai peristiwa. Dalam banyak hal, dalam J, Allah digambarkan seolah-olah akan melakukan suatu pembalasan yang mengerikan atas umat manusia, tetapi kemudian berhasil dibujuk. Misalnya, tetnang kegiatan-kegiatan di Sodom dan di kota-kota lain di dataran rendah. J menggambarkan Allah yang hampir menghancurkan kota-kota itu, tetapi secara bertahap berhasil dibujuk oleh Abraham, hingga akhirnya Allah setuju untuk menyelamatkannya andaikata ada sekurang-kurangnya 10 orang yang hidup lurus di kota itu. Demikian pula sewaktu pembebasan dari Mesir, J menyajikan keluhan-keluhan bangsa Israel, dan kegagalan mereka untuk menaati hukum-hukum dengan ketat, sebagai penyebab sehingga Allah kemudian meninggalkan mereka, menghancurkan mereka semua, dan kemudian mengangkat keturunan Musa, tetapi menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya ketika Musa membujuknya (Keluaran 32:15)

Sumber J menonjol karena gayanya yang elegan, dan kekayaan emosinya.

Kontras dengan sumber Elohis sunting

Cerita Yahwis diduga dimulai jauh lebih awal dibandingkan dengan kisah Elohis. Malah, kisah ini dimulai pada permulaan segala sesuatu. Akibatnya, sumber ini memperkenalkan cerita-cerita menyangkut keadaan manusia pada umumnya, baik cerita-cerita dengan tema besar seperti kejatuhan manusia ke dalam dosa, Kain dan Habel, maupun kisah-kisah yang pendek, seperti kisah tentang pengutukan atas Ham, dan menara Babel. Sumber ini juga memuat kisah-kisah penciptaan umum, seperti kisah tentang penciptaan itu sendiri, air bah, dan kisah-kisah yang sangat dibabat habis dengan buruk, sehingga sulit ditafsirkan, seperti kisah tentang Nefilim.

Berbeda dengan sumber Elohis, perjanjian yang melibatkan Ishak dalam kisah Yahwis adalah perjanjian yang dengan bebas dilakukan oleh Allah dengan Ishak yang telah dewasa. Dengan demikian, sumber Yahwis mengandung kisah tentang perjumpaan Ishak dengan istrinya, ketika ia keluar untuk mengambil air, dan mengulangi kisah tentang Abimelekh yang keliru mengira istri Ishak sebagai saudara perempuannya, ketimbang kisah serupa yang berkaitan dengan Abram dan istrinya. Yakub belakangan digambarkan berjumpa dengan istrinya dalam keadaan-keadaan yang serupa, ketika domba-dombanya ditolong dengan diberikan minum. Pengulangan ini mungkin disengaja, atau mungkin mencerminkan varian-varian versi dari cerita yang sama yang ditempatkan dalam karya yang sama tetapi dengan nama-nama yang berbeda. Hal ini kemungkinan menunjukkan dua sumber sebelumnya yang dapat menjadi dasar karya Yahwis.

Yang menonjol ialah bahwa sumber Yahwis dominan memuat cerita-cerita mengenai kerajaan Yehuda di selatan. Kisah-kisah ini tidak muncul dalam sumber-sumber Elohis. Misalnya, sumber Yahwis menggambarkan cerita-cerita tentang Esau, leluhur eponim Edom, kemarahannya teradap Yakub, dan rekonsiliasinya (yang juga disebut oleh Elohis), maupun daftar raja Edom, yang mencakup raja-raja setelah Musa, orang yang secara tradisional disebut sebagai penulis karya ini, termasuk daftar raja-raja itu.

Selain terhadap Edom, sumber Yahwis, berbeda dengan Elohis, menaruh perhatian terhadap kota-kota di dataran dan leluhur eponim mereka Lot. Cerita tentang Sodom dan Gomora berasal dengan dari sumber Yahwis, dan menunjukkan bahwa Allah yang dikenal oleh Yahwis yang sangat mirip dengan manusia, dengan mudah dibujuk dari rencananya semula lewat tawar-menawar oleh Abram. Cerita yang merendahkan Moab dan Amon, bangsa-bangsa yang tinggal di dataran rendah, yang digambarkan sebagai keturunan dari hubungan sumbang antara Lot dengan anak-anak perempuannya, juga merupakan bagian dari narasi Yahwis.

Sumber Yahwis juga memberikan cerita-cerita yang menggambarkan situasi politik dari suku-suku selatan. Yang paling relevan di antaranya adalah kisah pemerkosaan terhadap Dina, sebuah kisah yang menjelaskan pemilikan atas Sikhem, dan mengapa suku Simeon dan Lewi tidak memiliki wilayah. Sumber Yahwis juga berusaha menjelaskan mengapa, meskipun Ruben adalah anak sulung, suku ini hanya mempunyai wilayah yang sedikit, meskipun ceritanya, yang melibatkan hubungan sumbang antara Ruben dan Bilha dianggap oleh para akademikus secara mendadak dibabat habis dalam peredaksian, sehingga hanya satu baris yang tersisa di dalam Torah.

Meskipun sangat memperhatikan suku-suku selatan, Yahwis tidak seluruhnya bersikap positif terhadap Yehuda, karena sumber ini juga mencakup cerita-cerita yang meuliskan anak-anak Yehuda yang dalam hal tertentu penuh cacat. Er digambarkan sebagai orang yang jahat, Onan menolak untuk melaksanakan perkawinan levirat, Syela sebagai orang yang mandul, dan Peres dan Zerah sebagai anak-anak pelacur dan hasil hubungan sumbang. Yahwis juga merendahkan pahlawan utara, Yusuf sebagai korban usaha pemerkosaan oleh istri Potifar, ketimbang sebagai penafsir mimpi yang disajikan oleh Elohis. Sumber ini juga menggambarkan Musa sebagai seorang pembunuh pada masa mudanya.

Dibandingkan dengan Elohis, cerita Yahwis meluas dalam waktunya, menggambarkan bagaimana bangsa Israel diyakinkan untuk tidak menyerang Kanaan secara langsung melalui laporan para mata-mata. Sumber Yahwis juga melukiskan jalan berputar yang sebaliknya mereka ambil, dengan menaklukkan tanah-tanah bagian timur sementara dalam perjalanan mereka, hingga pada kehadiran suku-suku Israel di sebelah timur Yordan, meskipun ini adalah sebuah cerita dari suku-suku utara.

Kadang-kadang orang sulit memisahkan antara Yahwis dengan Elohis (berbeda dengan sumber Pristis atau Imamat yang sangat jelas bedanya). Barangkali cerita ini memang sesungguhnya berasal dari sumber Elohis, dan Elohis hanya menggambarkan kisah penaklukan daerah tengah/utara Kanaan oleh suku-suku utara. Sementara itu, penggambaran Yahwis tentang invasi selatan ke wilayah selatan, bagian kedua dari kisah Yahwis, yang melibatkan invasi setelah pemberontakan dapat dipadamkan, hilang dalam proses peredaksian.

Kepedulian keagamaan Yahwis berbeda dengan kepedulian-kepedulian Elohis. Yahwis inilah yang memperkenalkan praktik sunat yang, anehnya, tidak terdapat dalam sumber-sumber Elohis. Sunat pertama, yang dilakukan atas Ismael, dikisahkan dalam cerita Yahwis, seperti halnya pula cerita tentang Zipora di penginapan, yang secara luas diyakinkan dibabat habis-habisan dalam Torah yang tertinggal, dan akibatnya tidak dapat dipahami dengan baik secara akademis.

Pada umumnya Yahwis menampilkan dunia yang kurang adikodrati dibandingkan dengan Elohis. Misalnya melalui Musa yang tidak memiliki kekuatan-kekuatan adikodrati, melainkan ia bertindak sebagai perantara yang memohon kepada Allah untuk membatalkan setiap Tulah Mesir, setelah Firaun sendiri pun memohon pertolongan kepada Musa. Namun, Yahwis adalah satu-satunya sumber yang melukiskan binatang yang dapat berbicara, baik dalam kisah Adam dan Hawa maupun dalam kisah keledai Bileam. Kedua cerita ini tidak muncul dalam kisah Elohis.

Asal usul teks Yahwis sunting

J diduga telah disusun dengan mengumpulkan berbagai cerita dan tradisi mengenai Yehuda dan suku-suku terkaitnya (Lewi, Yehuda, Simeon, dan Ruben), dan kemudian menjalinnya ke dalam satu teks saja. J juga memuat tradisi-tradisi yang berkaitan dengan Edom, dan dengan daerah dataran - Moab dan Amon, bangsa-bangsa yang berbatasan dengan suku-suku selatan, dan yang dianggap oleh Yehuda memiliki asal usul etnis yang sama dengan dirinya, yaitu masing-masing bersama-sama sebagai keturunan Esau, dan dua anak perempuan Lot.

Beberapa teks sumber yang independen diduga tertanam di dalamnya, termasuk

J diduga berasal dari kalangan imamat Harun, dan untuk mencerminkan pandangan-pandangan polemis mereka di dalam teks ini. J telah mengurangi fokus terhadap pentingnya kedudukan Musa (para imam dari Silo kemungkinan ada keturunan Musa (jadi bukan keturunan Harun_, dan mendukung lambang-lambang yang dikendalikan oleh agama Harun seperti Tabut Perjanjian dan Bait Suci Yerusalem. J tidak pernah menyebut-nyebut Kemah Pertemuan atau Nehustan yang terkait dengan imamat Silo. J juga mencerminkan polemik yang menentang perubahan-perubahan terhadap agama yang dilakukan oleh raja Israel, menyerang patung-patung anak lembu emas yang didirikannya (karena salah satu perintah dalam Dasa Titah melarang pembuatan allah-allah). Hanya para Kerub di Bait Suci Yehuda yang dilapisi emas.

Pandangan Ortodoks sunting

Pandangan Yudaisme Ortodoks ialah bahwa Torah yang Tertulis (Perjanjian Lama) ditulis sebagai teka-teki yang membutuhkan penjelasan melalui Torah Lisan (Talmud). Jadi, pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh pribadi-pribadi yang tidak cakap dalam Talmud dianggap relatif tidak berharga dalam kemampuannya untuk menjelaskan ayat-ayat dalam versi Perjanjian Lama manapun, baik J maupun E.

Pranala luar sunting

Referensi sunting